Terkait Tragedi 1965, Syafii Maarif; Kita Harus Berdamai dengan Masa Lampau

Terkait Tragedi 1965, Syafii Maarif; Kita Harus Berdamai dengan Masa Lampau

JAKARTA–Guru bangsa, Ahmad Syafii Maarif menyatakan supaya segenap bangsa Indonesia bisa berdamai dan menyelesaikan tragedi masa lampau yang menimpa bangsa Indonesia. Hal itu dia katakan saat mengikuti acara Simposium Nasional yang mengusung tema “Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan” di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, pada Senin (18/4) lalu.

Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 melalui Pendekatan Sejarah digelar di Hotel Aryaduta, Jakarta. Simposium yang digagas Forum Silaturahmi Anak Bangsa ini berlangsung atas dukungan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan. Simposium yang digelar dua hari, Senin dan Selasa 18-19 April, ini mencoba mempertemukan korban tragedi 1965, para sejarawan, mantan jenderal TNI, dan sejumlah tokoh lembaga yang berada di pusaran peristiwa berdarah tersebut.

Lumrah diketahui, dalam perjalanan bangsa Indonesia, pernah mengalami masa kelam. Tepatnya setengah abad yang lalu, sering dikenal dengan nama tragedi 1965, yang membawa dampak perpecahan. Melalui simposium ini, pemerintah berharap konflik dapat diurai dan trauma masa lalu bisa dipulihkan. Setidaknya, peristiwa 1965 dapat diletakkan dengan benar dalam perspektif sejarah.

Buya Syafii Maarif didaulat menyampaikan pandangannya dealam simposium nasional tersebut menyatakan bahwa semua pihak harus bersedia berbesar hati untuk menyelesaikan sejarah kelam bangsa Indonesia ini.

“Kita harus berdamai dengan masa lampau. Saya ingin bangsa ini berterus terang, katakan benar kalau itu benar, kalau salah katakan salah. Ini persoalan yang harus diselesaikan dengan  hati yang besar dan jiwa yang besar,” ujarnya.

Di mata Buya, bangsa Indonesia harus bisa memposisikan masa lalu sebagai pembelajaran sejarah dan menatap masa depan bangsa yang lebih cerah. Meskipun banyak luka maupun ketidakadilan di masa lalu, tetap harus berdamai. “Kalau kita tetap menanggung beban ini, bangsa ini akan tidak jelas masa depannya,” papar Buya.

Menurut dia, kesalahan-kesalahan yang ada terdahulu harus diperbaiki. Pengusutan kasus juga harus dituntaskan. Namun, saat ditanya apakah pemerintah perlu minta maaf, Buya hanya menjawab singkat, “Tanya kepada negara,” kata Buya Syafii

Sementara, pada kesempatan yang sama, Menkopolhukam Luhut Panjaitan mengatakan, proses menuju simposium ini tidaklah mudah. Keinginan pemerintah agar seluruh masalah HAM masa lalu harus dituntaskan, baik yang terjadi di tahun 196 maupun di Papua.

“Mari kita selesaikan, mana kala kita punya keinginan yang sama untuk menyelesaikan. Bangsa ini harus mulai berani dan disiplin. Bangsa ini bukan bangsa kecil dan tidak bisa didikte bangsa lain,” tegas Luhut.

Ia meminta jangan ada pihak yang berburuk sangka atas penyelenggaraan simposium simposium ini. “Sekarang kita mencari apa yang terbaik buat bangsa dan  negara kedepan.  Kita harus berdamai dengan masa lalu kita,” katanya. (Ribas)

Exit mobile version