Jakarta– Jika pemerintah mau menunaikan kewajiban konstitusinya (pasal 28J ayat (4) UUD 1945 jo pasal 8 UU 39 tahun 1999 tentang HAM), Indonesia tentu bisa menyelesaikan banyak kasus pelanggaran HAM tanpa bermimpi mengundang pihak asing. Peryataan ini disampaikan Maneger Nasution Komisioner Komnas HAM pada siaran pers di Jakarta (17/3).
Peryataan tersebut dikeluarkannya karena banyak pertanyaan masyarakat yang masuk ke Komnas HAM terkait kebenaran informasi tentang diberitakanya Komnas HAM yang meminta pihak asing ungkap kasus pelanggaran HAM. “Maka dikeluarkanya penyatann ini, semata-mata sebagai pertanggungjawaban teologis, ideologis, akademis, dan publik”, kata Nasution.
Dari perspektif HAM, lanjut Nasution, ada 4 prasyarat elementer berkaitan dengan permintaan Negara Pihak kepada pihak asing untuk ikut menyelesaikan persoalan hukum domestik sebuah Negara Pihak. Yaitu ketika Negara Pihak itu menjadi negara gagal, mengancam kawasan, sistem peradilan dan sistem hukum nasional Negara Pihak tidak berfungsi, dan tidak ada kemauan politik Negara Pihak.
Sebetulnya, papar Nasution, Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan terhadap 11 kasus dugaan pelanggaran HAM yang berat pada masa lalu. Dari 11 kasus itu, 10 kasus di antaranya, Komnas HAM sudah melimpahkannya ke Kejaksaan Agung RI sebagai Penyidik. Melalui pengadilan HAM, 3 kasus sudah diadili, yaitu kasus Tanjung Priuk, Abepura, dan Timtim.
Dengan demikian, terusnya, Indonesia sebenarnya sudah mempunyai pengalaman menyelesaikan sekira 33,33 persen dari 10 kasus domestik yang diselidiki Komnas HAM. Untuk menyelesaikan sisanya, Komnas HAM sudah menempuh berbagai cara yang tentunya sesuai dengan unadng-undang. “Sekarang tinggal pemerintah saja, mau mengambil inisiatif dan tanggung jawab atau tidak?”, tandas Nasution. (gsh)