YOGYAKARTA–Kerusakan, jumlah korban jiwa, serta banyaknya pengungsi yang mencari suaka ke negara-negara Eropa merupakan bukti dari kerugian yang dihasilkan oleh peperangan yang terjadi di negara-negara Islam. Para pengungsi meninggalkan Negara mereka untuk mencari perlindungan ke negara-negara minoritas Muslim yang dianggap lebih damai. Hal ini membuktikan bahwa sebagai Negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim masih melalaikan ajaran Islam di dalam Al-Qur’an yang telah menuntunkan tentang pentingnya perdamaian dan makna perdamaian bagi kemanusiaan. Sebaliknya, umat muslim cenderung tunduk kepada mereka yang memiliki kepentingan lain seperti memecah belah dan membuat mereka saling menyerang satu sama lain. Inilah yang diungkapkan oleh Tun Dr Mahathir Mohamad dalam pidato penganugerahan Gelar Kehormatan Honoris Causa (HC) dalam Kajian Global Peace and Islam (Perdamaian dan Islam) oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Kamis, (17/3).
“Kita harus berkaca kepada diri kita sendiri. Islam mengajarkan perdamaian, bahkan konotasi perdamaian telah ditunjukkan dari kata ‘Islam’ itu sendiri,” ungkapnya.
Tun Mahathir yang secara konsisten melakukan kampanye perdamaian dan kemanusiaan melalui pemikiran-pemikirannya ini, telah mengawali satu gerakan untuk menanamkan pemahaman bahwa perang adalah sebuah jinayat atau kejahatan, seperti halnya pembunuhan. Saat terjadi peperangan, tidak terhitung berapa jumlah manusia yang harus terbunuh. Ia pun menyayangkan bahwa saat ini perang menjadi langkah yang diambil untuk menyudahi konflik antar Negara.
“Kita harus menghentikan persepsi bahwa mereka yang lebih banyak membunuh akan memenangi peperangan, mereka banyak membuat kerusakan adalah yang benar,” lanjutnya.
Ia pun menekankan bahwa seruan akan menegakkan perdamaian adalah apa yang telah dituntunkan dalam ajaran Islam. Salah satu bukti bahwa Islam menyerukan manusia untuk menyebarkan perdamaian bahkan telah dimulai dari bentuk ucapan salam yang diucapkan kepada sesama. Hal ini membuktikan bagaimana Islam senantiasa mengajarkan manusia untuk mendedikasikan diri mereka kepada perdamaian. Komitmen kepada perdamaian dengan meninggalkan peperangan itu sendiri merupakan sebuah kunci dalam menciptakan stabilitas Negara serta kehidupan masyarakat yang aman dan jauh dari ketakutan serta ancaman. Karena Islam sendiri datang bukan hanya sebagai belief atau sebagai apa yang diyakini manusia, namun lebih dari itu sebagai ad-diin atau way of life.
“Adalah tugas kita untuk menyebarkan ajaran Islam ini kepada seluruh dunia, walaupun mereka tidak harus menjadi seorang muslim terlebih dahulu untuk mengikutinya. Seringkali kita selaku muslim menganggap bahwa kita telah mengikuti ajaran Islam, namun dalam praktiknya masih melalaikan ajaran Islam dengan memerangi sesama,” tambahnya.
Ia pun menggaris bawahi bahwa ketika peradaban manusia belum mengalami kemajuan, perang merupakan salah satu tindakan yang diambil dalam menyikapi perbedaan antara satu dengan lainnya. Di sisi lain, ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw 1400 tahun yang lalu telah berhasil membuat kabilah di komunitas masyarakat Arab yang saling bertikai untuk berhenti memerangi satu sama lain hingga akhirnya mencapai perdamaian. Bersamaan dengan tercapainya perdamaian itu pula, Ia menerangkan, bahwa mereka mulai mengembangkan diri untuk memanfaatkan kemampuan serta pengetahuan mereka dalam memajukan dan membangun negara dan menyebarkan ajaran Islam ke segala penjuru dunia. “Inilah yang diberikan oleh perdamaian untuk kita semua, tidak lain adalah kemajuan dan perkembangan,” imbuhnya.
Sebaliknya, ia menekankan dengan peperangan yang terus berlanjut di Negara-negara Timur Tengah saat ini tidak satupun kemajuan dan perkembangan yang mampu dirasakan. Ajaran Islam yang seringkali diabaikan inilah yang menyebabkan negara-negara Islam kini jauh dari kemajuan dan sebaliknya berada di bawah penindasan.
“Kita diajarkan untuk membaca dan mengikuti apa yang dituntunkan Islam dalam Al-Qur’an tanpa membatasi diri untuk menggali ilmu pengetahuan dari sumber-sumber lainnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa seharusnya kita mampu menciptakan sendiri apa yang kita butuhkan. Dengan mengakhiri peperangan, kita akan mampu mewujudkan stabilitas untuk memajukan Negara dan mempersiapkan sumberdaya manusia dengan pendidikan yang baik untuk menghadapi persaingan,”. (Th)