Haedar Nashir; Era Komunitas Menjadi Kekuatan Baru Civil Society

Yogyakarta-Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyatakan bahwa keberadaan komunitas menjadi kekuatan baru dari masyarakat Indonesia. Lahir sebagai salah satu bagian tak terpisahkan dari ciri masyarakat modern, keberadaan komunitas diharapkan mampu memberikan kekuatan dan menjadi penyeimbang terhadap kebijakan pemerintah. Hal itu dikatakan Haedar Nashir dalam acara launching toko online binaan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, pada Ahad (17/4).

“Bagi Indonesia, bangkitnya civil society merupakan hal positif. Kekuatan politik dan ekonomi neoliberal banyak memarjinalkan komunitas-komunitas kecil. Para masyarakat tertentu akhirnya terpinggirkan oleh sebab kepentingan sektoral dan ego kelompok serta ketidakpedulian pada sesama. Kita bangkitkan kembali komunitas sebagai bagian dari civil society sehinga menjadi sebuah kekuatan. Muhammadiyah ingin berbagi dan mengambil peran ini,” ujar ketua umum PP Muhammadiyah.

Menurutnya, Muhammadiyah yang mendasarkan geraknya pada spirit al-maun merupakan sebuah kekuatan masyarakat itu sendiri, yang berusaha membebaskan dan memberdayakan masyarakat. “Setelah diberdayakan, harapannya mereka menjadi mandiri. Tidak hanya menjadi mandiri tapi juga mampu untuk berbagi kemandirian dengan semua,” kata dosen UMY ini.

Haedar Nashir juga menyatakan bahwa bahwa sudah menjadi komitmen dari Muhammadiyah untuk melayani siapapun. Hal ini diwujudkan dengan aksi nyata. Di Yogyakarta sendiri, saat ini MPM PP Muhammadiyah memiliki 14 kelompok dampingan. Di antaranya terdiri dari komunitas IKM, kelompok difabel, paguyuban pedagang asongan, pengemudi becak, hingga pemulung. Dikatakannya, “Muhammadiyah selalu mencari kawan melalui komunitas-komunitas, di kota dan di pedesaan. Termasuk dengan mereka yang berbeda agama.”

Sementara itu, ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), Muhammad Nurul Yamin mengamini bahwa Muhammadiyah akan terus melakukan pemberdayaan berbasis komunitas-komunitas. “Saat ini ada empat belas kelompok dampingan yang dijadikan sebagai model. Di luar itu masih banyak komunitas-komunitas lain yang diberdayakan, hingga ke suku Kokoda di Papua,” ujarnya. (Ribas)

Exit mobile version