Yogyakarta– Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hajriyanto Y Thohari menyatakan bahwa agama Islam merupakan agama yang sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal. Risalah kenabian nabi Muhammad itu sesungguhnya adalah pembangunan manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Substansi kemanusiaan itu mengejawantah dalam bentuk akhlak sebagai karakter dan jati diri setiap manusia.
Pesan ini dinyatakan di hadapan ratusan mahasiswa dan para dosen prodi Perbandingan Agama ketika didaulat untuk menjadi pembicara dalam kuliah umum di almamaternya, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Kamis pagi (24/03/2016). Mantan wakil ketua MPR-RI ini menyampaikan materi yang bertema “Agama dan Kemanusiaan Kontemporer”.
Ia pun menyampaikan bahwa sebelum humanisme Barat tumbuh pada sekitar abad ke-18, Islam sesungguhnya adalah agama yang mengusung humanisme. Praktik tradisional Muhammad, misalnya adalah pemihakan pada prinsip dan nilai etika universal: spritualisasi (tauhid/transendensi), transformasi, dan liberasi. “Nabi mengajak manusia untuk mengenal dirinya sebagai hamba Tuhan, melakukan perubahan sosial dari buruk menjadi baik, dan juga membebaskan manusia dari anasir-anasir anti kemanusiaan. Pada masa Nabi, misalnya, membebaskan dan memerdekakan budak menjadi salah satu diktum dan praktikum peradilan Islam,” ujarnya.
Menurutnya, antara agama dan kemanusiaan tidak bisa dipisahkan. Islam menuntut umatnya untuk proaktif pada persoalan manusia. Dakwah dalam Islam pada hakikatnya adalah penyebaran nilai-nilai etika Islam, berupa kemanusiaan. Islam sebagai agama menuntut keimanan seseorang dilengkapi dengan rasa keikhlasan. “Iman, Islam, dan Ikhsan adalah segitiga inti dan paling pokok dalam Islam. Hasilnya adalah tuah keberagaman yang rahmatan bagi alam.”
Agama harusnya menjadi solusi bagi problem yang ada. Agama Islam harus terus dibunyikan untuk berdialektika dengan zaman. Ajaran agama yang hanya diterjemahkan dan diwujudkan dalam praktik ibadah mahdlah saja, bukan pada amal ibadah yang memacu perubahan sosial dan kesejahteraan, akan menjadikan agama tidak mampu untuk menyelesaikan problem kemanusiaan. Bahkan agama akan dituduh sebagai pemicu masalah (part of problem) itu sendiri, karena agama mengalami regresi fungsi dan vitalitasnya.
Di bagian lain, ketua jurusan Perbandingan Agama yang juga anggota Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Ahmad Muttaqin, Ph.D menyatakan bahwa alumni dari jurusan yang kurang diminati ini ternyata memperoleh banyak kesempatan di berbagai posisi strategis. “Alumni Perbandingan Agama menjadi manusia yang seutuhnya, seperti pak Hajriyanto Y. Thohari ini,” katanya. (Ribas)