YOGYAKARTA. suaramuhammadiyah.id -Umat Islam harus turut serta dalam kontestasi tafsir, harus berani mengajukan tafsirnya terhadap pancasila. Dengan turut bersiap menghadapi kontestasi tafsir ini, menjadi perwujudan dari kepentingan ‘darus-syahadah’ atau dalam rangka mengisi negara ini setelah adanya kesepakatan. Itulah yang dipaparkan Din Syamsuddin dalam Pengajian Ramadhan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (9/6).
Menurutnya, sila pertama sebagai dasar tauhid harus tetap dipertahankan. Dengan artian bahwa ketuhanan yang maha esa lebih memiliki posisi yang lebih tinggi, lebih dalam dan lebih luas dari 7 kata yang sebelumnya. “Karena jika dikaitkan hanya dalam ranah syariah, maka tentunya akan terbatas,” imbuh Din.
Ia pun menjelaskan bahwa Pancasila bukan sekedar political statement atas kesepakatan para pendiri, dan ideological statement. Lebih dari itu, penempatan pancasila adalah sebagai philosophical foundation dalam berbangsa dan negara. Din juga menegaskan ke 5 sila pancasila harus dimaknai sebagai sebuah struktur yang bisa dilihat dalam berbagai macam bentuk, namun tetap dipahami dalam kerangka yang sistematis.
“Oleh karena itu, tidak perlu menjustifikasi pancasila dari segi teologis hanya untuk menyebut berbagai ayat dan hadist tentang pancasila,” tuturnya.
Dalam hal ini, tambah Din, bisa dikatakan juga bahwa sila pertama dan kedua adalah dasar yang sangat ditekankan oleh Islam, yaitu at-tauhid wa insaniyah yang berarti agama harus berujung kepada kemanusiaan. “Ini adalah ruh. Dasar dari rahmatan lil alamin adalah al insaniyah, tentang humanity dan human being,” sebutnya.
Din pun menyebutkan bahwa ada hal yang paling penting dilakukan bagi umat Islam saat ini yaitu melakukan Muhasabah, Muroqobah, dan Muhawalah. Muhasabah dilakukan dalam bentuk evaluasi seluruh wacana yang berkembang di negara ini, termasuk mampu menempatkan diri secara proporsional dalam konteks negara pancasila.
Sedangkan muroqobah atau mengawal serta turut mengawasi hal-hal yang bermunculan di di masyarakat, salah satunya yang diwaspadai adalah kemunculan neokomunisme. Namun, tentunya kita tidak boleh terjebak dalam isu-isu tanpa mengetahui siapa yang bermain di belakangnya. Menurutnya, Indonesia sangat mudah dijadikan mangsa dan sasaran bagi isu-isu yang berkembang secara liar.
“Saya kira Pimpinan Muhammadiyah cukup cerdas dan daya intelijensi cukup dalam mengungkap siapa yang ada di belakang isu dan rekayasa ini. Namun, bukan berarti kita kehilangan kewaspadaan kita. Muroqobah harus dilakukan dengan cepat, tepat dan benar,” lanjut Din.
Muhawalah berarti mencoba menyiasati keadaan atau mencoba melakukan cultural engineering berdasarkan tafsir Pancasila yang dimiliki. Perwujudan muhawalah bisa dikatakan tercermin dalam upaya turut serta dalam kontestasi tafsir negara pancasila tersebut. Dengan beberapa hal itu, Din menandaskan, bahwa umat Islam telah berperan ganda, yaitu menyelamatkan pancasila sekaligus melakukan tafsir dengan substansiasi nilai-nilai Islam dalam dasar bernegara.
“Ini adalah politik tinggi yang harus dilakukan Muhammadiyah, bukan hanya sekedar pengertian dengan tujuan mendapatkan posisi strategis di arena kebangsaan,” tandasnya (Th).