YOGYAKARTA. suaramuhammadiyah.com– Guru besar UIN Sunan Kalijaga mengatakan bahwa dalam sistem perekonomian nasional terdapat golongan yang diistilahkan dengan pelaku ekonomi tukang catut. Para tukang catut ini merupakan mereka yang senang untuk melakukan konspirasi dan memainkan system ekonomi secara tidak sehat.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Prof Musa Asy’arie saat sesi diskusi paralel ekonomi dengan tema “Rekonstruksi Kebijakan Ekonomi Pro Rakyat”, pada Konsolidasi Nasional Muhammadiyah, di Gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Selasa (24/05).
Dalam penyampaiannya, Prof Musa mengistilahkan pihak yang melakukan konspirasi dengan sebutan pelaku ekonomi tukang catut. Mereka merupakan para pemegang kepentingan yang selalu memainkan kebijakan perekonomian pemerintah.
“Dalam realitasnya, pembangunan ekonomi kita disetiap proses dan tahap kegiatannya selalu ada ekonomi tukang catut. Bisa dikatakan ekonomi tukang catut ini karena dalam peranan perekonomian selalu di kuasai oleh pemangku kepentingan. Ekonomi tukang catut ini berlaku dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Kalangan bawah seperti calo yang masih sering berkeliaran di sekeliling masyarakat Indonesia. Sedangkan kalangan atas seperti pihak multinasional korporasi yang perlahan-lahan memainkan peranan penting dalam perekonomian kita,” jelasnya.
Mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga itu menambahkan bahwa tukang catut berhasil dalam membangun jaringan konspirasi di semua lini, terutama dalam hal pemodalan, perizinan, penetapan lokasi, dan manajemen perusahaan. Kondisi ini yang menyebabkan banyak munculnya korupsi. Musa Asy’arie mencontohkan kasus Freeport. “Saya menduga Freeport ada kejahatan konspirasi. Faktanya, rakyat tidak berani mengusik Freeport. Hanya pihak kepentingan yang bisa mengusik Freeport. Di lain sisi, kasus Freeport tidak berdaya pro rakyat,” paparnya.
Menurut Musa, konspirasi harus dilawan agar Negara kaya sumber daya seperti Indonesia tidak tergadaikan. “Kalau ingin membangun pro rakyat, maka pemerintah harus melawan konspirasi,” ungkapnya.
Sebagai salah satu solusi meningkatkan perekonomian, Prof Musa menyarankan system ekonomi pro rakyat dijalankan secara serius dan berkelanjutan. “Ekonomi pro rakyat mewajibkan pengguna produk dalam negeri dan bimbingan teknik peningkatan kualitas. Namun masalahnya produk dalam negeri tidak berkualitas,” tandasnya.
Bagi Musa, kesenjangan ekonomi di Indonesia sudah semakin tajam, khususnya di wilayah Indonesia Timur, maupun di wilayah perbatasan. Kelemahan perekonomian rakyat disebabkan oleh banyaknya pengelola sumber daya yang dikuasai oleh kekuatan korporasi. Sehingga kekayaan sumber daya yang dimiliki negara dan seharusnya dimanfaatkan oleh rakyat, terhalang oleh pihak korporasi yang di belakangnya memiliki kepentingan. Padalah menurut Musa, secara Undang Undang, ekonomi Indonesia pro rakyat sebagaimana disebut dalam pasal 33 dan 34, namun dalam praktekknya justru sangat pro para pemilik modal. (Ribas)