YOGYAKARTA suaramuhammadiyah.com-Praktek pendidikan Muhammadiyah telah menyumbangkan sumbangsih yang besar bagi perjalanan Bangsa Indonesia. Muhammadiyah telah bergerak untuk memajukan pendidikan semenjak Indonesia masih dalam cengkeraman penjajahan. Energi dari pendidikan modern yang dikenalkan oleh Ahmad Dahlan (perpaduan antara sistem pesantren dan sekolah Belanda) mampu menyadarkan para pribumi akan keterjajahannya. Lalu gelombang kesadaran ini meluas dan melahirkan perlawan pada kolonialisme. Pilar pendidikan kemudian menjadi salah satu kekhasan dari gerakan Muhammadiyah hingga hari ini.
Kini Muhammadiyah telah memasuki abad kedua. Tantangan dan dakwah pencerahan yang diembannya tidak sama seperti tantangan yang dihadapi oleh KH. Ahmad Dahlan, termasuk dalam hal pendidikan. “Tuntutan pendidikan kita harus menyesuaikan dengan abad ke-21. Guru kita, abad ke-20. Sementara sekolah kita, abad ke-19. Supaya tidak tertinggal, ini harus dikembangkan. Ciri pendidikan abad 21 itu ada tiga; pembelajaran yang sesuai standar, penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta globalisasi,” ujar Prof Baedhowi selaku ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, dalam acara Rakernas Majelis Dikdasmen di Kampus 1 Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, pada Kamis (10/5/2016).
Prof Baedhowi menyatakan bahwa Dikdasmen memiliki visi berkembangnya fungsi pendidikan dasar dan menengah Muhammadiyah mencakup sekolah, madrasah, dan pondok pesantren yang berbasis al-Islam Kemuhammadiyahan, holistik integratif, bertata kelola baik, serta berdaya saing dan berkeunggulan. Untuk tujuan itu, Dikdasmen merumuskan misi sebagai berikut; menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah: yang unggul dan berkemajuan; yang holistik dan integratif yakni mengembangkan akal, hati dan ketrampilan yang seimbang; yang akuntabel dan inklusif; yang didukung iptek dan imtak.
Menurutnya, dalam lima tahun kedepan Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah memiliki fokus pada pengembangan visi dan tujuan, yaitu; pertama, terciptanya transformasi (perubahan cepat ke arah kemajuan) tata kelola sekolah, madrasah dan pesantren pada semua jenjang, yang dilakukan secara baik, maju, profesional, dan modern. Kedua, berkembangnya sistem gerakan dalam tata kelola sekolah, madrasah dan pesantren yang berkualitas utama bagi terciptanya kondisi dan faktor-faktor pendukung terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Ketiga, berkembangnya peran strategis sekolah, madrasah dan pesantren secara kualitatif dalam kehidupan umat, bangsa, dan dinamika global.
Di bagian lain, beliau menguraikan tentang fenomena sekolah Muhammadiyah memiliki dinamika yang beragam di berbagai wilayah dan daerah di seluruh Indonesia. Terpenting adalah memperbaiki kualitas dan mutu masing-masing sekolah. “Sekolah yang memiliki guru, semangat, dan tata kelola sekolah yang bagus, pasti banyak muridnya. Masyarakat mengejar mutu. Sekolah Muhammadiyah yang harus menolak murid juga banyak, baik di pulau Jawa maupun di Luar Jawa. Intinya bagaimana kita memperbaiki kualitas dan mutu,” ungkapnya.
Prof Baedhowi juga menyarankan supaya sekolah Muhammadiyah tidak berjalan sendiri-sendiri. Kedepan harus ada sinergi antara sekolah dan atau universitas yang sudah maju dengan sekolah yang masih berkembang. “Membuat semua sekolah bagus tidak mudah, tapi hendaknya setiap PDM memiliki sekolah rujukan,” katanya. (Ribas)