Muhammadiyah dan Matarantai Pembaruan Islam; Bagian Ke-2: Era Kejayaan Islam

Muhammadiyah dan Matarantai Pembaruan Islam; Bagian Ke-2: Era Kejayaan Islam

Oleh: Dr. H. Haedar Nashir, M.Si.

 Dunia Islam sebelum mengalami kemunduran justru telah mengukir kejayaan selama sekitar lima abad dari tahun 661 hingga 1258 Masehi. Ketika bangsa-bangsa Eropa tengah tertidur lelap dalam selimut kegelapan, kala itu peradaban Islam telah menjulang dan meluas hingga ke belahan dunia Timur dan Barat. Itulah yang disebut era The Golden Age. Masa keemasan dan kejayaan Islam.

Sejarah mencatat, bahwa Nabi Muhammad bersama umat Islam selama 23 tahun telah berhasil meletakkan dasar-dasar Islam yang sangat kokoh dan lebih dari itu membangun fondasi peradaban Islam yang berpuast di Madinah Al-Munawwarah dengan sentrum keagamaan di Makkah Al-Muakarramah di mana Kabah berdiri dengan tegak sebagai pusat kiblat. Setelah Rasulullah wafat (12 Rabiul Awwal tahun 11 H / 632 M), pada perkembangan berikutnya umat Islam mengalami fase baru dengan terbentuknya sistem kekhalifahan Islam yang utama (Khulafa ar-Rasyidin) di bawah kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Era kekhalifahan yang terkenal itu terbilang cukup singkat yaitu sekitar 30 tahun (11-41 H / 632-661 M), tetapi  berhasil membangun tatanan kehidupan umat Islam yang cemerlang bukan hanya dalam kehidupan keagamaan tetapi juga kekuasaan politik atau pemerintahan. Itulah generasi ideal dalam tatanan pemerintahan Islam, kendati sejak era Ustman dan Ali mulai muncul benih-benih konflik, yang mempengaruhi bagi tumbuhnya konflik soal kekuasaan Islam pada periode-periode berikutnya.

Perluasan Islam dimulai pasca perang Yarmuk (13 H / 634 M) di pinggiran sungai Yordania, ketika pasukan Islam di bawah pimpinan Abu Bakar dan kemudian diteruskan Umar Bin Khattab berhasil menaklukan Syiria, Palestina, Mesir. Di zaman Umar bin Khattab perluasan Islam bahkan berlanjut hingga ke Iraq, Lybia, dan Persia di kawasan Timur. Pasca Khulafa Ar-Rasyidin Islam bahkan mengalami ekspansi yang luar biasa di era Dinasti kekhalifahan Bani Umayyah (41-132 H / 661-749 M), Abbasiyah (132-656 H / 749-1200 M), Mamluk (648-923 H / 1250-15-17 M), dan Utsmaniyah (923-1342 H / 1517-1923 M). Saat itu umat Islam mengalami ekspansi yang luar biasa, kendati kekuasaan-kekuasaan baru tersebut lebih bercorak dinasti ketimbang sistem yang lebih demokratis sebagaimana zaman Klulafa Ar-Rasyidin.

Pada masa kekhalifahan Islam tersebut terutama di era Banu Umayyah Islam berkembang hingga ke Afrika Barat dan Utara (negeri-negeri Maghribi), ke belahan Timur seperti Persia, India, Cina, hingga Asia Tenggara. Lebih dari itu Islam juga meluas Asia Tengah hingga ke daerah-daerah yang kini berada di wilayah Rusia dan sekitarnya, bahkan meluas lagi ke Spanyol hingga ke Perancis bagian selatan dengan melintasi pegunungan Baranes tetapi tertahan di Toulon. Dari perluasan yang spektakuler itulah, kendati di abad tengah mengaami kemunduran, Islam kemudian berkembang menjadi agama yang dipeluk jutaan umat manusia di seluruh dunia hingga ke zaman modern yang kini jumlahnya sekitar 1,4 milyar jiwa di seluruh dunia.

Masa kejayaan Islam yang berlangsung beberapa abad itu ditandai pula oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang luar biasa, ketika dunia Barat pada saat itu tengah tertidur lelap dalam selimut kegelapan. Pemikiran dan karya-karya di bidang fiqh, ilmu kalam atau filsafat, kedokteran, aljabar atau ilmu berhitung, sastra, sejarah, sosiologi, ilmu politik (siasah), arsitektur, dan sebagainya muncul secara spektakuler di era itu. Pada masa kejayaan itu muncul empat pemikir mazhab Islam yakni Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, dan Imam Ibn Hanbal yang begitu terkenal. Lahir pula pemikir-pemikir besar seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Al-Khawarizmi, Ibn Maskaweih, Ibn Batuta, Ibn Khaldun, Al-Mawardi, Ibn Hayyan, Ar-Razi, Al-Ghazali, Al-Asy‘ari, Al-Maturidi, Al-Hallaj, dan sebagainya yang tidak mungkin disebut satu persatu secara lebih lengkap, yang di kemudian hari di antara buah pemikirannya dikaji dan memberi inspirasi bagi pemikir-pemikir di dunia Barat setalah bangkit di era Renasains. Dunia Islam kala itu sungguh maju ilmu pengetahuannya, sehingga mengalami puncak peradaban Islam.

Sejarah Islam memang penuh dinamika pasang dan surut. Masa kejayaan Islam mulai redup bahkan sirna dan tibalah masa kemunduran, terutama pasca kejatuhan kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1213 M dan Baghdad tahun 1258 M. Kendati setelah itu sempat muncul tiga kekuasaan Islam yaitu kekhalifahan Ustmani di Turki, Safawi di Persia, dan Mughal di India; namun umat Islam secara umum telanjur mengalami kemunduran. Kemunduran itu terjadi baik di bidang kehidupan agama, politik dan pemerintahan, ilmu pengetahuan, maupun dalam kehidupan ekonomi dan sosial-budaya. Inilah masa kemunduran Islam.

Kemunduran di bidang agama ditandai oleh berbagai praktik-praktik syirk, tahayul, bid‘ah, dan khurafat terutama pengaruh tentara Mongol dan Persia. Mekar pula praktik-praktik tasawuf yang memperlemah etos hidup kaum muslimin. Tertutupnya pintu ijtihad sehingga umat Islam terjebak pada taklid dan kejumudan. Pada saat yang sama muncul berbegai konflik teologis yang merambat pada konflik politik atau sebaliknya dengan munculnya golongan-golongan radikal dan pembangkangan golongan Khawarij, Syi‘ah, dan sebagainya; yang memperlemah kekuatan Islam sebagai jamaah atau ummah. Konflik paham keislaman kendati sampai batas tertentu wajar adanya namun ketika berkolaborasi dengan rezim pemerintahan dan kepentingan politik kemudian menimbulkan disintegrasi umat Islam yang sangat tajam, bahkan tidak jarang diwarnai kekerasan dan pertumpahan darah. Islam akhirnya kehilangan ruh atau spirit sebagai agama pembebasan dan kemajuan.

Kemunduran di bidang politik pemerintahan terjadi dengan kehadiran tentara asing (pasukan Mongol dan penjajah Barat) ke neger-negeri muslim. Ketika pemerintahan Islam mulai terpech-pecah dan mengalami keunduran secara internal, pada saat itu kekuasaan imperium Bizantium dengan semangat Perang Salib mulai bangkit memanfaatkan keadaan untuk melakukan pukulan balik terhadap Islam. Pasukan Perang Salib (489-692 H / 1095-1292 M) untuk merebut kembali Palestina yang mereka klaim sebagai tempat kelahiran nabi dan agama Nasrani pada tahun 1095 Masehi berhasil merebut kembali Palestina dan Mesir, mereka bahkan berhasil mendirikan negara-negara kecil di wilayah Mediterania di bawah proteksi Perancis dan Inggris sehingga di kemudian hari berhasil menancapkan kekuasaannya di seluruh jazirah Timur Tengah. Keberhasilan pasukan Salib itu bahkan mampu menciptakan pemerintahan Islam yang menjadi bonekanya pada masa pemerintahan Saljuq, yang kala itu memang tengah terbagi-bagi ke dalam kerajaan-kerajaan kecil. Kendati, pada perang Hiththin tahun 583/1187 pasukan Salib dapat dipukul mundur oleh pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi dan berhasil mengembalikan Baitul Maqdis dan sebagian wilayah Syam ke pangkuan Islam.

Sementara itu kekuasaan Islam di Afrika Utara (Maghribi) sedang berada dalam penindasan rezim Muwahhidun dan tidak peduli dengan nasib umat Islam yang mulai terpuruk. Namun pasukan Islam di Spanyol juga mulai mengalami tantangan berat dari pasukan Kristen, sehingga terkonsentrasi di wilayahnya. Dinasti Mamluk secara keseluruhan tengah berjuang keras mempertahankan Syiria, Palestina, Mesir, dan jazirah sekitarnya dari gempuran pasukan Salib. Sedangkan orang-orang Fathimiyah di Mesir kala itu juga mulai bersekutu dengan pejuang-pejuang Kristen dari Eropa itu (Qamaruddin Khan, 1983: 36). Kekuasaan dan kejayaan Islam seolah tengah menunggu keruntuhan.

Selain itu, Perang Salib kedua (649 H /1251 M) yang digelorakan Raja Perancis Louis IX pada tahun dan invasi pasukan Napoleon di Mesir pasca Revolusi Perancis tahun 1789 di wilayah Mesir dan Afrika, juga diikuti oleh kehadiran penjajah Inggris dan Belanda di sejumlah dunia muslim di Asia Barat, Selatan, dan Tenggara benar-benar kian menenggelamkan peradaban Islam dan umat Islam. Umat Islam sedunia, termasuk di jazirah Timur Tengah, tidak hanya mengalami kemunduran tetapi juga menjadi negeri-negeri taklukan atau jajahan sehingga benar-benar berada dalam kejatuhan dan kehancuran. Dalam situasi yang dikepung dari luar dan mengalami disintegrasi di dalam itulah maka peradaban Islam berada dalam krisis. Masa kejayaan telah sirna, kemudian datanglah era kemunduran dan kejatuhan peradaban Islam.

Namun sejarah memang tidak bersifat garis lurus. Di tengah kejatuhan peradaan Islam itu pula muncul spirit baru untuk bangkit kembali. Di era itulah muncul pemikir dan gerakan kebangkitan (pembaruan) Islam. Di zaman pertengahan lahir pemikir besar sekaligus menjadi inspirator pembaruan yakni Ibn Taimiyyah. Sedangkan di era modern abad ke-19 lahir mujadaid Jamaluddin Al-Afghani dan para pembaru lainnya hingga meluas ke Indonesia, antara lain dengan hadirnya pembaru dari Kauman yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan yang melahirkan Muhammadiyah.

 

Exit mobile version