Oleh: David Efendi
Muhammadiyah jelas telah dicatat sejarah telah bekerja keras membangun bangsa melalui pendidikan, kesehatan, sosial, Dan juga ekonomi. Jargon “Kerja, Kerja, Kerja” atau nawacita yang digaungkan oleh Jokowi dengan spirit trisakti telah diamalkan secara baik di Muhammadiyah. Jadi Muhammadiyah dan pemerintah telah menemukan irisan yang sempurna untuk melanjutkan kerja kerja peradaban mulia untuk membangkitkan kejayaan.
Muhammadiyah dulu dan Sekarang masih banyak kesamaan. Kesamaan itu adalah Nalar berkemajuan. Di bawah kepemimpinan Haedar Nashir juga memperlihatkan praktik berkemajuan ini: sedikit bicara, banyak bekerja. Ini adalah mantra yang populer di Muhammadiyah sejak awal kelahirannya. Momentum hari ini adalah kesempatan bersama membangkitkan etos dan budaya Kerja yang kemudian disebut sebagai “politik Kerja” oleh Pimpinan Muhammadiyah. Sebuah term yang sangat cerdas – berkemajuan.
Ketika “sesajen” pemberian kartu Anggota istimewa NU Kepada Presiden Jokowi ramai diperbincangkan media. Termasuk di banyak group social media Angkatan muda Muhammadiyah, Rombongan PP Muhammadiyah menemui Presiden pada Jumat 1 April untuk menyampaikan pandangan dan hasil kerja nyata Muhammadiyah untuk bangsa. Dimensi kemajuan sangat terlihat perbedaannya dalam langkah Muhammadiyah ini, antara yang artificial dan subtansial.
Ada salah satu komentar di social media, “Jangan kuwatir, dulu Presiden Sukarno mendapat bintang penghargaan dari Muhammadiyah alias sebagai anggota istimewa. Lalu tentang apa dan bagaimana pernyataan Sukarno, termasuk jika ia mati….sejarah sudah menulisnya.”
PP Muhammadiyah punya cara yang elegan untuk “mengobati” kegalauan warganya yang resah dengan kesan berjaraknya Negara dengan Muhammadiyah yaitu dengan menemui presiden bersama agenda pertemuan yang sangat strategis baik untuk persyarikatan Muhammadiyah atau untuk kepentingan bangsa yang lebih luas.
Di beberapa media santer dikatakan pertemuan Antara Muhammadiyah dan Jokowi telah membicarakan beberapa hal penting terkait bangsa. Terutama, agenda Kerja Muhammadiyah ke depan.
Disimpulkan, bahwa visi kerja Jokowi memiliki kesamaaan dengan Muhammadiyah yaitu budaya kerjanya. Sangat powerful apa yang dikatakan Haedar Nashir sebagai Pimpinan Muhammadiyah kepada presiden bahwa, “Indonesia sudah saatnya mengedepankan politik kerja dari pada bicara.” Beberapa elit Muhammadiyah juga ada yang mengatakan bahwa di Muhammadiyah harus banyak bicara juga banyak Kerja. Ada keseimbangan atau sembada.
Menurut Muhammadiyah, Politik kerja menciptakan bangsa ini menjadi bangsa optimistis, produktif, dan sadar akan potensinya. Ini sangatlah perlu di tengah lesunya ekonomi di republik ini.
Haedar menegaskan, politik kerja juga menjadi kunci pendorong masyarakat bekerja sistematis. Butuh perubahan persepsi pada saat ini.
Memamg banyak langkah Kerja nyata pengembangan UMKM yang dijalankan Muhammadiyah harus diapresiasi negara. Pemerintah dapat menekankan kebijakan pemerintah melalui pengembangan berbagai infrastruktur dan Muhammadiyah bergerak mengisi aktifitas ekonomi adalah Bentuk sinergi ikhtiar memobilisasi potensi ekonomi agar bangsa menjadi mandiri.
Keberadaan Muhammadiyah telah memberikan warna bahwa Islam Indonesia tak hanya menjadi barometer kemajuan Islam moderat, tolerat, tapi juga Islam yang membawa kemajuan.
Presiden menyatakan dukungan kuat pada kegiatan Muhammadiyah dalam rangka memeringati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei mendatang dimana Salah satunya adalah Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan. Presiden akan menandatangani berbagai prasasti dari karya terbaik Muhammadiyah dan juga universitas pertama yang dibangun oleh gerakan perempuan Muhammadiyah.
Semoga kiprah Muhammadiyah terus menguat untuk melanjutkan nalar kemajuan Muhammadiyah. Jika dulu Muhammadiyah lebih memilih politik garam dari pada politik gincu, kini Muhammadiyah lebih mantab memilih politik kerja ketimbang politik bicara. Maka satu kata, jayalah bangsa!