SUARA MUHAMMADIYAH–Di lereng bukit yang sejuk, di bawah air terjun Sigaluh terdapat desa bernama Kemiri. Jalan berliku harus dilewati untuk masuk ke desa ini. Dari jalan raya antara Wonosobo-Banjarnegara ada jalan masuk dan langsung terasa hawa pedesaan yang hijau. Kebun-kebun salak yang menjadi tanaman utama warga terlihat di sepanjang jalan.
Ada tanah lapang tempat masyarakat Muhammadiyah setiap ‘Id melaksanakan shalat berjamaah. Ada masjid di ujung desa. Lalu deretan rumah sederhana. Kebun, kolam-kolam ikan, dan keramahan warga menyambut setiap tamu yang datang. Suasana desa Kemiri ini sangat mirip dengan suasana pedusunan di tanah Sunda.
Kesan pertama, desa ini subur, makmur dan relijius. Tetapi menurut Pemerntah, dusun ini dikategorikan sebagai daerah tertinggal. “Bagi kami disebut daerah tertinggal tidak masalah. Yang penting kami tetap terus berusaha memakmurkan diri, mengirim anak-anak kami kuliah di kota dan menjaga agar dusun ini berada dalam rangkulan nilai-nilai agama Islam yang damai,” kata tokoh masyarakat yang juga Ketua PRM Kemiri, KH Mustofa Hadi.
Dari 1.300 warga Kemiri 95% ikut paham Muhammadiyah dalam mempraktikkan ajaran Islam. PRM Kemiri merupakan pilar penting PCM Sigaluh Banjarnegara. Punya SD Diniyah Muhammadiyah, tempat anak-anak menimba ilmu. Juga ada bangunan megah Lazismuh yang memayungi kepentingan ekonomi warga. PRM Kemiri punya pengajian rutin tiap Sabtu dan Kamis malam.
Untuk memproses regenerasi maka diadakan latihan silat dan rock gempor tiap malam Ahad untuk siswa SMP dan SMA dan pengajian remaja tiap jelang buka puasa. Berkat upaya peningkatan ekonomi warga yang dilakukan Muhamamdiyah maka infak anggota kelompok jamaah Muhammadiyah setiap Idul Adlha dapat untuk membeli hewan kurban sebanyak 4 lembu dan 26 kambing. Hewan kurban ini disembelih lalu dagingnya dipotong ramai-ramai, kemudian dibagikan kepada fakir miskin yang membutuhkan.
Kelompok Rock Gempor milik Ranting Muhammadiyah Kemiri Kecamatan Sigaluh Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah dipimpin : KH. Mustofa Hadi. Punya koleksi banyak lagu antara lain lagu yang berjudul Pengusir Demit. Shalawat dengan Syair Ciptaan KH. AR Fahruddin, Shawalat badar model Muhammadiyah dan Genjring
Musik Rock Gempor ini mulanya sering disebut sebagai musik Genjring saja. Genjring didirikan oleh Kyai Ahmad Hadi pada tahun 1940 di desa Kemiri kecamatan Sigaluh Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. Musik Genjring ini biasa digunakan sebagai musik pengiring konto (pencak silat). Musik ini merupakan kebanggaan pendekar dan sekaligus pendiri Tapak Suci KH. Busyro.
Perubahan nama dari Genjring menjadi Rock Gempor ini dilakukan pada masa awal reformasi yakni tahun 1998. Nama ini dibentuk oleh KH. Mustofa yang menjadi penerus dan pimpinan sejak tahun 1963 hingga saat ini. KH. Mustofa merupakan pendekar pencak silat terbaik se-Jawa Tengah pada tahun 1974 dan pengurus PD Muhammadiyah Banjarnegara bidang Seni dan Budaya.
Pemain Rock Gempor berjumlah 13 orang, dan bisa bertambah sampai 15 hingga 40-an orang tergantung dengan kebutuhan.
Rock Gempor Ranting Muhammadiyah Kemiri ini, sudah beberapa kali meraih juara kesenian daerah di tingkat kabupaten dan sudah sering pentas di beberapa daerah di Jateng, seperti di Semarang pada pengajian PWM Jateng, Pekalongan pada Pelatihan Pandu HW Jaya Melati, di PDM Wonosobo, juga di Karanganyar pada Jambore Pandu HW tingkat Nasional, di Puwokerto menjadi pengiring sepak bola HW di stadion Satria dan selalu tampil di tiap event di Banjarnegara, juga pada event Muhamadiyah Nasional. Misalnya pada upacara Miladnas Muhamamdiyah Satu Abad di Stadion Mandala Krida Yogyakarta.
Bedanya musik Rock Gempor dengan hadrah biasa adalah kecenderungan musik hadrah yang pelan seperti nguler kambang (lemah, lembut), akan tetapi jika Musik Rock Gempor ini dimainkan dengan beat-beat keras, menghentak, memberi semangat membara dan lagu-lagunya bisa menyesuaikan dengan permintaan tidak harus kearab-araban. Rock Gempor inilah yang dapat menjadi penyulut semangat dakwah PRM dan warga Muhammadiyah Kemiri selama ini. (Bahan dan tulisan: Mustofa W Hasyim)