Assalamu’alaikum wr wb.
Bu Emmy yth, saya ibu dari dua orang anak, sudah menikah selama 15 tahun. Hidup kami bahagia dan hidup berkecukupan. Saya lulusan sarjana dari luar negeri dan suami dari perguruan tinggi di kota kami. Kami bisa berkembang bareng, saya punya biro sendiri dan suami PNS.
Dalam banyak hal termasuk untuk “bercinta” biasanya saya yang punya inisiatif lebih dulu. Suatu ketika, saya dapat sms untuk datang ke sebuah taman yang tidak jauh dari rumah. Saya ke tempat yang ditunjukkan dan memergoki suami sedang bercumbu di balik pohon besar dengan seorang perempuan sederhana. Hari itu ia tidak pulang selama 2 hari. Sewaktu dia pulang saya kira saya akan marah, ternyata tidak. Saya kira suami butuh bantuan. Di malam itu kami membahas perilaku suami.
Suami bilang, ia selingkuh tidak hanya dengan satu perempuan. Ia memilih perempuan yang wajah, status sosial dan pendidikannya jauh di bawah saya. Dia tidak ingin hubungan permanen dan merasa perkasa ketika meninggalkan selingkuhannya.
Bu, saya tidak ingin bercerai dengan suami, ia suami yang penuh perhatian pada keluarga. Kami selalu shalat maghrib dan isya’ berjamaah. Sepeninggal ayah, suami yang memimpin pengajian, tapi ia juga tidak berhenti selingkuh. Katanya, sayalah sumber masalahnya karena ia minder pada saya. Bagi saya ini alasan yang tidak logis dan egois, siapa yang melanggar komitmen? Tapi saya mencoba memahaminya. Tolong tunjukkan kesalahan saya agar saya bisa mengubahnya. Sakit hati akan saya kesampingkan, yang penting adalah mempertahankan perkawinan ini. Atas jawabannya jazakumullah.
Wassalamu’alaikum wr wb.
AS, di kota X
Wa’alaikumsalam wr wb.
Ibu AS yth, saya kira suami Anda tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan, sebenarnya ingin “mengalahkan” Anda. Karena, dalam realita berumah tangga Anda yang memegang kendali. Maka, kebutuhan menjadi nomor satu di rumah tidak terpenuhi. Saya menduga sejak awal perkawinan ia mempunyai kebutuhan untuk memiliki perempuan yang lebih dominan untuk menutup rasa minder yang dimilikinya. Karena itulah ia bertahan tidak mau meninggalkan Anda.
Di sisi lain, orangtuanya dulu hanya memperhatikan ritual ibadahnya, tapi kurang menanamkan nilai positif yang mendukung kehidupan bermartabat melalui penghayatan religiusnya, bagaimana menerapkan kaidah agama dalam kehidupan sehari-hari.
Bila suami tidak minder pada ibu, ia tinggal bicara apa yang membuatnya tidak nyaman. Karena minder, ia tidak bicara tapi malah mengencani perempuan lain yang “level”nya di bawah Anda. Dalam alam bawah sadarnya, menyakiti istri adalah analogi mendapat kemenangan dan superioritas. Maka, saat perempuan-perempuan itu minta ikatan, ia meninggalkannya dan yang ia rasakan sensasi rasa ketika membayangkan bahwa perempuan itu adalah Anda.
Suami memang butuh bantuan, terutama dalam meningkatkan rasa percaya diri dengan memberi porsi yang lebih besar dalam pembuatan keputusan rumah tangga, lebih sering minta pendapatnya dan ketika ia bicara, simaklah dengan penuh perhatian. Selain itu, ia juga butuh perasaan bahwa ia adalah sosok yang berharga di mata Anda. Beruntung, Anda punya ketetapan hati untuk tetap mempertahankan perkawinan dan mengakui bahwa ia adalah ayah yang baik.
Selanjutnya, pelihara dan tingkatkan komunikasi dengan suami. Bahwa, Anda berdua bisa bicara tentang segala macam hal. Anda berdua akan terbiasa mengemukakan perasaan tidak nyaman dengan spirit mencari solusi dan bukan saling menyalahkan.
Yang terpenting, ajak suami mempelajari penghayatan terhadap agama sehingga benar-benar bisa membuat suami bukan hanya beragama secara ritual. Tapi, menjadikan agama sebagai pegangan hidup dan meluruskan kehidupannya pada jalan yang disukai Allah. Buatlah nilal-nilai kehidupan utama untuk dijadikan sebagai rambu kehidupan. Ajari suami untuk peka terhadap rasa takut pada Allah, malu melakukan hal buruk seperti selingkuh dan minta ia jadi “role model” bagi anak-anaknya.
Banyak ya, tapi dengan niat baik dan hati lurus insyaAllah akan dimudahkan dalam menggapai cita-cita mulia mempertahankan keluarga. Amiin.•
***) Emmy Wahyuni, Spsi (Seorang pakar psikologi)