Dalam pengertian terminologi syariah puasa (as-siyam) adalah tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan suami-isteri serta tidak melakukan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat melaksanakan perintah Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. (Rida, Tafsir al-Manar (Tafsir al-Qur’an al-Hakim), edisi Ibrahim Syamsuddin (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1426/2005), II: 114-115; Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi (al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an), diedit oleh Salim Mustafa al-Badri (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2010), II: 183; dan az-Zuhaili, Mausu‘at al-Fiqh al-Islami wa al-Qadaya al-Mu‘asirah (Damaskus: Dar al-Fikr, 1431/2010), II: 498). Perlu dicatat bahwa dalam al-Qur’an kata as-Siyam selalu digunakan dalam pengertian menurut terminologi syariah di atas seperti dalam Qs. 2: 183, 187, 196; 4: 92, 95; 5: 89; dan 58: 4. Sedangkan kata saum dipakai untuk menunjukkan arti diam (tidak berbicara).
Baca juga: Puasa Ramadhan dan Beberapa Aspek Hukumnya (1) ; Surat Al Baqarah Ayat 183 – 187
Puasa, yang pelaksanaannya pada bulan Ramadhan sebagaimana akan dijelaskan di belakang, menjadi salah satu dari rukun Islam yang lima seperti ditegaskan dalam hadits Nabi saw sebagai berikut,
Dari Ibn ‘Umar ra (diriwayat bahwa) ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: Islam ditegakkan atas lima dasar, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, mengerjakan haji, dan berpuasa Ramadhan [Hadits disepakati al-Bukhari dan Muslim]. (Al-Bukhari, sahih al-Bukhari (Beirut: dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1425/2004), h. 17, hadits no. 8, “Kitab al-Iman”; Muslim, sahih Muslim, edisi Muhammad Fu’ad asbd al-Baqi (Beirut: Dar al-Fikr li at-Tiba‘ah wa an-Nasyr wa at-Tauzi‘, 1412/1992), I: 32, hadits no. 16 [21], “Kitab al-Iman”).