YOGYAKARTA. suaramuhammadiyah.id –Organisasi Aisyiyah telah mencanangkan tahun ini sebagai tahun darurat kekerasan anak dan perempuan. Kekerasan yang menimpa anak serta perempuan belakangan dimotori oleh berbagai faktor termasuk lingkungan, pola pengasuhan keluarga, gadget, dan salah satunya adalah tayangan televisi. Pimpinan Wilayah Aisyiyah DIY menekankan bahwa perlu adanya upaya yang lebih keras dalam mengontrol konten tayangan televisi, terlebih yang bermuatan kekerasan ataupun yang mampu menyebabkan degradasi moral masyarakat.
“Televisi merupakan penyumbang darurat kekerasan pada anak dan perempuan saat ini. tayangan-tayangan dengan muatan kekerasan tersebut ditiru dan dipraktekkan oleh anak-anak kita,” ungkap Ketua PWA DIY Zulaikhah dalam audiensi dengan pihak Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY. Audiensi yang dihadiri oleh Komisioner KPID Sapardiyono, Hajar Pamundi, Junaidin, dan Marisa Bikriy Azkiya, Ketua PWA DIY Zulaikhah beserta perwakilan dari Majelis dan Lembaga PWA DIY, di Kantor PWA DIY Rabu (26/5).
“Warga, termasuk anak-anak mempunyai hak untuk mendapatkan penyiaran yang sehat, hal ini menjadi sesuatu yang belum pernah dipenuhi oleh lembaga penyiaran selama ini,” imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, PWA DIY menginginkan solusi sekaligus tekanan dan teguran yang lebih keras kepada lembaga-lembaga penyiaran yang menyalahi ketentuan penyiaran. Salah satunya, menayangkan konten dengan muatan kekerasan ataupun adegan tidak senonoh lainnya. Selain itu PWA DIY juga ingin menindaklanjuti kerjasama yang telah dijalin sebelumnya. “Kami menyadari bahwa banyak anak-anak di lembaga pendidikan Aisyiyah ataupun Muhammadiyah yang menjadi tanggungjawab kami agar tidak terpapar oleh dampak tayangan ini,” lanjut Zulaikhah.
Permasalahan yang ada kemudian bahwa televisi hari ini bukan lagi sekedar bagian dari industri namun juga kepentingan politik. Ketua Komisioner KPID Sapardiyono, kemudian menjelaskan bahwa di tahun 2015, 93 surat teguran telah dilayangkan. Di tahun 2016 ini pihaknya telah melayangkan setidaknya 49 surat teguran kepada sejumlah lembaga penyiaran. Teguran tersebut di antaranya terkait konten yang menampilkan adegan merokok, yang berbau erotis, dan yang bermuatan kekerasan. Sedangkan, kewenangan KPI sendiri dalam melakukan teguran pun kian dibatasi dan telah dilimpahkan kepada Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Menurutnya, salah satu cara alternatif yang mampu ditempuh bersama antara lain menumbuhkan kesadaran masyararakat melalui literasi media. Orang tua diharapkan mampu meningkatkan pengawasannya dan memiliki sensitifitas yang lebih terhadap tayangan-tayangan yang harus dihindari dan tidak ditonton oleh anak.
“Kini senjata KPID yang terbesar adalah dukungan masyarakat. Potensi Aisyiyah sebagai civil society menjadi modal besar dalam merubah budaya menonton masyarakat,” tuturnya.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang sebelumnya telah dijalankan oleh Aisyiyah. Di antaranya adalah dengan kampanye Gerakan TV Sehat Berjamaah, Dakwah Media Literasi, menyusun Buku Panduan Sehat Menonton TV. Selama ini, Aisyiyah telah menggunakan strategi pendekatan budaya kepada masyarakat dalam mengkampanyekan dampak negatif tayangan televisi. Tidak dipungkiri, bahwa timbulnya kekerasan anak dan perempuan pun berasal dari pola asuh keluarga. Zulaikhah pun menanggapi bahwa keberadaan TV yang sehat merupakan salah satu indikator dalam program keluarga sakinah yang telah digagas oleh Aisyiyah.
“Kami siap untuk berkolaborasi dengan Aisyiyah dalam melakukan gerakan secara grass root kepada masyarakat. Diharapkan gerakan ini akan mampu melibatkan para orang tua, anak-anak, dan masyarakat yang lebih luas,” tambah Hajar Pamundi.
Beberapa kerjasama yang akan dilakukan selanjutnya oleh PWA DIY dengan KPID adalah mengadakan Diskusi Publik tentang literasi media serta Deklarasi Mayarakat Peduli Media. Dari sini, diharapkan juga adanya perhatian dan kesadaran pemerintah pusat atas situasi darurat kekerasan yang sebagian disebabkan oleh tayangan televisi. Sehingga, teguran keras tanpa tedeng aling-aling dapat dilayangkan kepada sejumlah lembaga penyiaran untuk menyajikan tayangan mendidik dan tidak sebaliknya yang bisa merusak moral bangsa Indonesia (Th).