Ar-Rahman (
Ar-Rahman ini tidak mempunyai akar kata dalam bahasa Arab dan dianggap baru oleh kaum musyrikin. Ini bisa dilihat dalam Qs Al-Furqan ayat 60:
“Dan apabila diperintahkan kepada mereka, ‘Sujudlah kepada Ar Rahman’, mereka akan bertanya, ‘Siapakah Ar-Rahman itu? Apakah kami bersujud kepada sesuatu yang engkau perintahkan kepada kami?’ Perintah ini menambah mereka menjauh dari keimanan.” (Qs Al-Furqan: 60).
Selain itu, ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, orang musyrik tidak mengerti kata Rahman sementara Ar-Rahim telah diketahui artinya oleh mereka. Semakin menambah bukti keistimewaan asma Ar-Rahman, bahwa asma Ar-Rahman ini tidak diketahui oleh orang musyrik seperti halnya iman dan Islam belum atau tidak dipahami oleh orang-orang yang musyrik.
Ar-Rahman apabila dibagi dalam tulisan Arab menjadi Alif Lam Ra Ha Mim Nun. Keenam huruf Hijaiyah ini apabila diteliti dalam Al-Qur’an merupakan Ismun Jami’, yaitu Alif Lam Ra Ha Mim dan Nun. Ar-Rahman adalah sejenis ism ‘alam, karena tidak ada yang menyandang sifat itu selain Allah ta’ala.
At-Thabari dalam tafsirnya tentang kata Ar-Rahman ini menuliskan bahwa, Ar-Rahman tidak boleh digunakan untuk nama makhluk. Pendapat ini, menurutnya, sesuai dengan pendapat Hasan Al-Bashri yang melarang penggunaan Ar-Rahman sebagai nama makhluk.
Larangan ini menandakan hebatnya sifat yang terkandung dalam kata Ar-Rahman ini. Kalau dilihat dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman, berulangkali disebutkan kata:
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Beberapa nikmat yang digambarkan dalam surat Ar-Rahman ini adalah: diajarkannya Al-Qur’an kepada manusia (ayat 2) untuk pedoman manusia yang diciptakan Allah. Selain itu, Allah juga mengajar manusia agar pandai berbicara (ayat 4).
Nikmat lain yang diberikan Allah kepada manusia adalah matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan (ayat 5). Dengan demikian manusia bisa mengetahui dan menghitung waktu untuk dirinya.
Untuk kehidupan manusia itu, Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya) (ayat 10). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang (ayat 11). Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya (ayat 12).
Dia (Allah) membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu (ayat 19), antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing (ayat 20). Dua lautan yang bertemu ini, biasanya banyak makanan ikan di dalamnya, karenanya banyak pula ikan mencari makan di tempat ini. Di sinilah para nelayan bisa menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dari keduanya (laut) keluar mutiara dan marjan (ayat 22). Mutiara keluar dari binatang yang hidup di laut, yaitu kerang mutiara. Mutiara dan marjan dipakai sebagai hiasan manusia. Tentu masih ada nikmat lain yang diberikan oleh Ar-Rahman kepada manusia yang terdapat dalam surat Ar-Rahman ini.
Karenanya dari Ar-Rahman ini, paling tidak ada pesan untuk tidak mendustakan nikmat Allah. Cara untuk tidak mendustakan nikmat Allah, antara lain dengan bersujud kepada Ar-Rahman sebagaimana pada Qs Al-Furqan ayat 60 di atas.
Oleh karena itu, kewajiban sujud atau shalat merupakan kewajiban hakiki umat Islam yang tidak bisa ditinggalkan, kecuali adanya alasan syar’i. Dalam situasi apapun dan kondisi apapun kewajiban itu tetap harus dilaksanakan. Meskipun demikian tetap saja ada manusia yang enggan sujud pada Arr Rahman.
Ketidakmauan bersujud mengingatkan kisah Adam sebagai nenek moyang manusia dengan iblis. Karena kesombonganya. Iblis menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Adam. Jika manusia tidak mau bersujud kepada Allah, maka bibit kesombongan yang telah ditebarkan iblis benar-benar telah tersemai dalam manusia tersebut.
Tinggal kini bagaimana manusia sebagai makhluk Allah untuk memilih, patuh untuk bersujud atau enggan bersujud. Jika rela dan ikhlas bersujud maka surga yang disediakan Allah siap menanti. Tetapi sebaliknya jika enggan bersujud, maka karena kesombongannya ini bersiaplah untuk menemani iblis di neraka. Wallahua’lam bishshawab.• (Lutfi Effendi)