Yogyakarta— Tata kelola adalah permasalahan mendasar umat Islam dan pendidikan di Indonesia. Hal ini disampaikan Anies Baswedan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI saat memberikan Keynote Speech pada Rakernas Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kamis (12/5).
“Maka tema, Meningkatkan Tata Kelola Sekolah/Madrasah/Pesantren Muhammadiyah yang Baik Untuk Menjadi Lembaga Pendidikan Bertaraf Internasional, sangat tepat diangkat pada Rakernas ini. Saya ucapkan selamat”, kata Anies.
Menurutnya, berbicara tentang tata kelola, maka orientasi yang dibangun haruslah masa depan. Lebih khusus lagi, tata kelola sekolah harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa di masa yang akan datang.
Hari ini, kata Anies, siswa dan pelajar adalah anak-anak generasi abad 21, guru dan pengelola sekolahnya generasi abad 20, sedang sekolahnya menggambarkan suasana abad 19. Karena itu diperlukan rumusan konsep tata kelolah sekolah yang baik, yang orientasinya kebutuhan masa depan.
Muhammadiyah, sambung Anies, adalah perkumpulan orang-orang yang memiliki tradisi pemberani, yaitu berani melakukan terobosan-terobosan baru. “Karena itu, Muhammadiyah jangan terjebak pada kebesaran sejarah di masa lalu, sebaliknya terus melakukan pembaharuan dan inovasi”, pesanya.
Tradisi hari ini, Anies menjelaskan, adalah hasil terobosan di masa lalu, sebaliknya inovasi masa lalu, hari ini disebut sebagai tradisi. Maka ikhtiar untuk terus menerus melahirkan inovasi itu dibutuhkan agar tidak terjebak ke dalam tradisi.
Anies mencontohkan, baju batik yang dikenakan bapak-bapak hari ini adalah hasil dari inovasi masa lalu. Dahulunya kain batik hanya digunakan untuk pakaian bawah, rok, ibu-ibu. Sekarang, kain batik sudah menjadi bagian dari tradisi bangsa dan baju resmi nasional. Sudah barang tentu saat itu, penggagas batik menjadi baju bapak-bapak, dianggap melakukan pelanggaran, tapi akhirnya inovasi itu diterima masyarakat luas dan menjadi tradisi yang baik. Hari ini, beranikah kita melakukan “pelanggaran” itu, tanya Anies.
“Pelanggaran” yang dimaksud adalah berpikir di luar kotak, berpikir berbeda, dan berpikir dengan pendekatan yang lain, jelas Anies. (gsh)