Oleh : Prof Dr Yunahar Ilyas, Lc, MA
Setelah masa perjanjian sepuluh tahun antara Musa dan mertuanya Syu’aib selesai, maka Musa pamit untuk hidup mandiri dengan keluarganya. Allah SwT berfirman:
“Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung, ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan,” (Qs Al-Qashash [28]: 29).
Sebenarnya Musa bebas memilih antara menyelesaikan perjanjian 8 tahun atau 10 tahun. Menurut beberapa riwayat yang dikutip oleh Ibn Katsir, Musa memilih waktu yang paling sempurna yaitu 10 tahun. Dalam sebuah riwayat dari Al-Bazar dan Ibn Abi Hatim dari Utbah ibn an-Nadar, bahwa Rasulullah saw pernah ditanya: “Ya Rasulallah, mana dua batas waktu yang dipenuhi Musa?” Beliau menjawab: “Yang paling baik dan yang paling sempurna.” (Ibn Katsir: Kisah Para Nabi, hal 353).
Musa membawa isteri dan anak-anaknya –sambil menggiring beberapa ekor kambing yang diberikan oleh mertuanya– meninggalkan Madyan. Tentu Musa ingin hidup mandiri dengan keluarganya, tidak lagi menumpang di rumah mertuanya. Tapi ke mana Musa akan pergi? Apakah dia berani kembali ke Mesir, berkumpul dengan Ibunya, dan dengan dua kakaknya Maryam dan Harun? Wajar kalau dalam hati Musa ada kerinduan untuk berkumpul dengan keluarganya yang di Mesir. Tapi Musa tidak akan gegabah langsung kembali ke Mesir mengingat statusnya sebagai buronan. Jelas akan sangat berbahaya kalau dia langsung kembali ke Mesir. Yang paling mungkin dilakukan Musa adalah mencari negeri lain untuk tinggal menetap buat sementara, sampai situasi memungkinkan dia untuk kembali ke Mesir.
Demikianlah, dalam perjalanan mencari negeri baru untuk menetap itu Musa sampai di suatu tempat. Malam itu sangat dingin dan gelap gulita, Musa berusaha untuk menghidupkan api, tapi api itu tidak mau menyala. Lalu Musa mencoba mengarahkan pandangannya ke sekeliling. Tiba-tiba dia melihat di kejauhan, di lereng gunung ada api yang menyala-nyala. Maka segera dia pamit kepada keluarganya untuk menuju tempat api tersebut. Jika ada api tentu ada kehidupan. Kalau pun tidak ada perkampungan di situ, paling kurang dia bisa membawa sesuluh api dari bukit itu untuk menghangatkan badan.
Setelah sampai di tempat api tersebut Musa mendengar namanya dipanggil. Suara itu datang dari arah pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu. Musa jelas mendengar suara: “Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam”. Allah SwT berfirman menceritakan hal tersebut:
“Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Ya Musa, Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam,” (Qs Al-Qashash [28]: 30).
Dalam Surat Thaha ayat 11-12 Allah SwT menjelaskan bahwa Musa berada di lembah suci Thuwa. Oleh sebab itu dia harus menanggalkan kedua terompahnya, sebagai bentuk penghormatan kepada tempat yang suci diberkahi tersebut. Allah SwT berfirman:
“Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; Sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa,” (Qs Thaha [20]: 11-12).
Tidak hanya tempat itu yang diberkahi, orang-orang yang berada di dekat api itu juga diberkahi. Allah SwT berfirman:
“Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: “Bahwa Telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Qs An-Naml [27]: 8).
Allah SwT berbicara langsung dengan Musa dari balik hijab, artinya Musa bisa mendengar suara tetapi tidak bisa melihat-Nya.
Pada saat itulah Musa diangkat oleh Allah SwT sebagai Nabi dan Rasul. Allah SwT berfirman:
“Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa.” (Qs Thaha [20]: 13-16).
Pada saat itu juga Musa diberi oleh Allah SwT beberapa mukjizat, seperti tongkat berubah menjadi ular dan tangan Musa bercahaya. Allah SwT berfirman:
“Dan lemparkanlah tongkatmu.” Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. “Hai Musa, janganlah kamu takut. Sesungguhnya orang yang dijadikan rasul, tidak takut di hadapan-Ku. Tetapi orang yang berlaku dzalim, kemudian ditukarnya kedzalimannya dengan kebaikan (Allah akan mengampuninya); Maka sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan ke luar putih (bersinar) bukan Karena penyakit. (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan buah mukjizat (yang akan dikemukakan) kepada Fir’aun dan kaumnya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.” (Qs An-Naml [27]: 10-12).
Musa tidak pernah membayangkan apa yang akan terjadi jika tongkatnya dilemparkan. Dia patuh saja kepada perintah Allah yang dia dengar langsung tanpa perantara malaikat. Tanpa berpikir panjang dia lemparkan tongkatnya, tatkala tiba-tiba tongkat itu berubah jadi ular dan bergerak dengan gesit, Musa jadi ketakutan dan lari ke belakang tanpa menoleh-noleh lagi. Allah SwT memanggilnya dan menyatakan bahwa seorang Rasul tidak perlu takut di hadapan Allah. Hanya orang dzalimnya yang takut. Musa berbalik, dan Allah mengampuni Musa karena kesalahannya lari dari hadapan-Nya.
Dalam surat Al-Qashash ayat 31 diceritakan bahwa setelah Musa lari ke belakang karena ketakutan, maka Allah SwT memanggilnya dan memberikan jaminan keamanan. Allah SwT berfirman:
“Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman.” (Qs Al-Qashash [28]: 31).
Mukjizat kedua yang diperlihatkan kepada Musa adalah tangannya bisa berubah bercahaya setelah dimasukkan melalui rongga leher bajunya. Dua mukjizat ini termasuk ke dalam sembilan mukjizat yang nanti akan diperlihatkan Allah SwT di hadapan Fir’aun.• (bersambung)