Profesi pemulung selama ini masih dianggap negatif dan kerap dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat. Selain karena sehari-harinya mereka bergelut dengan sampah, merekapun cenderung termarginalkan secara sosial. Padahal, kontribusi yang diberikan oleh pemulung dalam pengurangan volume sampah ini dinilai mampu memberikan dampak signifikan bagi lingkungan.
Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah pun menilai bahwa pemulung dapat dikategorikan sebagai ‘Pahlawan Lingkungan’ dan perlu adanya upaya lebih lanjut untuk merubah pandangan negatif yang melekat pada profesi pemulung. Oleh karena itu, MPM pun berinisiatif untuk lakukan pendampingan kepada komunitas pemulung yang terletak di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Piyungan, dusun Ngablak, desa Stimulyo, Kecamatan Piyungan, Bantul, Yogyakarta.
Program pemberdayaan ini diawali dengan meresmikan kelompok dampingan MPM ‘Makaryo Adi Ngayojokarto’ atau ‘Mardiko’ oleh Ketua PP Muhammadiyah dr. Agus Taufiqurrahman yang terangkum dalam acara ‘Sambung Rasa Pahlawan Lingkungan Yogyakarta’ di Mushalla Baitussalam, Komplek TPS Piyungan, Ahad (10/4).
“Pemulung itu pahlawan Lingkungan. Kepedulian terhadap kaum termarginalkan akan terus menjadi prioritas Muhammadiyah,” ungkap Ketua MPM Dr M Nurul Yamin. Melaui MPM, Muhammadiyah ingin mengangkat harkat dan martabat profesi pemulung karena selama ini sering dianggap negatif. Program pemberdayaan yang akan dilakukan pun tidak hanya mencakup 2 aspek yaitu secara sosial dan ekonomi saja. Melainkan juga meliputi kesehatan dan pendidikan. “Mereka yang berada di pinggiran dan jauh dari kota ini, tidak hanya termarginalkan dari sisi sosial dan ekonomi. Namun, kita juga perlu memberikan perhatian kepada kesehatan serta pendidikan mereka,” ungkapnya.
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Sekertariat Bersama Yogyakarta, Sleman, Bantu, (Sekber Kartamantul), pengurangan volume sampah yang ada di TPS Piyungan ini bisa berkurang hingga 4800 ton per tahunnya karena keberadaan pemulung setempat. “Bayangkan jika tidak ada pemulung, berapa banyak sampah yang akan menumpuk. Maka karena itu, tidak salah jika profesi pemulung dikatakan sebagai profesi mulia,” tegasnya.
Sebelum melakukan pendampingan kepada kelompok ini, MPM terlebih dahulu telah melakukan assessment dengan mengadakan kegiatan ‘Brainstorming dan Pemetaan Potensi Pemberdayaan Pahlawan Lingkungan Yogyakarta’ di TPS Piyungan (24/3). Kegiatan ini pun turut melibatkan sejumlah pihak antara lain Balai PISAM DIY, Badan Lingkungan Hidup DIY, Dinas Kesehatan DIY, Sekber Kartamantul, serta perwakilan dari Paguyuban Pahlawan Lingkungan TPS Piyungan.
Ia pun menambahkan bahwa program pemberdayaan kelompok pemulung ini nantinya akan dijadikan model secara nasional untuk juga bisa diterapkan di wilayah-wilayah yang akan dijadikan sasaran pemberdayaan MPM selanjutnya. Hal ini dikarenakan persoalan yang dihadapi pemulung tidak hanya ada di daerah pinggiran, namun juga di berbagai kota-kota besar di tanah air. “Nantinya, program pemberdayaan yang kita lakukan di sini juga akan kita jadikan model untuk diterapkan secara nasional. Problem ini banyak dihadapi di kota-kota lain,” imbuhnya.
Yamin pun mengharapkan bahwa upaya yang dilakukan Muhammadiyah beserta segenap mitra dari pemerintah ataupun swasta yang digandengnya mampu menjadikan komunitas dampingan ‘Mardiko’ ini menjadi komunitas yang mandiri serta memiliki keberdayaan yang kuat ke depannya. (Th)