YOGYAKARTA–Organisasi perempuan paling dinamis di seluruh dunia, Aisyiyah telah berkonstribusi besar dalam membentuk karater bangsa. Peranan Aisyiyah utamanya diwujudkan melalui bidang pendidikan, kesehatan, dan penguatan keluarga. Hal itu dinyatakan Prof. Fasli Jalal, Ph.D dalam Dialog Kebangsaan bertema “Kontribusi Perempuan Untuk Indonesia Berkemajuan”, yang diselenggarakan PP Aisyiyah, di Yogyakarta, pada Jumat siang (22/4/2016).
Menurutnya, ada banyak persoalan bangsa yang harus segera ditangani dan menjadi titik prioritas Aisyiyah, terutama terkait dengan isu-isu kesehatan dan pendidikan. Beberapa isu kesehatan yang dirincikannya berupa; kematian bayi dan kematian balita, kekurangan gizi, penyakit TB, Malaria, Penyakit Stroke dan hipertensi, akses air minum dan sanitasi yang layak, perilaku merokok masih tinggi dan masih rendahnya aktivitas fisik.
Selain itu, Indonesia juga mengalami tantangan bonus demokrasi. “Menurut John Ross, bonus demografi terjadi karena peningkatan usia produktif akibat penurunan kelahiran dalam jangka panjang, sehingga menurunkan proporsi penduduk muda yang memungkinkan investasi untuk pemenuhan kebutuhannya berkurang dan sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga,” ujarnya.
Terkait dengan semua persoalan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, mantan wakil menteri pendidikan era Presiden SBY ini mendorong adanya perbaikan sistem pendidikan karakter dan peningkatan kualitas mutu pendidikan di Indonesia. Dirinya juga mengutip perkataan Soekarno bahwa, “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter, kalau tidak dilakukan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli!”
Semua itu akan menjadi solusi yang tepat guna ketika semua pihak bisa bekerja sama dan bersinergi, terutama dengan melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) seperti Aisyiyah, yang sudah lama berperan secara massif di akar rumput.
“OMS sama perannya dengan pemerintah. Karena pendidikan karakter merupakan suatu habit, maka pembentukan karakter seseorang itu memerlukan communities of character yang terdiri dari keluarga, sekolah, institusi keagamaan, media, pemerintahan dan berbagai pihak yang mempengaruhi nilai-nilai generasi muda. Semua communities of character tersebut hendaknya memberikan suatu keteladanan, intervensi, pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan penguatan. Dengan perkataan lain, pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan,” ujar tokoh yang pernah menjabat sebagai kepala BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). (Ribas)