Oleh: Isngadi Marwah Atmadja
Pada saat Rakernas Majelis Tabligh PP Muhammadiyah beberapa minggu yang lalu, Ketua PP Muhammadiyah yang juga wakil ketua umum MUI, Prof Yunahar Ilyas mengingatkan bahwa gerakan pemurtadan itu benar adanya di negara ini.
Tidak perlu mencari sumber data yang simpang-siur yang tidak bisa dipertangungjawabakan kebenarannya. Data resmi dari Kemenag RI dan Biro Pusat Statistik sudah menunjukkan adanya fenomena itu.
Data tahun 2005-2010 menyatakan bahwa jumlah penduduk yang didata beragama Islam mengalai penurunan dari 88,81% dari total populasi menjadi 88,10%. Terlihat kecil memang, kurang dari satu persen. Namun, dari laju petumbuhan penduduk, terasa agak besar. Penduduk beragama Islam hanya bertambah 7,8% sedangkan angka pertumbuhan penduduk Indonesia secara keseluruhan ada 8,5%. Ya, angka pertumbuhan penduduk Muslim berada di bawah angka pertumbuhan nasional.
Angka-angka ni semakin terlihat kontras apabila dibandingkan dengan prosentase laju pertumbuhan penduduk pemeluk agama lain. Kristen 17,12%, Katholik 15,03%, Hindu 14,78%, sedangkan Budha 11,53%. Lima tahun sebelum ini angka-angka yang ada juga berkisar seperti itu.
Angka-angka ini tidak cukup hanya kita ratapi. Sedih, apalagi marah jelas tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah.
Gerakan pemurtadan ini sebenarnya bukan baru kemarin dimulai, tetapi sudah berjalan ratusan tahun silam. Sejak bangsa-bangsa Eropa menapakkan kaki mereka di bumi Nusantara.
Dengan mensinergikan kepentingannya dengan kepentingan penguasa Eropa yang menguasai Nusantara, para juru dakwah Kristiani mewartakan agama Nashrani ke para penduduk Bumiputera.
Ketekunan dan etos para juru dakwah Nasrani (terutama pasca kemerdekaan) mengingatkan kita pada kisah keuletan para juru dakwah Islam di masa akhir Majapahit.
Di saat mereka mulai mantap dengan segala totalitas dan starteginya, semangat juru dakwah Islam sejak era kemerdekaan dapat dikatakan terus mengalami penurunan.
Akhir-akhir ini Islam malah terus mengalami degradasi citra. Kalau misi Nashrani sejak zaman kolonial hingga sekarang selalu berwujud sebagai gerakan sosial yang melayani, menolong, dan memberdayakan umat. Misi dakwah Islam cenderung terlihat suka melarang dan menertibkan. Kalau perlu dengan kekerasan.
Kalau mereka selalu merangkul siapapun, juru dakwah kita malah lebih banyak yang suka saling memukul antar teman sendiri.
Inilah yang mungkin menjadi sebab secara perlahan umlah umat Islam terus menyusut sedangkan jumlah umat Nashrani terus melonjak.
Bagi Muhammadiyah, sejak keberadaannya sebenarnya telah menandingi semua ulah kaum misi dan zending itu. Bahkan, menurut Alwi Shihab, alasan berdirinya Muhammadiyah adalah untuk membendung arus deras Kristenisasi di Bumi Jawa.
Hal ini dapat dilihat dalam catatan sejarah awal beridirnya persyarikatan ini. Semua amal usaha yang dibangun yang berupa Rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, dan juga sekolah adalah untuk mengimbangi amal usaha kaum misi dan zending.
Gerakan kristensasi ini memang harus kita bendung. Namun harus dengan cara yang cerdas.
Mungkin kita bisa mencontoh tindakan Pak AR (allahu yarham). Saat itu, ada sekelompok anak muda yang gelisah ketika menyaksikan bagaimana anak-anak pinggir sungai Code tiap hari tertentu (satu hari dalam semingu), secara rutin didatangi pastor. Pastor itu mengajar dan memberi permen kepada anak-anak.
Kelompok anak muda itu pun mengadukan kasus ini kepada Pak AR. Salah satu dari anak muda itu meminta Pak AR untuk menantang debat para pastur itu tentang keimanan. Ada yang usul untuk mengusir mereka sebelum masuk kampung. Ada pula yang usul agar Pak AR mengirim surat protes ke pemerintah.
Namun, Pak AR tidak menyuruh anak muda ini protes atau belajar Kristologi dan mengajak debat pastor itu tentang kebenaran agama. Ketua PP Muhammadiyah ini justru menyarankan anak muda itu bertindak langsung. Berbagi kebaikan kepada anak-anak. Ikut mendekati dan melatih anak-anak hal-hal yang mereka sukai. Musik, menggambar, atau lainnya.
“Coba, kalian berbagi tugas. Tiap dari kalian yang memiliki keahlian tertentu itu bisa dibagi waktunya untuk menyatu dengan anak-anak itu. Kalian jadwal sendiri, pasti anak-anak itu senang kepada kalian,” kata Pak AR.
Akhirnya anak-anak muda melakukan saran pak AR, mereka membuat kegiatan yang menyenangkan di enam hari yang lain. Setelah berapa bulan, para Pastur itu akhirnya menyerah dan tidak lagi datang ke daerah itu.
Sekali lagi, untuk membendung gerakan pemurtadan kita harus mau bekerja secara konkrit, merangkul, dan menemani umat. Bukan dengan memusuhi mereka yang belum “sempurna” dalam keyakinan agamanya apalagi dengan saling mengkafirkan dan menyesatkan antar saudara seiman.