Oleh: Imron Nasri
SUARA MUHAMMADIYAH. Musyawarah Wilayah (Muswil) Muhammadiyah diseluruh Indonesia, sudah selesai. Demikian juga dengan Musyawarah Daerah (Musda). Walaupun – konon beritanya– masih ada beberapa Daerah yang belum melaksanakan Musda. Dan saat ini, yang sedang ramai dan semarak adalah Musyawarah Cabang (Muscab). Bahkan beberapa diantaranya, juga sudah mulai mengadakan Musyawarah Ranting. Selain itu, sudah banyak juga Pimpinan Cabang Muhammadiyah yang telah dilantik. Ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah disemua tingkatan sedang menggeliat. Mudah-mudahan ini pertanda baik, bagi perkembangan Muhammadiyah ke depannya.
Dari berbagai perhelatan musyawarah di berbagai tingkatan itu, ada yang menarik dan perlu kita syukuri, yaitu tampilnya generasi muda menjadi pimpinan (baca Ketua) Muhammadiyah di masing-masing tingkatan, baik tingkat Wilayah sampai ke Ranting-ranting. Ini menunjukkan bahwa perkaderan di Muhammadiyah berjalan. Walaupun, menurut sebagian orang, perkaderan di Muhammadiyah relatif lambat. Tentu saja dengan tampilnya generasi muda ini, akan membuat langkah Muhammadiyah semakin cepat, sesuai dengan perkembangan zaman.
Wacana tampilnya generasi muda dalam kepemimpinan Muhammadiyah (sesuai dengan zamannya), sebenarnya sudah sejak lama didengungkan. Pada masa kepemimpinan Pak AR (AR Fachrudin), wacana ini sudah seringkali dia sampaikan. Dalam buku “Meremajakan Pimpinan Muhammadiyah” (2010) yang diterbitkan Suara Muhammadiyah, Pak AR mengatakan, Pimpinan Muhammadiyah, di seluruh tingkatan dari Pusat sampai Ranting perlu ada peremajaan dan penyegaran. Untuk itu, menurut pak AR, angkatan muda harus mau dan berani kita tampilkan ke muka. Sudah barang tentu angkatan muda yang benar-benar memahami Muhammadiyah (Kepribadian Muhammadiyah, Khittah Perjuangannya, Maksud dan Tujuannya, Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhammadiyah, AD/ART beserta Mukaddimahnya, dsb). Selain itu, angkatan tua, rela, ikhlas berada di belakang. Bukan merajuk. Bukan karena disingkirkan dan tidak pula karena patah hati. Tetapi Tut Wuri Handayani. Membekali yang muda, membenarkan di saat ada kekeliruan dan menggembirakan di saat mereka yang muda-muda itu lesu.
Sehingga, menurut Pak AR, bila mungkin Pimpinan Muhammadiyah di Pusat sampai ke Ranting-ranting, paling muda 40 tahun dan paling tua 55 tahun. Iman kuat, ibadah dan akhlaknya pantas dicontoh, agamanya mendalam, pikirannya masih segar, tenaganya lincah dan gesit, cara bekerjanyapun sigap dan gayeng, pandangannya luas, kewaspadaannya cukup mengesankan, ghiroh agamanya tajam, tetapi penuh tasamuh.
Mengapa demikian, karena menurut Pak AR, masyarakat kita yang akan datang, bagaimanapun insya Allah makin maju. Ilmu Pengetahuan modern bertambah maju. Teknologi modern bertambah maju. Cara berfikir masyarakat bangsa kita bertambah maju. Mungkin juga kebudayaanpun bertambah maju. Karena itu, Pimpinan Muhammadiyah perlu yang muda-muda, yang pikirannya masih segar. Tenaganya masih kuat dan lincah. Kesanggupan untuk menderita masih cukup. Kemampuan memandang yang lebih jauhpun masih jelas. Hanya saja, tentu saja jangan keliru memahami Islam, Al-Qur’an dan Sunnah. Jangan menyimpang memahami maksud-maksud Muhammadiyah yang bukan mencari kedudukan, yang bukan mencari kekayaan, yang bukan mencari keridhoan manusia. Jadi, bukan sekedar muda. Bukan remaja sembarang remaja. Melainkan seperti remajanya Ali bin Abu Thalib. Remajanya Usamah bin Zaid, remajanya Khalid bin Walid dan sebagainya. Wajahnya terang karena dadanya penuh iman dan rasa jihad. Pikirannya tajam namun hatinya tenang penuh kewaspadaan.
Mengakhiri tulisan pendek dan sederhana ini, saya kutipkan pernyataan salah seorang tokoh Muhammadiyah, yang menamakan dirinya Darso Josopranoto bahwa, Pimpinan Muhammadiyah terdiri dari anggota Muhammadiyah yang dipilih dan ditetapkan dari dan oleh anggota. Dpercaya dan diserahi mengurus dan memimpin Muhammadiyah, menghimpun dan memimpin gerak anggotanya sesuai dengan maksud dan tujuannya untuk mewujudkan cita-citanya. Pimpinan Muhammadiyah bukan hanya memimpin jalannya mekanisme organisasi, lebih-lebih diharapkan untuk memenuhi kewajiban dan tanggungjawab sebagai anggota Persyarikatan Gerakan Islam dengan contoh teladan dari sikap dan perbuatannya. Pimpinan Muhammadiyah bukan memerintah umatnya, yang hanya dapat memberi perintah tetapi kurang dapat memberi contoh teladan dan bersama-sama melaksanakan apa yang dipimpinkannya. Wallahu’alam.