Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua Dewan Pakar Fokal IMM
Perjalanan 52 tahun itu tidak sederhana. Panggung kebangsaan kita telah menampilkan banyak peristiwa penting sepanjang 52 tahun itu. Bahkan, saat IMM lahirpun situasi kebangsaan di Indonesia sedang memanas. Sejak kemerdekaan hingga tahun berakhirnya rezim Orde Lama problem ideologi politik nampak mengemuka dan mendominasi saat itu. Bukan soal Islam dan Pancasila karena hal ini sudah selesai terutana bagi Persyarikatan Muhammadiyah. Pancasila adalaah hadiah umat Islam terbesar bagi bangsa Indonesia.
Muhammadiyah menjadi bagian sangat penting dari sejarah falsafah dan ideologi bangsa serta pembentukan Negara Pancasila ini. Jadi, soal ini sudah selesai bagi Muhammadiyah. Problem kebangsaan yang juga menjadi keprihatinan Muhammadiyah ialah justru rongrongan Ideologi politik komunisme. Energi bangsa dicurahkan untuk menyelesaikan political and ideological turmoil saat itu. Kompleks memang situasinya karena kemudian melibatkan banyak elemen termasuk kelompok mahasiswa kritis yang kemudian mendorong lahirnya IMM.
Jadi, IMM lahir karena keprihatinannya yang mendalam terhadap kenyataan kehidupan berbangsa yang dilanda problem Politik dan ideologis ini. Tentu saja kelahiran IMM ini merupakan panggilan sejarah dari sejumlah kader muda progresif Muhammadiyah antara lain Djazman Alkindi, Rosyad Soleh, Amien Rais, Sudibyo Markus dan sebagainya.
Menurut bacaan penulis pilihan para tokoh mendeklarasikan kelahiran IMM ini dan kemudian memilih tidak aktif di HMI agar mereka dan kemudian IMM menjadi elemen penting dari sebuah organisasi besar tertua yaitu Muhammadiyah. Jadi, ada juga kesadaran penting untuk ikut memperkokoh gerakan Islam modern dan moderat Muhammadiyah.
Artinya, menurut tafsir historis penulis kelahiran dan pergerakan IMM itu didorong oleh :1. Spirit nasionalisme, yaitu menjaga, merawat bangsa dan Negara Pancasila dari rongrongan, ancaman ideologi komunisme dan perpecahan politik. Spirit ini bersesuaian dengan pandangan resmi Muhammadiyah tentang Indonesia sebagai Darul Ahdi was Syahadah yang hingga saat ini secara terus menerus digerakkan dan diimplementasikan.
2. Spirit Tajdid dan Tanwir. Dengan kemampuan intelektual yang baik, kepribadian atau sikap moral yang mulia, leadership skill yang terlatih dan rasional, kepekaan dan kepeduliian sosialnya yang tinggi IMM menyiapkan diri menjadi bagian penting melakukan Tajdid dan Tanwir dalam bingkai keumatan dan kebangsaan.
3. Spirit keislaman yang kuat dan militan. Militansi ini penting karena spirit ini akan menggerakan Islam sebagai ajaran luhur yang mendatangkan ketentraman, kedamaian dan kemaslahatan umum dan kemajuan.
Islam yang bercorak seperti ini yang harus juga digerakkan oleh IMM, bukan Islam yang tersubordinasi oleh kepentingan remeh temeh, nafsu kekuasaan/politik yang sering membutakan hati dan otak. Yang diikrarkan dan digerakkan IMM bukan Islam gincu, lipstik atau Islam upacara. Tapi Islam yang berkemajuan. Hanya Islam yang seperti ini yang dibutuhkan oleh Indonesia yang sedang terus bergerak. Pandangan dan keyakinan yang genuine dan orisinal terhadap Islam sungguh sangat penting karena Islam yang seperti Ini yang akan benar-benar membela kemanusiaan dengan tetap mengembangkan tafsir yang liberatif.
Jadi, beban dan tanggung jawab IMM memang tidak remeh dan karena itu tak perlu memikirkan dan melakukan yang remeh-remeh karena itu gincu, lipstik dan itu festival. Saat ini, hemat penulis, IMM dihadspksn kepada banyak pilihan dan mungkin berada di perspangan jalan. Perlu kehati-hatian dan kecermatan dalam memilih dan menentukan arah jalan kiblat karena sesungguhnya Kiblatnya sudah jelas. Dirgahayu 52 tahun IMM.