YOGYAKARTA-Di hadapan ribuan peserta rapat kerja nasional Aisyiyah, ketua MPR RI Dr. (Hc) Zulkifli Hasan, menyampaikan materi tentang empat pilar berbangsa dan bernegara. Sosialisasi ini dianggap penting, karena para anggota Aisyiyah perwakilan dari seluruh propinsi di Indonesia ini merupakan unsur penting yang melakukan pembinaan dan penguatan pilar kebangsaan di ranah akar rumput dan nasional.
Ketua MPR RI menyatakan bahwa semenjak era reformasi, pengajaran Pancasila dan pilar kebangsaan yang lain sudah tidak semasif dahulu. Padahal ini sangat penting dalam upaya penguatan ideologi dan identitas kebangsaan. “Saya sudah menyampaikan saran kepada Presiden Jokowi dan Mendikbud supaya pendidikan Pancasila tetap ada, namun dengan metode yang berbeda dan tidak membosankan,” ujar sosok yang akrab disapa Pak Zul.
Dalam kesempatan itu, Pak Zul memaparkan materi tentang Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945. Dijelaskannya, “Presiden Soekarno pernah berpidato di hadapan publik internasional, menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mengikuti Barat, dengan sistem demokrasinya, juga tidak mengikuti sistem timur dengan komunisnya. Tetapi kami memiliki ideologi sendiri bernama Pancasila.”
Menurut Pak Zul, Soekarno memaknai Pancasila dengan sangat sederhana, yaitu cinta kasih atau kasih sayang. “Jika dilengkapi, Pancasila itu adalah kasih sayang, gotong royong, dan musyawarah mufakat,” ungkapnya.
Adapun pilar kedua, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) diartikan oleh Pak Zul sebagai persamaan hak seluruh warga negara, dari mana pun dan di mana pun dia berada di seluruh Indonesia.
Pilar ketiga, Bhinneka Tunggal Ika memiliki makna bersatu dalam keberagaman. “Kita ini beragam tapi satu dalam keberagaman. Indonesia memang berbeda, tapi perbedaan itu harus dilestarikan. Keberagaman sebagai sumber inspirasi, kreatifitas, dan menjadi kekuatan bangsa. Jangan dipaksakan untuk sama,” ujarnya sambil mencontohkan tentang keberagaman budaya masing-masing daerah di Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pilar keempat dijelaskan oleh Pak Zul sebagai bagian dari cita-cita besar para pendiri bangsa. “Bung Karno mengatakan bahwa kita harus merdeka. Merdeka itu jembatan emas mencapai semuanya. Jika kita tidak merdeka, maka kita tidak bersatu. Kalau kita tidak bersatu, maka kita tidak berdaulat. Kalau kita tidak berdaulat, maka tidak akan berlaku keadilan. Jika tidak ada keadilan, maka tidak akan tercapai kesejahteraan. Itulah cita-cita kita,” ujarnya dalam sesi yang dimoderatori oleh Ibu Latifah Iskandar dan didampingi ketua umum Aisyiyah Ibu Nurjannah Djohantini. (Ribas)