Dalam memperjuangkan ide-idenya, atau dalam memperjuangkan Islam berkemajuan, Muhammadiyah memiliki kelenturan. Mengapa? Muhammadiyah menempatkan dirinya sebagai gerakan Islam moderat bagian dari umatan wasathan. Atau sering disebut sebagai umat tengahan.
Umat yang mendapat tugas untuk mewasiti kehidupan, tampil sebagai saksi kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam di muka bumi.
Berkat kelenturan ini Muhammadiyah mampu bertahan lebih dari satu abad. Muhammadiyah, sepanjang usia perjuangannya juga dikenal sebagai ormas Islam yang sangat atau malahan yang paling produktif dengan amal kebaikan.
Setiap hari, bahkan setiap detik Muhammadiyah memproduksi amal kebaikan lewat para aktivisnya yang bergerak di lembaga pendidikan, lembaga pelayanan kesehatan, lembaga pelayanan dan pemberdayaan sosial, juga lembaga pelayanan keagamaan.
Prestasi kemanusiaan Muhammadiyah yang demikian banyak dan demikian berkualitas sudah banyak diakui orang dan dicatat oleh para peneliti Indonesia atau peneliti asing.
Dalam cara berfikirnya, para aktivis Muhammadiyah sudah diarahkan agar dapat produktif dengan ide, gagasan, kehendak, cita-cita dan perilaku yang baik, benar dan indah menurut ajaran Islam.
Demikian juga dalam cara bersikap dan bertindaknya, aktivis Muhammadiyah juga diarahkan agar juga produktif dengan amal semacam itu. Dengan demikian, ketika ada aktivis Muhammadiyah ketemu dengan aktivis Muhammadiyah maka yang kemudian dihasilkan adalah kebaikan, kebenaran dan keindahan hidup dan amal sesuai yang diperintahkan Allah dan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Lantas dari mana kelenturan Muhammadiyah itu berasal atau berakar? Semua itu berasal dan berakar dari pilihan-pilihan Muhammadiyah sendiri dalam memandang agama, memandang Islam, memandang hidup dan memandang berbagai ikhtiar memperbaiki kehidupan bersama.
Misalnya, untuk masalah prinsip keagamaan, Muhammadiyah memang bersikap tegas, sebagaimana dirumuskan oleh Majelis Tarjih. Dalam bidang akidah dan ibadah mahdlah, Muhammadiyah sudah merumuskan pilihannya, yang hendaknya diikuti oleh semua warga, simpatisan, anggota dan pimpinan. Prinsip yang dipegang adalah tajrid, yaitu mencukupkan dengan apa yang ada.
Maksudnya, mencukupkan dengan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw di sepanjang kehidupan kenabian dan kerasulannya. Jadi untuk masalah akidah dan ibadah, Muhammadiyah tidak menambah-nambah dengan hal yang baru.
Pemahaman dan penghayatan, juga keilmuan yang menyangkut masalah itu yang senantiasa kita perbarui agar akidah dan ibadah kita senantiasa punya makna spiritual dan makna sosial. Ini yang disebut tajdid di dalam peneguhan dalam beragama Islam.
Dengan demikian, agama Islam kita senantiasa dapat hadir sebagai agama fungsional, agama yang berfungsi untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan kita.
Menyangkut ibadah muamalah, Muhammadiyah jelas melakukan gerak ijtihad untuk menyesuaikan atau bahkan melampaui zaman. Ini yang menjadi basis dari dakwah Islam berkemajuan Muhammadiyah. Islam, menurut Muhammadiyah, tidak menolak kemajuan ilmu, pengetahuan, teknologi, komunikasi dan cara berbudaya, cara berekonomi, bahkan cara berpolitik yang baru selama tidak bertentangan dengan ajaran, nilai dan semangat Islam.
Pada wilayah ijtihad yang begitu luas ini Muhammadiyah bergerak secara lentur untuk memproduksi segala macam kebaikan, keindahan dan kebenaran Islam dalam berbagai manifestasi dan ekspresinya.
Dengan demikian, kalau Muhammadiyah selalu mengedepankan ikhtiar berupa solusi sosial dan solusi atas masalah kenegaraan misalnya, semua itu sudah menjadi bagian yang utuh dalam cara bermuhammadiyah kita. (t)