YOGYAKARTA. suaramuhammadiyah.com— Media adalah pilar keempat Demokrasi. Sudah menjadi keharusan, bahwa media memainkan perannya dalam melakukan pendidikan politik. Hal tersebut dapat ditempuh melalui pemberian informasi, serta ajakan untuk berpartisipasi dalam pembangunan politik, pada warga negara . Hanya saja, kebanyakan media hari ini salah mengartikan makna pendidikan politik tersebut. Jumlah media kita banyak, tapi dikuasai oleh kelompok tertentu, sebagai saluran aspirasi politiknya. “Tentu hal demikian, bertentangan dengan prinsip media sebagai saluran publik, dengan menjaga netralitas, karena berpihak pada kepentingan pubik,” terang Sunyoto Usman dalam diskusi panel Konsolidasi Nasional sesi Politik Berkemajuan: Demokrasi, Politik Pemerintahan dan Penegakan Hukum di Universitas Muhammadiyah Yogyakara, (24/5).
Karena media telah terkooptasi oleh aspirasi politik pemilik media, maka banyak masyarakat kemudian mencari media alternatif. Wahasil, piihan tertuju pada internet. Sehingga dampaknya, kini internet telah membenuk komunitas baru, yang disebut dengan cyber society. “Adanya cyber society ini, perlu dikaji oleh pimpinan Muhammadiyah,” kata sosiolog UGM ini. Dikarenakan internet ini memiliki ruang yang lebar dan menembus batas waku, kemudian mampu mengundang banyak orang untuk berpartisipasi. Akan tetapi, keberadaan internet ini, bak dua sisia mata pisau. Sisi positifnya, dapat digunakan untuk memperkuat demokrasi. Sementara sisi negatifnya, mampu menghancurkan demokrasi. “Oleh karena itu, saatnya pimpinan pusat Muhamadiyah untuk menggerakkan seluruh pimpinan muhammadiyah dari berbagai ingkaan agar melek teknologi,” terang Sunyoto. “Karena dari sinilah, kita mampu menelaah struktur relasi masyarakat dalam cyber society,” pungkasnya. (GR)