Rakornas PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) dan PTA (Perguruan Tinggi Aisyiyah) se-Indonesia ini tidak lain adalah sebagai ajang untuk bersilaturahmi, komunikasi. Dengan silaturahmi komunikasi antar perguruan tinggi menjadi baik. Jika komunikasi berjalan baik, maka konflik internal akan semakin minim terjadi. Karena memang tidak sedikit konflik internal yang akhirnya mengganggu kemajuan perguruan tinggi Muhammadiyah.
Dalam istilah menejemen modern, silaturahmi sering disebut dengan istilah networking. Bahkan Islam pun sudah menerangkan silaturahmi dengan jelas. Barangsiapa melakukan silaturahmi maka akan dipanjangkan umurnya dan diberi kemudahan rizki. Saya yakin betul akan hal itu.
Sebagai contoh, dana hibah kompetisi yang diberikan pemerintah kepada PTM, lebih banyak dimenangkan oleh perguruan tinggi yang sering menjalin hubungan silaturahmi. Maka sudah seharusnya perguruan tinggi Muhammadiyah itu membangun networking guna mempermudah segala urusan baik sesama internal PTM maupun dengan perguruan tinggi lain dan pemerintah.
Secara khusus saya mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Majelis Dikti dan Litbang PP Muhammadiyah dalam rangka membentuk networking tersebut. Namun alangkah lebih baiknya jika acara yang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan mutu PTM tersebut diselenggarakan di kampus Muhammadiyah tidak di tempat lain.
Bagaimana mungkin peningkatan mutu itu akan benar-benar berjalan baik, jika kita para pimpinan perguruan tinggi tidak bangga dengan kampus sendiri? Salah satu wujud kebanggan itu adalah dengan memanfaatkan kampus sebaik mungkin apalagi untuk acara yang kepentingannya adalah untuk kemajuan pendidikan di kampus Muhammadiyah. Jadi kegiatan PTM dan PTA itu harus berbasis pada kampus dan supaya mahasiswa itu tahu jika di kampus ada kegiatan yang menyangkut perkembangan kampusnya.
Berikutnya, saya melihat perkembangan, pertumbuhan, dan dinamika PTM dan PTA ini, dari periode ke periode itu mengalami peningkatan meskipun masih pada level kuantitatif. Karena perjuangan untuk membesarkan perguruan tinggi bukanlah hal mudah, sarat kesulitan dan penuh kesusahan. Modal utama Muhammadiyah untuk mendirikan, mengembangkan, dan memajukan perguruan tinggi adalah nekad dan ikhlas. Tanpa itu barangkali Muhammadiyah hari ini belum memiliki banyak perguruan tinggi. Sederhana memang, namun implementasinya amatlah susah.
Sebagaimana cita-cita pendiri Muhammadiyah itu sangat sederhana, jadilah ulama’ yang berkemajuan, yang banyak ilmu pengetahuan dan ilmu agama, dan jangan lelah untuk bekerja kepada masyarakat. Itulah pesan Kiai Ahmad Dahlan yang harus dijadikan visi dan misi utama perguruan tinggi Muhammadiyah.
Maka agar pesan Kiai Ahmad Dahlan itu betul-betul dijalankan, terlebih dahulu kita harus meluruskan niat untuk kemajuan PTM dan PTA. Barangkali hadits tentang niat kita semua sudah menghafalnya dengan baik, namun yang terpenting adalah implementasi dari ajaran itu. Kenapa niat harus diluruskan? Karena memajukan perguruan tinggi itu tidak mudah dibutuhkan fokus yang baik.
Selama ini barangkali masih ada beberapa rektor dan ketua perguruan tinggi yang memiliki jabatan ganda di kepemimpinan persyarikatan, bahkan merangkap jabatan di kepemimpinan pemerintahan. Takutnya dengan merangkap dua atau lebih jabatan kepemimpinan itu bisa merusak fokus pemimpin untuk memajukan perguruan tinggi. Karena sekali lagi, mendirikan, mengembangkan, dan memajukan perguruan tinggi tidaklah mudah.
Terlepas dibutuhkannya dukungan kebijakan politik untuk memajukan perguruan tinggi persyarikatan, niat yang baik, nekad, dan ikhlas adalah modal utamanya. Bahkan sekarang ini level Muhammadiyah bukan lagi pada tataran niat, namun kita sudah memulai itu. Untuk itu mari kita memfokuskan diri guna kepentingan yang lebih luas yaitu memajukan perguruan tinggi. Kemajuan PTM dan PTA akan membawa kemajuan juga kepada persyarikatan.• (gsh)
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 7 Tahun 2016