SUARA MUHAMMADIYAH – Saat ini kehidupan umat Islam baik di tingkat dunia lebih khusus Indonesia banyak menghadapi tantangan baru. Coba bayangkan betapa porak-poranda kawasan negeri-negeri Muslim di Timur Tengah pasca The Arab Spring. Yaman dan Suriah masih bergejolak dengan perang saudara. Palestina tak berkesudahan diagresi Israel. Irak dan Libya masih tertatih-tatih untuk membangun diri dari kehancuran perang dan invasi asing. Mesir sedang bangkit dari gejolak politik yang nyaris meruntuhkan negeri Piramida itu. Sedangkan arab Saudi dilanda ketegangan politik dengan Iran, yang memuat banyak kepentingan politik dan keagamaan yang terbilang rumit.
Di Indonesia keadaan relatif aman dan perkembangan demokrasi, hak asasi manusia, dan kehidupan berbangsa bernegara sangat kondusif. Memang terorisme masih menjadi ancaman di negeri ini, tetapi secara umum kondisi bangsa dan negara ini relatif normal. Namun ancaman narkoba tidak kalah gawat, malah sangat masif dan mengerikan, yang memerlukan kewaspadaan seluruh pihak. Persoalan-persoalan kebangsaan tentu selalu ada, hal itu karena Indonesia negeri besar dengan wilayah dan jumlah penduduk sangat tinggi, sehingga wajar adanya masalah-masalah nasional.
Persoalan umat Islam di Indonesia sebagai mayoritas tentu berhimpitan dengan problematika yang dihadapi bangsa. Umat Islam masih dihadapkan pada persoalan kemiskinan, ketertinggalan dalam sejumlah aspek kehidupan, dan tantangan yang kompleks yang datang dari luar. Jika di permukaan terdengar suara-suara meyakinkan, kalau Islam Indonesia memiliki prospek masa depan, malah dengan mengusung Islam Nusantara seolah merasa menjadi yang terbaik dibanding dengan umat Islam di belahan dunia lainnya. Optimis dan merasa khas boleh saja, tetapi adakah agenda dan langkah-langkah strategis dilakukan umat Islam di negeri ini sehingga benar-benar menjadi alternatif terbaik dari negeri-negeri Muslim lainnya?
Kekuatan Mandiri
Muhammadiyah dan umat Islam di negeri ini akan menghadapi arus baru kehidupan yang serbaliberal dan sekuler. Kehidupan politik, ekonomi, dan budaya serbabebas sehingga cenderung “apa saja boleh”. Nilai-nilai agama yang mengajarkan kebenaran, kebaikan, dan kepatutan serbautama dikalahkan oleh kepentingan serbaguna. Manusia dan masyarakat makin dimanjakan oleh materi, kursi, dan kesenangan yang serbainstan sehingga sering mengabaikan atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai utama kehidupan sebagaimana ajaran luhur agama.
Sementara itu masih banyak anggota masyarakat yang miskin (sekitar 29 juta orang), termarjinalisasi, terdiskriminasi, dan keterasingan hidup sehingga rawan secara psikologis dan sosiologis. Sebagian masyarakat karena berbagai faktor menjadi ekstrem atau radikal dan terlibat dalam gerakan-gerakan menyimpang atau sesat jalan. Sementara lainnya karna kerakusan menjadi koruptor, terlibat narkoba, dan berbagai perilaku yang merugikan diri dan orang lain. Banyak masalah sosial yang di antara penyebabnya karena kehilangan dasar moral dan arah kehidupan yang benar sebagaimana diajarkan agama.
Adapun umat Islam masih tertinggal dalam berbagai aspek kehidupan, di tengah sebagian para pemimpinnya yang tidak hirau dengan nasib umat. Jika mayoritas miskin dan termarjinalisasi maka umat Islam yang miskin dan marjinal itu. Umat Islam belum menguasai akses-akses strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika melakukan kontestasi politik sering kalah oleh pihak lain. Sementara minoritas banyak menguasai posisi dan akses strategis. Kita tidak tahu Pilkada DKI jakarta tahun 2017 akan dimenangkan siapa, karena kelompok minoritas sangat menguasai banyak akses, termasuk media massa. Padahal mayoritas warga Jakarta adalah muslim.
Karenanya kekuatan-kekuatan umat Islam, termasuk organisasi Islam seperti halnya Muhammadiyah, haruslah tampil menjadi kekuatan strategis. Agar menjadi kekuatan strategis yang menentukan, umat Islam harus kuat dalam berbagai aspek kehidupan. Umat Islam harus menguasai politik, ekonomi, dan budaya sebagaimana semestinya kaum mayoritas. Namun untuk mencapai posisi strategis itu umat Islam harus terlebih dahulu menjadi kekuatan yang mandiri, termasuk mandiri secara amal usaha dan ekonomi. Selama umat Islam belum mandiri maka selamanya akan tetap sebagai pengekor dan bukan pelaku atau aktor. Untuk menjadi mandiri sebagai penentu atau pelaku umat Islam perlu kesungguhan dan langkah-langkah strategis yang nyata, bukan dengan retorika dan teori.
Pilihan Terbaik Islam
Siapapun tidak akan mampu menghadang proses liberalisasi kehidupan yang meluas dan membuana itu kecuali memberi warna, makna, dan manawarkan alternatif yang lebih baik. Melawannya memerlukan kekuatan dan ideologi baru yang lebih unggul dan berkemajuan. Tentu saja dalam menghadapi arus baru liberalisasi itu berlaku prinsip dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar, mana yang baik terutama yang menyangkut modernisasi yang positif untuk diadopsi dan dikembangkan, serta mana yang buruk untuk dikritisi dan ditinggalkan. Semuanya berpatokan pada prinsip ajaran Islam yang menjadi sumber nilai, fondasi, bingkai, dan orientasi bagi kehidupan umat Islam di zaman apapun sesuai doktrin al-Islam shalih li-kulli makan wa zaman.
Pilihan terbaik ialah memberi alternatif baru, dalam bentuk apa yang disebut Tariq Ramadhan sebagai al-badil al-tsaqafy atau peradaban alternatif. Artinya jadikan Islam sebagai alternatif sistem kehidupan terbaik yang komprehensif, sehingga melahirkan peradaban yang utama mengatasi atau melintasi peradaban lainnya di dunia ini. Bahwa Islam itu mengandung nilai-nilai ajaran yang selain cocok dengan kehidupan modern sepanjang zaman hingga akhir zaman, sekaligus menampilkan bentuk peradaban terbaik sebagai uswah hasanah dan rahmatan lil-’alamin.
Secara teologis dan modal historis sesungguhnya umat Islam dengan ajaran Islam yang sempurna mampu menjadi kekuatan alternatif dalam menawarkan dan mewujudkan peradaban di era posmodern saat ini dan ke depan. Nabi Muhammad selama 23 tahun telah menunjukkan peradaban alternatif itu, yang diteruskan oleh kekhalifahan utama sesudahnya. Pada masa kejayaan Islam selama kurang lebih lima abad lamanya peradaban alternatif itu telah hadir di panggung sejarah dunia. Maka, peluang umat Islam untuk membangun peradaban alternatif itu sesungguhnya terbuka.
Namun perjalanan membangun peradaban alternatif itu secara sosiologis dalam realitas umat Islam saat ini, baik di Indonesia maupun panggung dunia, masih jauh dari harapan. Maka seluruh kekuatan Islam niscaya melakukan rancang-bangun peradaban ke depan dengan jiwa, pikiran, sikap, dan langkah-langkah strategis. Mulailah dari agenda-agenda realistik, kemudian lakukan program-program strategis yang bersifat pengembangan, setelah itu bangun proyek-proyek besar yang membawa implikasi langsung dalam membangun peradaban umat Islam yang unggul dan berkemajuan.
Muhammadiyah dengan pandangan Islam berkemajuan dan agenda gerakan pencerahan sebenarnya telah melakukan ikhtiar rancang-bangun itu. Modal sosial Muhammadiyah selama satu abad kiprah di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, pemberdayaan ekomomi, dan dakwah bil-hal maupun dakwah bi-lisan untuk mencerdaskan, menyejahterakan, dan memajukan kehidupan umat merupakan tangga penting dan strategis bagi proyek peradaban umat itu. Tentu saja hal itu memerlukan berbagai prasyarat yang kokoh, termasuk infrastrukur ekonomi, iptek, dan amal usahanya sebagai basis kemandirian. Jika ingin merebut masa depan dan menjadi kekuatan penentu maka umat Islam harus kuat di segala bidang kehidupan, bukan berteori dan beretorika. Di sinilah pentingnya Muhammadiyah tampil sebagai gerakan Islam alternatif yang strategis bagi kebangunan dan kemajuan masa depan peradaban Islam!•