Oleh: Dra. Hj Shoimah Kastolani
“Selama ini al-Fatehah gelap bagi saya. Saya tidak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang benderang sampai kepada makna tersiratnya. Sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa jawa yamg saya fahami”
Gumam RA Kartini ketika menerima “kado” dari Kyai Shaleh Darat, sebuah kitab terjemahan dan tafsir yang diberi nama “Faidhur Rahman”
Pertemuanya dengan Kyai diawali ketika Kyai Shaleh memberikan pengajian di pendopo Kabupaten Demak. Kartini tertegun, menangkap kata demi kata tafsir tersebut. Dalam pertemuan berikutnya Kartini mengajukan pertanyaan :
“Kyai, bagaimana hukumnya seorang berilmu yang menyembunyikan ilmunya?”
Kyai menjawab “mengapa Raden Ajeng bertanya seperti itu?”
“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat al-Fatehah. Begitu menggetarkan sanubariku”.
Kyai Shaleh Darat tertegun tak dapat berkata.
“Bukan buatan rasa syukurku, namun mengapa selama ini para ulama melarang keras menerjemahkan al-Qur’an kedalam bahasa Jawa, bukankah al-Qur’an itu bimbingan hidup bahagia?”.
Kyai Shalih hanya bergumam “Subhanallah”.
Menurut penuturan Nyai Fadhilah keponakan Kyai Shaleh.
Kartini telah menggugah kesadaran Kyai untuk melakukan pekerjaan besar menerjemahkan al-Qur’an. Sayang baru 13 juz beliau wafat dan kitab inilah yang dihadiahkan Kartini saat dinikahi RM Djoyoningrat Bupati Rembang.
Melalui kitab Faudhur Rahman ini Kartini sangat tersentuh nuraninya dengan ayat “Allahu waliyullladzina amanu yuhrijuhum minadz dzulumati ila nnur”, yang artinya “Orang-orang yang beriman dibimbing oleh Allah dari gelap menuju cahaya”. (Q.S al-Baqarah ayat 257). Surat Kartini kepada Tuan dan Nyonya Abendanon sering kalau diulang kata “Dari Gelap Menuju Cahaya”, yang ditulis dalam bahasa Belanda “Door Duisternis Toot Licht”. Oleh Armijn Pane diungkapkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang” judul buku Kumpulan Surat-Suratnya.
Semenjak memahami Faidhur Rahman surat-surat Kartini sangat berbeda yang ditulis sebelumnya yajni di tahun 1889. Contoh surat pada bulan Agustus 1902 kepada Van Kohl “Saya bertekad akan berupaya memperbaiki citra Islam yang selama ini kerap jadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat Allah dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama yang disukai”.
Kepada Ny Abendanon Kartini menulis : “Yakinlah nyonya saya akan tetap memeluk agama kami yang sekarang ini….”
Bulan Oktober 1902, Kartini menulis surat kepada Tuan Abendanon : “Dan saya menjawab tidak ada Tuhan kecuali Allah, Allahu Akbar! Kita katakan sebagai orang Islam”.
Agustus 1903 Kembali Kartini menulis surat kepada Ny Abendanon : “ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah”.
Empat hari setelah melahirkan RM Susalit, tepatnya tanggal 27 September 1904 RA Kartini menghadap Sang Khaliq. Semoga husnul khotimah dalam perjalanan spiritualnya menemukan kebenaran Islam yamg dianutnya.