Oleh; Prof H Lincolin Arsyad MSc, PhD
SUARA MUHAMMADIYAH–Saat ini Muhammadiyah mempunyai perguruan tinggi Muhammadiyah dan perguruan tinggi ‘Aisyiyah sebanyak 177 dengan kualitas yang bermacam-macam. Prodi yang mempunyai akreditasi C masih tinggi, 43,5 persen. Tentu ini tidak menguntungkan bagi perkembangan Muhammadiyah, dalam hal keluaran SDM yang dihasilkan oleh perguruan tinggi tersebut.
Untuk membahas hal ini, Lutfi Effendi dari Suara Muhammadiyah menemui Ketua Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof H Lincolin Arsyad MSc, PhD. Hasil wawancara tersebut sebagai berikut:
Mengapa perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) harus kuat, berdaya saing dan berkemajuan?
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) mempunyai peran yang strategis di Persyarikatan Muhammadiyah. PTM yang maju, PTM yang kuat, berdaya saing dan berkemajuan merupakan sumber kader dakwah bagi persyarikatan. PTM yang kuat, berdaya saing dan berkemajuan juga merupakan penopang gerak Persyarikatan yang mandiri.
Ini bisa dilihat di sejumlah PTM unggulan yang dimiliki Muhammadiyah, lulusan dan dosen PTM mampu menggerakkan Muhammadiyah yang ada di lingkungan kampus. Mereka menjadi Pimpinan Ranting, Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah dan bahkan Pimpinan yang ada di atasnya.
Dalam tiga Muktamar Muhammadiyah yang terakhir, PTM juga mempunyai dukungan yang nyata dalam hal penyelenggaraan Muktamar yang mandiri. Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang, Universitas Muhammadiyah Malang menjadi penopang utama dengan membuat Dome untuk arena Muktamar. Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta, menempatkan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai penopang utama dengan membangun Sportorium. Demikian pula dengan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar juga menjadikan Universitas Muhammadiyah Makassar sebagai pendukung utama dengan membangun Balai Sidang Muktamar untuk arena Muktamar.
Apakah kondisi PTM saat ini memungkinkan untuk kuat, berdaya saing dan berkemajuan?
Dari segi kuantitas, jumlah PTM dan juga Perguruan Tinggi Aisyiyah (PTA) relatif sangat banyak, Bahkan jika dibandingkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), PTM masih lebih banyak. Seluruh PTM/PTA berjumlah 177 dan 42 di antaranya merupakan universitas. Selebihnya berupa sekolah tinggi, institut, politeknik dan akademi.
Jumlah program studi di PTM/PTA sebanyak 1096. Namun sayangnya, baru 69 (6,3 persen) program studi yang terakreditasi A; 550 ( 50,2 persen ) terakreditasi B; dan 477 (43,5 persen) masih terakreditasi C, Angka 43,5 persen program studi dengan nilai akreditasi C ini menggambarkan bahwa kualitas PTM/PTA masih sangat perlu ditingkatkan.
Untuk itu, PTM/PTA didorong untuk mengembangkan diri. Dalam mengembangkan dirinya, PTM/PTA menghadapi tantangan-tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal, ya bagaimana dapat memperbaiki diri dalam hal kualitas ini.
Apa penyebab rendahnya kuallitas?
Penyebab utama relatif rendahnya kualitas sebagian PTM/PTA adalah sumber daya manusia (SDM) yang rendah pula, baik secara kuantitas maupun kualitas. Sebagian PTM/PTA belum memiliki jumlah dosen yang cukup memadai yang sesuai dengan ketentuan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Peningkatan kuantitas (kecukupan) dan kualitas (kompetensi) SDM menjadi tantangan utama bagi PTM/PTA, juga dialami perguruan tinggi swasta (PTS) lainnya dan bahkan perguruan tinggi negeri (PTN).
PTM/PTA yang berkualitas rendah, cepat atau lambat, akan ditinggalkan oleh masyarakat. Orangtua enggan untuk mengirim anak-anaknya kuliah di PTM/PTA tersebut, dan lulusan-lulusan SMA/SMK/MA pun tidak mau mendaftar di situ. Kalaupun mereka mendaftar kuliah di PTM/PTA yang mutunya rendah, tindakan ini barangkali merupakan pilihan terakhir, pilihan-pilihan buruk. Jika PTM/PTA hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki mahasiswa, lembaga pendidikan tingggi Muhammadiyah niscaya akan mati.
PTM/PTA yang mutunya minim juga tidak memberi banyak kontribusi positif bagi bangsa Indonesia dan umat Islam, khususnya Muhammadiyah. Sarjana-sarjana keluaran PTM/PTA semacam ini justru menimbulkan masalah-masalah sosial dan ekonomi.
Bagaimana upaya untuk memperkuat PTM yang lemah?
Untuk mencapai PTM/PTA dan kader-kadernya yang kuat, berdaya saing dan berkemajuan, Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengerahkan kebijakannya pada program-program aksi pelayanan di bidang akademik dan juga non-akademik untuk PTM/PTA.
Di bidang akademik, aksi pelayanan ini menyangkut peningkatan kualitas pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, dan penguatan Al Islam dan Kemuhammadiyahan. Di bidang non akademik, aksi pelayanan berkenaan dengan pengembangan kampus, misalnya dalam ranah bisnis.
Aksi-aksi pelayanan Majelis Diktilitbang ini berupa pendampingan, pelatihan dan workshop bagi PTM/PTA dalam menyiapkan akreditasi, menyusun rencana strategis membentuk sistem keuangan, dan seterusnya. Selain itu, pendampingan juga dilakukan pada PTM/PTA yang mengembangkan bisnis.
Pengembangan bisnis, lebih tepatnya pemberdayaan ekonomi, penting karena merupakan salah satu dari trisula Muhammadiyah. Pengembangan bisnis atau pemberdayaan ekonomi kampus diharapkan akan melahirkan unit-unit bisnis dan sarjana-sarjana pengusaha (entrepreneur) yang hebat.
Dengan aksi-aksi pelayanan ini, diharapkan seluruh PTM/PTA di Indonesia berkembang secara lebih cepat. Aksi-aksi ini merupakan langkah konkret untuk membantu dan mendorong PTM/PTA dengan melibatkan sumber-sumber daya yang dimiliki Muhammadiyah.
Bagaimana dengan pengembangan PTM yang sudah maju?
PTM/PTA yang sudah maju dan besar dalam mengembangkan diri bisa melakukan konsolidasi untuk menjadi center of excellence ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan keunggulannya masing-masing. Misalnya, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengembangkan diri jadi centre of excellence di bidang engineering (teknik) dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di bidang sosial humaniora. Termasuk filsafat. Centre of excellence ini harus didukung oleh pusat-pusat studi pendukung untuk melakukan penelitian-penelitian yang mendasar dan komprehensif guna menghasilkan inovasi dan teknologi.
Proses belajar mengajar di center of excellence harus berbasis riset (research-based teaching) dan kasus (case-based teaching). Case based teaching dan research-based teaching melibatkan mahasiswa untuk aktif mengkaji kasus-kasus nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing dan untuk hasil-hasil riset terkini. Dengan demikian, learning output-nya berupa sarjana-sarjana yang benar-benar menguasal ilmu mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan nyata dan kemajuan disiplin-disiplin ilmu dan teknologi-teknologinya.
Apakah konsolidasi ini juga untuk PTM/PTA yang kecil?
Dalam hal konsolidasi PTM kecil ini, PTM/PTA besar perlu membantu dan mendorong PTM/PTA kecil agar lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang kecil ini menjadi PTM yang besar. PTM/PTA besar sudah bisa menghidupi dirinya sendiri secara memadai, sehingga bisa membantu dan mendorong PTM/PTA kecil dalam sejumlah hal dan dengan beragam pola. Bantuan dan dorongan itu berkenaan dengan, antara lain, SDM, dana, beasiswa, lahan, jaringan, kurikulum, pelatihan, kesepakatan, dan kesepahaman.
Bantuan dan dorongan ini juga berupa merger atau akuisisi. PTM/PTA kecil dimerger atau diakuisisi oleh PTM/PTA besar supaya bisa berkembang. Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) bersama Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta sekarang sedang membantu Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB) membangun gedung senilai milyaran rupiah. Mereka juga membantu STIKOM Muhammadiyah Jayapura Papua dan PTM/PTA kecil lainnya. UAD juga mengakuisisi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah Wates. Semua usaha ini bertujuan untuk memajukan PTM/PTA, sehingga Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) yang mendirikan dan mengelola PTM/PTA juga ikut maju.• (eff)