Oleh: Muhbib Abdul Wahab
Saat ini Indonesia tidak hanya dalam keadaan darurat miras dan narkoba, melainkan juga darurat kelainan seksual. Belakangan ini marak gerakan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Para pelaku dan pendukung gerakan ini mulai terang-terangan menunjukkan eksistensinya di ranah publik melalui pemberitaan media massa, media sosial, dan komunitas tertentu.
Kisah dalam Al-Qur’an tentang kaum Nabi Luth yang homoseksual itu memberikan pelajaran penting bagi umat manusia, bahwa perilaku menyukai sesama jenis itu dinilai sebagai perbuatan sangat keji (fahisyah).
Dalam tafsir al-Qurtubi, fahisyah itu dimaknai sebagai perbuatan keji (karena membunuh kelangsungan reproduksi manusia), sekaligus kotor dan menjijikkan. Selain itu, al-Qur’an juga menganggap perbuatan LBGT itu sebagai perbuatan melampaui batas, yaitu batas kewajaran (normal), batas kemanusiaan, bahkan batas teologis (melawan hukum Tuhan). Perhatikanlah firman Allah sebagai berikut:
“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, “Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu.” (Qs al-‘Ankabut [29]: 28)
“Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan.Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” (Qs al-’A`raf [7]: 81)
Penyakit LGBT perlu didekati dan dimaknai dalam konteks teologis (akidah). Mewabahnya LGBT itu, antara lain, karena terjadinya pendangkalan dan pengkaratan akidah. Sebagian manusia sudah mengalami defisit keimanan kepada Allah SwT yang telah menciptakan manusia dan menjadikannya berpasang-pasangan dengan berbeda jenis (Qs ar-Rum [30]: 21)
Pelaku dan pendukung LGBT tampaknya sudah menuhankan tuhan baru, yaitu syahwat dalam bentuk menyukai sesama jenis. Rasa suka dan cinta sesama jenis kemudian “dibuat indah” oleh setan dengan justifikasi bahwa perilaku LGBT itu bagian dari ekspresi dan kebebasan yang sesuai dengan HAM.
Lebih-lebih HAM sekuler dan liberal ala Barat yang tidak lagi dibatasi oleh norma hukum, susila, dan agama. Oleh karena itu, anak-anak dan generasi muda bangsa harus diberi pemahaman akidah tauhid yang benar, lurus, dan kuat, agar tidak mudah terpengaruh dan menjadi korban penyakit seksual yang sangat berbahaya itu.
Dengan kata lain, penangkal mewabahnya gerakan LBGT adalah akidah tauhid yang benar, lurus, dan kuat. Untuk itu, diperlukan penanaman, perawatan, peneguhan, dan pembentengan akidah anak-anak dan generasi muda dari berbagai paham, pemikiran, dan perilaku menyimpang, liberal, sekuler, dan permisif secara terprogram dan berkelanjutan.
Pelajaran akidah Islam di lembaga pendidikan Islam yang bersifat kognitif dan normatif perlu ditransformasi dan diaktualisasikan ke dalam ranah afektif dan psikomotorik. Pelajaran akidah tidak hanya ditekankan pada hafalan, tetapi yang lebih penting lagi adalah penghayatan, peresapan makna, dan pengejawantahan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya saja, Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang (Rahman Rahim).Sifat ini harus dimaknai anak didik kita tidak sebatas kasih sayang Allah itu dilimpahkan kepada semua makhluknya dalam bentuk pemberian rizki dan pemenuhan kebutuhan hidupnya, melainkan juga harus diwujudkan dalam bentuk mencintai pasangan yang berbeda jenis melalui lembaga pernikahan.
Jika Allah itu mengutuk dan bahkan pernah menurunkan azab kepada kaum Nabi Luth yang mengidap penyakit LGBT, maka anak-anak dan generasi muda bangsa perlu diberi informasi (kisah) dan pelajaran teologis dan moral agar mereka memiliki sikap anti-LGBT. Mereka perlu diyakinkan bahwa LGBT itu bukan pilihan hidup yang tepat, tetapi merupakan penyakit sosial yang membahayakan masa kini dan masa depan umat manusia. Dan, secara teologis, penyakit LGBT ini dapat mendekatkan para pelaku kepada murka dan azab Allah SwT. Oleh karena itu, orangtua, para guru, kiai, tokoh agama dan pimpinan Negara harus dapat memberi edukasi, informasi, dan advokasi yang benar dan cerdas bagi anak-anak dan generasi muda agar akidah mereka yang benar, lurus, dan kokoh itu dapat menjadi penangkal gerakan LGBT.
Sementara itu, anak-anak bangsa yang sudah terlanjur menjadi pelaku LGBT idealnya dapat diberi penyadaran dan penyuluhan yang efektif agar mereka kembali ke jalan yang benar dan normal.Para pelaku dan pendukung LGBT ini perlu disadarkan dan dipahamkan bahwa perilaku seksual abnormal mereka itu bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, melanggar HAM, dan prinsip akidah Islam yang benar.•
___________________
Muhbib Abdul Wahab, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah.