Penyegaran Taman Pustaka
Komunitas yang kreatif dan berdaya-tahan pada umumnya tumbuh di luar struktur yang formal. sayap kreatif biasanya muncul dari luar struktur formal” (Dahlan, 2016). Di dalam komunitas literasi juga sangat mendesak untuk adaptif terhadap media baru yaitu media online atau media sosial. Keberadaan taman pustaka dapat dikolaborasikan dengan radio untuk menyiarkan manfaat buku, begitu juga facebook, twitter, instagram, dan lainnya dapat didayagunakan untuk memaksimalkan fungsi taman pustaka bagi lebih banyak orang yang tak dibatasi ruang. Inilah nafas segar baru yang punya peluang kemanfaatan bagi gerakan pencerahan.
Di Muhammadiyah, keberadaan perpustakaan di level ranting atau komunitas adalah media dakwah Komunitas yang sangat strategis untuk membangun mentalitas cinta arsip, cinta pengetahuan, melek media, dan terampil sebagai fondasi gerakan berkamajuan. Dakwah Komunitas (inklusif) sendiri merupakan keputusan penting dalam muktamar Muhammadiyah di Makasar lalu (2015).
Kegunaan lainnya adalah bahwa komunitas literasi dapat memiliki kesadaran penulisan sejarah kampung, sejarah lokal seperti sejarah ranting atau cabang Muhammadiyah bisa dimulai dan digerakkan dari pegiat literasi level komunitas (taman pustaka) karena pastilah pengelola taman pustaka adalah insan yang sadar dokumentasi, sadar pentingnya menulis sebagai bentuk apresiasi atas nilai nilai positif dari apa yang dibaca, disaksikan, dan diinginkannya. Pegiat literasi di taman pustaka dapat mengabadikan pemikiran tokoh lokal, ketua ranting, atau bahkan siapa saja yang ada di denyut nadi gerakan di level ranting atau komunitas. Kesadaran menulis sejarah paling gampang diinternalisasi pada insan-insan pustaka–pecinta buku, arsip, dokumentasi. Bukan hanya tulisan, taman pustaka bisa mengarsipkan suara sebagaimana yang “radio buku” lakukan, juga bisa mengarsipkan audio-visual sekaligus. Artinya, taman pustaka juga bisa melakukan konvergensi media dengan online-offline dan kreatif menghidupi gerakannya. Semoga bermanfaat.