Oleh: Prof Dr Yunahar Ilyas, Lc, MA
Setelah tongkat menjadi ular, mukjizat kedua yang diperlihatkan kepada Musa adalah tangannya bisa berubah bercahaya setelah dimasukkan melalui rongga leher bajunya. Allah SwT berfirman:
”Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. Maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu untuk menghadapai Fir›aun dan pembesar-pembesarnya. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik,” (Qs Al-Qashash [28]: 32).
Tidak hanya bisa bercahaya, kedua tangan Musa jika didekapkan ke dada akan menghilangkan rasa takut. Bukankah tadi tatkala menyaksikan tongkatnya berubah menjadi ular yang bergerak dengan gesit Musa ketakutan. Maka diberi oleh Allah SwT mukjizat berikutnya yang bisa menghilangkan rasa takut itu. Di samping dua mukjizat ini Musa akan dibekali lagi dengan tujuh mukjizat lainnya untuk menghadapi Fir›aun dan para pembesarnya. Pada waktunya nanti tujuh mukjizat itu akan kita bicarakan.
Setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul di lembah suci Thuwa, Musa diberi tugas yang sangat berat tapi mulia yaitu membebaskan Bani Israil dari kezaliman Fir’aun. Oleh sebab itu Musa harus kembali ke Mesir dan menemui penguasa tirani yang mengaku sebagai tuhan itu. Allah SwT berfirman:
“Pergilah kepada Fir’aun; Sesungguhnya ia telah melampaui batas”. Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku. Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku. Teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. Supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha melihat (keadaan) kami”. Allah berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.” (Qs Thaha [20]: 24-36).
Musa tahu persis siapa itu Fir’aun, oleh sebab itu dia mohon kepada Allah SwT untuk dilapangkan dadanya, dimudahkan urusannya, dan dihilangkan hambatan yang ada pada lidahnya sehingga apa yang diucapkannya dapat mereka pahami. Doa ini kemudian sering dibaca seorang Muslim di awal pidato:
“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku.”
Musa dibesarkan di istana Fir’aun, sehingga sejak kecil dia berbahasa Mesir, bukan bahasa Ibrani bahasa yang dipakai oleh Bani Israil. Sementara Harun, kakaknya, yang lahir di tahun giliran tidak ada penyembelihan terhadap bayi-bayi laki-laki Bani Israil, tinggal dan besar bersama ibunya di lingkungan Bani Israil sehingga Harun tentu lebih fasih berbahasa Ibrani dibanding Musa. Supaya lebih mudah berkomunikasi dengan Bani Israil maka Musa meminta kepada Allah SwT agar didampingi oleh Harun sebagai wazir.
Dan juga agar mereka berdua bersaudara bisa bahu membahu dalam menghadapi Fir’aun dan para pembesarnya dalam tugas membebaskan Bani Israil dan memimpin mereka keluar dari bumi Mesir menuju negeri yang dijanjikan. Permohonan Musa dikabulkan Allah SwT. Harun diangkat oleh Allah SwT menjadi Nabi dengan tugas sebagai wazir. Dalam bahasa pemerintahan modern sekarang ini istilah wazir dipakai untuk jabatan menteri pembantu presiden dalam sistem presidensial atau pembantu perdana menteri dalam sistem parlementer.
Musa tidak meminta kepada Allah SwT agar Harun diangkat jadi Nabi, karena siapa yang akan diangkat jadi Nabi utusan Allah sepenuhnya merupakan hak prerogatif Allah SwT, bukan wilayah manusia termasuk Nabi sekalipun untuk ikut memintanya. Tetapi Allah SwT Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, tidak hanya mengangkat Harun jadi Wazirnya Musa tetapi juga menjadi Nabi sekaligus.
Setelah Musa dan keluarganya sampai di Mesir dan bergabung dengan Harun saudaranya yang sudah diangkat oleh Allah SwT menjadi Nabi dan sekaligus Wazir bagi Musa, maka mereka berdua diperintahkan untuk segera datang menemui Fir’aun mulai menjalankan misinya membebaskan Bani Israil. Allah SwT berfirman:
“Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku; Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Qs Thaha [20]: 42-44)
Dengan bekal beberapa mukjizat seperti tongkat bisa menjadi ular dan tangan bercahaya serta mukjizat-mukjizat lainnya yang akan diperlihatkan nanti Allah SwT memerintahkan dua Nabi bersaudara ini untuk segera menemui Fir’aun yang sudah melampai batas. Musa dan Harun diingatkan untuk selalu ingat kepada Allah SwT. Karena yang dihadapi adalah tirani yang sangat kejam dan zalim, maka Musa dan Harus menggunakan bahasa yang lemah lembut, mudah-mudahan Fir’aun masih bisa diingatkan. Bayangkan jika Musa dan Harun datang menemui Fir’aun dan menudingnya sebagai penguasa zalim yang telah memperbudak Bani Israil, lalu menuntut supaya Fir’aun membebaskan mereka, tentu saja Fir’aun akan murka dan memerintahkan para pengawalnya untuk menangkap Musa dan Harun, memenjarakan atau bahkan langsung membunuhnya. Apalagi Musa berstatus buronan yang sudah lama dicari-cari.
Merespon perintah Allah tersebut, secara jujur Musa dan Harun mengakui bahwa mereka khawatir Fir’aun akan menyiksa mereka berdua. Harun tahu persis bagaimana kebengisan Fir’aun yang mengaku dirinya tuhan tersebut. Apalagi Musa yang dibesarkan di istana, tahu persis reputasi kejahatan dan kekejaman Fir’aun. Secara manusiawi wajar mereka khawatir. Allah SwT berfirman:
“Berkatalah mereka berdua: ‘Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas’. Allah berfirman: ‘Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat’,” (Qs Thaha [20]: 45-46).
Allah SwT menenangkan hati kedua utusan-Nya itu dengan memberikan jaminan bahwa Dia akan selalu menyertai mereka berdua. Allah mendengar dan melihat. Inilah ma’iyyah khashah yang diberikan Allah SwT kepada Musa dan Harun. Ma’iyyah dalam arti dukungan penuh (ta’yid). Janji inilah yang menentramkan hati Musa dan Harun, menyebabkan mereka tidak lagi khawatir dan percaya diri menghadapi Fir’aun. Mereka berdua yakin Allah SwT tidak akan membiarkan mereka berdua disiksa Fir’aun, Allah pasti menolong.
Setelah menghilangkan kekhawatiran pada diri Musa dan Harun, Allah SwT melanjutkan perintah-Nya. Allah SwT berfirman:
”Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan katakanlah: ‘Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.” (Qs Thaha [20]: 47-48).• (Bersambung)