Hedar Nashir; Pemahaman Agama yang Instan Sumber Bencana Kemanusiaan

Hedar Nashir; Pemahaman Agama yang Instan Sumber Bencana Kemanusiaan

Yogyakarta- Pemahaman terhadap agama yang instan rawan menimbulkan kekerasan, intoleransi, dan penyimpangan nilai-nilai kemanusiaan. Pendapat ini disampaikan Dr Haedar Nashir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Konferensi Pers maklumat Muhammadiyah terkait penetapan Ramadhan di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (18/4).

Menurutnya, sebagian besar mubaligh, khusunya yang orientasinya hiburan (entertaiment), lebih banyak menawarkan nilai-nilai agama yang instan. Hal itu sama saja para mubaligh tersebut melakukan pendangkalan nilai. “Seolah agama terlihat seperti kembang api, bercahaya tapi tidak memberikan pencerahan,” ucap Haedar.

Dari pendangkalan nilai itu, munculah fenomena gegar budaya dan kemanusiaan baik lokal maupun universal. Salah satunya adalah fenomena orang cenderung melakukan tindakan melenyapkan nyawa orang lain dengan mudah. Contoh saja kasus multilasi perempuan hamil, kematian Siyono, dan benturan arak-arakan di Jogja yang menewaskan satu orang. “Semua tragedi kemanusiaan itu lahir akibat pendangkalan nilai, yang kemudian prilaku baik tidak baik dan patut tidak patut menjadi hilang,” sambung Haedar.

Bahkan, Haedar menambahkan, pelaku tragedi kemanusiaan itu tidak mengalami goncangan batin ketika harus melenyapkan nyawa orang lain.

Akibat lain dari pendangkalan itu, terusnya, orang cenderung menjadikan agama sebagai alat komodifikasi, alat komoditas untuk kepentingan politik dan kekuasaan. Maka tak jarang atas nama agama ketika seseorang memperoleh kekuasaan, agama nyaris tidak dijadikan sumber nilai. Prinsipnya adalah Aji Mumpung demi kepentingan kelompok dan pribadi, serta cenderung menyingkirkan kelompok lain.

Sekarang, melalui hadirnya Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah, sudah saatnya umat, aktivis, dan tokoh agama kembali memahami nilai-nilai dasar yang paling dalam dari agama. Sehingga agama bisa menjadi pusat orientasi prilaku. “Saya yakin kalau ini yang akan menjadi arus utama dalam berislam kedepan, maka bangsa ini akan terbimbing untuk menjadi bangsa yang religius, kritis, serta menjadikan masyarakat memiliki spiritual yang matang,” kata Haedar. (gsh)

Exit mobile version