Buya Syafii Maarif; Al-Quran itu Pro-Orang Miskin, Tetapi Anti Kemiskinan

Buya Syafii Maarif; Al-Quran itu Pro-Orang Miskin, Tetapi Anti Kemiskinan

YOGYAKARTA, suaramuhammadiyah.comGuru Bangsa dan mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Ahmad Syafii Maarif mengungkapkan bahwa Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam merupakan kitab panduan yang berpihak pada orang-orang miskin. Namun di saat yang bersamaan, Al-Quran juga merupakan kitab suci yang sangat anti terhadap kemiskinan dan pemiskinan. Hal itu dikatakan Buya Syafii Maarif dalam acara seminar nasional bertema “Menuju Peradaban Idaman” di teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada Sabtu (30/4).

“Al-Quran itu pro terhadap orang miskin, tetapi anti terhadap kemiskinan. Di Al-Quran tidak ada perintah untuk menerima zakat, terima infak, terima sedekah. Yang ada perintah membayar zakat, memberi zakat, memberi sedekah,” ujar Buya di acara yang diselenggarakan oleh Komisariat IMM Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga.

Menurut Buya, saat ini banyak orang yang salah memahami pesan utama dalam al-Quran. “Sekarang, di mana-mana semua yang miskin identik dengan muslim. Ini akibat salah memahami ayat. Di Al-Quran, ayat Makiyah saja tidak hanya bicara tauhid, namun juga bicara tentang orang miskin, orang telantar, dan prinsip keadilan,” ungkapnya.

Sementara di sisi lain, banyak peradaban besar yang hari ini maju justru adalah peradaban yang dibangun dengan tanpa wahyu, seperti halnya Jepang. “Rasyid Ridha dulu sangat mengagumi Jepang, yang dibangun tanpa wahyu. Saat ini orang mulai sadar bahwa agama saja tidak cukup mampu menyelesaikan masalah. Guru saya Fazlur Rahman, mengatakan bahwa semua Islam yang tidak mampu menyelesaikan urusan kemanusiaan, maka ia tidak akan memiliki masa depan,” ujarnya.

Bagi Buya, saat ini secara kuantitas, jumlah umat Islam masih banyak, namun secara kualitas justru jauh tertinggal. Umat Islam belum mampu melakukan lompatan sejarah. “Quran mengatakan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Dalam sejarah, Allah itu tidak netral, tapi berpihak. Supaya Allah berpihak kepada kita umat Islam, maka butuh pancingan, butuh syarat. Dalam ayat lain disebutkan bahwa Allah tidak merubah nasib suatu kaum, sampai mereka mau mengubah nasibnya. Syaratnya adalah berubah. Ayat lain, jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolong dan berpihak kepadamu,” urai Buya.

Dalam kesempatan itu, Buya Syafii Maarif juga mengingatkan bahwa meskipun umat Islam di Indonesia memiliki modal besar sebagai mayoritas, namun lumpuh dalam hal ekonomi, politik, pendidikan dan bidang strategis lainnya, maka modal mayoritas itu tidak akan berarti apa-apa. Umat Islam akan tetap tertinggal dari minoritas yang terus bergerak maju, progresif dan kreatif. (Ribas)

Exit mobile version