Malang–Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf mengatakan Muhammadiyah harus masuk ke seluruh instrumen pengambilan keputusan di negeri ini. “Mulai DPR, pemerintah baik pusat, kabupaten, provinsi harus disentuh oleh Muhammadiyah,” ujar Gus Ipul, sapaan akrab Syaifullah Yusuf saat menjadi keynote speaker di Rapat Kerja Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur (Jatim) yang berlangsung hingga Ahad, (17/4). Selain Gus Ipul, hadir pula Ketua PWM Jatim, Ketua PWM Jatim, Dr Saad Ibrahim, MA dan Ketua LHKP PWM Jatim.
Menurut Gus Ipul, masuknya Muhammadiyah di berbagai elemen pengambilan keputusan ini agar kebijakan yang dihasilkan masih sejalan dengan visi dan misi Muhammadiyah untuk umat. “Dulu golongan punya wakil di legislatif, namun saat ini sudah tidak ada. Ormas (Organisasi Masyarakat) seperti Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama) harus mulai menyisipkan kader-kadernya melalui partai politik atau organisasi sayap politik masing-masing,” katanya di hadapan seluruh elemen LHKP dan perwakilan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se Jawa Timur di Hall Ahmad Dahlan, Hotel UMM Inn, Sabtu (16/4).
Dalam penjelasannya lebih lanjut, Indonesia saat ini menghadapi tiga masalah. Pertama, menurut Gus Ipul, adalah persoalan rasio gini. Indonesia, kata Jusuf Kalla (JK) yang dikutip Gus Ipul pernah menyentuh angka 0,43. “Arab spring ditandai dengan 0,45. Kata Pak JK, bangsa ini sudah lampu kuning. Jika tidak segera diantisipasi, bisa terjadi ledakan yang luar biasa,” tuturnya.
Kedua, adalah persoalan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurutnya, dari sisi ketenagakerjaan, 65 persen diantaranya adalah orang-orang yang bersekolah selama tujuh tahun. “Artinya, mereka sempat lulus SD, namun tidak lulus SMP,” ungkap Gus Ipul.
Ketiga, yaitu persoalan regulasi. Kata Gus Ipul, masih banyak undang-undang yang bertabrakan satu dengan lainnya. Untuk itulah, Presiden Jokowi mengisyaratkan untuk menyederhanakan regulasi yang ada di negeri ini. “Terkadang juga sudah ada undang-undangnya, tapi belum ada perpres (Peraturan Presiden) atau perda (Peraturan Daerah) nya. Terkadang juga sebaliknya,” katanya.
Meski demikian, Gus Ipul mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Muhammadiyah. Melalui amal-amal usahanya, mencoba mengurangi kesenjangan yang terjadi di negeri ini. “Sama dengan lembaga pendidikannya. Dengan banyaknya sekolah yang dibangun oleh Muhammadiyah, sudah cukup membuktikan bahwa Muhammadiyah betul-betul berfokus membantu peningkatan SDM negeri ini,” ujarnya.
Ia juga mengungkap kekagumannya dengan UMM yang tetap menjaga kualitas pendidikannya, sembari membangun beberapa amal usaha lain seperti rumah sakit, hotel, bengkel, hingga yang terbaru sebuah taman rekreasi yang sekarang bernama Taman Sengkaling UMM. “Inilah yang menjadi kekuatan umat dan kekuatan bangsa ini untuk menghadapi tantangan globalisasi serta liberalisasi yang mulai merambah seluruh aspek kehidupan kita,” katanya.
Sementara Saad Ibrahim dalam sambutan pembukaannya mengatakan, meski Indonesia merupakan negara hukum, namun agama tetap dapat menjadi rujukan dalam pembuatan kebijakan. “Kita tahu bahwa sumber hukum negara kita adalah Pancasila. Tapi banyak orang lupa bahwa sila pertama kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa yang bermakna adalah agama. Jadi agama juga tidak bisa dilepaskan dari kehidupan berbangsa dan bernegara kita,” kata Saad.
Ia menambahkan, hal itulah yang mendasari Muhammadiyah melakukan Jihad Konstitusi hingga pergi ke Jakarta menemui Mahkamah Konstitusi (MK). “Setelah berkonsultasi dengan MK, ternyata yang berwenang adalah MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Sewaktu-waktu kita akan mengundang pimpinan MPR untuk membahas hal ini,” ujarnya. (Humas UMM)