JAKARTA,- Himbunan Polisi lewat Karopenamas Divhumas Polri Brigjen agar masyarakat jangan sampai membuat opini, sebagaimana dimuat dalam sebuah Harian Ibu Kota, menurut Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar Simanjuntak justru dari keterangan yang diberikan kelihatan Brigjen Agus atas Nama kepolisian beropini tidak didasari pemahaman hukum yang baik
Ada tiga poin yang dinyatakan oleh Brigjen Agus Rianto dalam harian tersebut: “Pertama. Polri telah melaksanakan autopsi dan hasilnya menunjukkan Siyono meninggal Karena Luka akibat benturan di Kepala.
“Kedua. Brigjen Agus menyebutkan Bahwa Luka itu Timbul Karena Siyono melakukan perlawanan terhadap anggota Densus 88 saat didalam mobil”. “Ketiga. selama ini Polri sudah melaksanakan penanganan Siyono sesuai Prosesur hukum, tidak Ada yang ditutup-tutupi. Polri sudah menjelaskan semua. jadi, Masyarakat jangan sampai membuat-buat Opini.”
Menurut Dahnil ada yang perlu dikoreksi dari pernyataan polisi tersebut: Pertama. Menurut 9 Dokter Tim Forensik Muhammadiyah dan 1 Dokter Forensik yg diutus Polda. Kondisi Jenazah menunjukkan Bahwa Jenazah Siyono belum pernah dilakukan otopsi sama sekali. Jadi, fakta ilmiah outopsi menunjukkan tdk Ada tanda-tanda Jenazah pernah dilakukan otopsi (Seperti dijelaskan Dokter Gatot, Ketua Tim Forensik yg juga didampingi Dokter forensik dari Polda pada saat konpress didepan Rumah bu Suratmi setelah proses otopsi selesai). Kami tidak paham otopsi macam apa yang dilakukan Polisi Versi Brigjen agus, yang menyatakan Bahwa kematian Siyono disebabkan Karena benturan dikepala. Padahal, 9 Tim Forensik Muhammadiyah ditambah 1 orang Dokter dari Polri, menemukan patah Tulang dibeberapa bagian tubuh Seperti dada dan bagian lain yang diakibatkan benda tumpul, tapi Karena tingginya Etika dan profesionalitas ketika ditanya wartawan Apakah itu penyebab kematian Siyono, Dokter Gatot menyatakan belum kami simpulkan menunggu Uji Mikroskopis atau Uji Lab, dan Akan disampaikan nanti setelah Uji lab.
Kedua. Berkaitan Bahwa Luka diperoleh Karena Siyono melakukan perlawanan, Dokter Forensik Muhammadiyah telah menemukan faktanya, dan Akan menyampaikan secara lengkap setelah Uji Laboratorium.
Ketiga. Justru dari keterangan diatas kelihatan Brigjen Agus atas Nama kepolisian yang beropini tidak didasari pemahaman hukum yang baik, merujuk kepada keterangan Siane Indriani, Anggota Komnas HAM ketika kami berdebat dengan Kapolres dilokasi TKP, Komnas HAM yang meminta Muhammadiyah Untuk membantu mengungkap fakta ini punya hak penyelidikan,(UU 39/99 pasal 89 ayat 3 Untuk melaksanakan fungsi komnas ham dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 komnas ham bertugas dan berwenang melakukan butir (b) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.),
artinya sampai pada proses pencairan fakta melalui otopsi, nah apa yang dilakukan Muhammadiyah melalui outopsi atas permintaan Komnas HAM bukan opini tetapi berusaha menemukan fakta melalui Usaha ilmiah, justru Polri yang berusaha membangun opini Tanpa dasar pijakan ilmiah Seperti bisa menyebut kematian Siyono akibat benturan dikepala Padahal fakta ilmiah menunjukkan tdk pernah Ada otopsi sebelumnya Seperti yang disampaikan Dokter Gatot yang tidak dibantah oleh Dokter forensik dari Polri sendiri.
“Mari kita Bantu Polisi menjadi lebih Profesional dan menghargai hukum dan melindungi hak hidup warga negaranya siapa pun Mereka. Ini saatnya kita Bantu Polisi berubah menjadi lebih baik melalui membantu Bu Suratmi istri Almarhum Siyono mencari keadilan,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak (le)