STIKES PKU Muhammadiyah dan BP3TKI Jateng Jalin Kerjasama

STIKES PKU Muhammadiyah dan BP3TKI Jateng Jalin Kerjasama

SOLO –Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) PKU Muhammadiyah Surakarta dan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Jawa Tengah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Institusi Kesehatan, khususnya Keperawatan se-eks Karesidenan Surakarta. Kerjasama ini khususnya dalam hal pengiriman tenaga kesehatan Indonesia (TKI) ke Jepang.

“Mou ini terkait program G to G perawat ke Jepang, Saat ini diikuti 12 STIKES se eks Karesidenan Surakarta,” jelas Kasubag TU BP3TKI Jawa Tengah, Rodli, di sela-sela kegiatan Sosialisasi dan MoU Pengiriman TKI Keperawatan ke Jepang, Senin (2/6/2016).

Rodli mengakui, untuk pengiriman TKI Perawat dari Jawa Tengah ke Jepang memang belum banyak. Hanya sekitar 100 orang perawat. Padahal kebutuhan perawat dari Indonesia untuk Jepang saat ini sangat banyak. Sebagian masih didominasi perawat dari Jawa Barat yang setelah lulus sekolah perawat kemudian dilatih lagi atau diupgrade sesuai negara tujuan.

“Karena itu untuk mengejar ketinggalan itu, kami bekerjasama dengan sejumlah STIKES untuk melakukan program pelatihan tambahan sesuai kebutuhan negara tujuan. Misalnya kalau ke Jepang maka kita latih mahir bahasa Jepang,” jelasnya.

Untuk lokasi program pelatihan tambahan, hingga saat ini terdapat di dua tempat, Pekalongan dan Kebumen. Dalam waktu dekat bertambah satu lokasi lagi, yakni di Kota Solo.

Sementara itu, Ketua Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan (HPTKes) Jawa Tengah, Weni Hastuti mengakui, pengiriman TKI perawat dari Jawa Tengah masih terkendala oleh bahasa. Padahal kebutuhan Jepang akan perawat misalnya, cukung banyak. Untuk itu, memang diperlukan pelatihan tambahan terutama dalam hal berbahasa. Rendahnya lulusan institusi pendidikan kesehatan yang terserap, menurut Weni, terkait kesiapan sumber daya manusia lulusan. Terutama dalam hal bahasa dan standar kualitas pendidikan kesehatan yang ada.

“Nah melalui penandatangan MoU ini bisa disepakati dibuka program pelatihan tambahan,” ujarnya.

Weni mengatakan, kompetitor utama tenaga kesehatan Indonesia adalah Filipina. Filipina agaknya memang mempersiapkan untuk bersaing, termasuk kurikulumnya sudah standar Amerika Serikat dan lulusannya memang dipersiapkan untuk diserap diluar negeri.

“Untuk itu, kami pimpinan perguruan tinggi kesehatan sepakat untuk meningkatkan kesiapan sumber daya manusianya. Terutama untuk bersaing di luar negeri,” ujarnya.

Deputi kerjasama luar negeri dan promosi Drg Elia Rosalina MARS MS mengungkapkan, masih banyak lulusan instusi pendidikan kesehatan yang belum terserap. Berdasarkan data, ada sekitar 40 persen pertahun yang belum terserap.

“Hingga tahun 2015, instusi pendidikan kesehatan menghasilkan 361.447 lulusan. Rata-rata pertahun sekitar 75an ribu lulusan. Itu data lulusan total seluruh perguruan tinggi di Indonesia,” ungkap Weni.

Lulusan sebanyak itu, menurut Weni, baru sekitar 46.451 lulusan pertahun yang terserap di dalam negeri. Untuk luar negeri baru 278 lulusan pertahun. Padahal kebutuhan luar negeri saat ini mencapai sekitar 400.000-an tenaga kesehatan khususnya perawat. “Artinya, kebutuhan luar negeri akan lulusan tenaga kesehatan masih sangat banyak,” ujarnya.

 

Exit mobile version