Oleh: Imron Nasri
Beberapa periode yang lalu, setiap menjelang Muktamar Muhammadiyah, salah satu sorotan yang muncul adalah masalah kaderisasi. Saat itu, ada pandangan bahwa selama ini kaderisasi di tubuh Muhammadiyah telah terjadi kemandegan. Salah satu alasannya adalah, setiap kali Muktamar sampai Musyawarah Wilayah dan Daerah, calon-calon pimpinan Muhammadiyah, tidak beranjak dari nama-nama yang sudah dikenal selama ini. Namun, pada dua kali Muktamar terakhir ini, proses kaderisasi ini sudah mulai berjalan. Baik tingkat Pusat, Wilayah maupun Daerah nama-nama baru, dari generasi muda Muhammadiyah sudah mulai masuk dalam jajaran pimpinan. Proses peremajaan dilingkungan Pimpinan Muhammadiyah, relatif lancar dan tidak menimbulkan gejolak, yang berarti.
Sebuah pertanyaan muncul adalah mengapa selama ini proses perkaderan di Muhammadiyah dinilai cukup lambat? Menarik untuk disimak pernyataan Amien Rais. Dalam pandangan Amien Rais, sebab pokok munculnya gejala kemandekan kaderisasi dalam tubuh Muhammadiyah, saya kira, karena ada kesenjangan antara kesiapan Muhammadiyah dengan dinamika masyarakat Indonesia yang bergerak sangat cepat. Dalam kurun waktu sekitar 20 tahun terakhir memang terjadi perubahan-perubahan sosial, politik, ekonomi, dan kultural di panggung kehidupan nasional dan semuanya ini berjalan sejalan dengan proses perubahan pada tingkat global. Apalagi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini perubahan-perubahan itu berjalan benar-benar dislokatif pada berbagai macam nilai kultural sehingga terjadi penjungkir-balikan situasi yang cukup radikal. Di panggung nasional sendiri kita saksikan tergusurnya idealisme oleh pragmatisme, ideologisme oleh ekonomisme dan dibarengi dengan kehidupan organisasi-organisasi kepemudaan yang lesu atau loyo. Dalam perubahan multi-dimensional yang sangat cepat itu, harus diakui bahwa kesiapan mental dan organisasional Muhammadiyah nampak tertinggal. Karena itu tidak aneh bila gerak Muhammadiyah sendiri maupun AMM-nya kelihatan lamban, bahkan agak stagnan. AMM tidak sendirian dalam hal ini, karena kebanyakan organisasi kepemudaan Islam, juga mengalami hal yang sama, walaupun dengan bentuk dan manifestasi yang berbeda.
Tantangan yang paling besar bagi organisasi-organisasi keagamaan dewasa ini adalah tarikan sosial dan ekonomi yang sangat kuat di tengah masyarakat yang mengajak masyarakat untuk menomorsatukan kesejahteraan lahiriah dan menomorduakan dimensi ukhrowi. Menghadapi tantangan seperti ini, organisasi-organisasi keagamaan seakan harus melawan arus. Akan tetapi yang paling baik barangkali bukan melawan arus, tetapi mengalihkan aliran arus agar lebih sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Dinamika masyarakat berkat kemajuan iptek tidak ditentang, tetapi dinamika itu diarahkan ke tujuan yang lebih bermanfaat bagi nilai-nilai kemanusiaan di masa depan. Organisasi-organisasi sosial-keagamaan seperti Muhammadiyah dan AMM-nya punya tanggungjawab dalam masalah ini.
Kelemahan pokok pimpinan AMM dewasa ini, menurut hemat saya, adalah kurang dimilikinya reading habit (kebiasaan membaca) yang kuat. Perintah pertama Al-Qur’an, yakni iqra’ atau baca agaknya belum membudaya dan melembaga di kalangan pimpinan AMM. Jadi langkah pertama yang perlu dijalankan adalah menumbuhkan kebiasaan membaca sekuat-kuatnya. Bila kebiasaan membaca sudah kuat mengakar, pada gilirannya cakrawala wawasan yang dimiliki juga akan meluas. Keluasan cakrawala ini sangat penting untuk memacu berbagai langkah positif, apakah berupa perbaikan mekanisme kerja organisasi, peningkatan mutu kepemimpinan, pemantapan sikap percata diri, kesediaan untuk menerima kontribusi konstruktif pihak lain, dan lain sebagainya.
Penajaman intelektualitas, peningkatan pemahaman agama secara komprehensif dan kesediaan berkorban barangkali merupakan PR jangka panjang. Tokoh-tokoh AMM di tingkat masing-masing juga harus sering berinteraksi dengan berbagai organisasi lain agar tidak sekedar menjadi jago kandang. Perdalam agama, pertinggi ilmu, bekerja keras dan jangan malas membaca, agaknya merupakan garis-garis besar peningkatan kualitas AMM.
Apa yang disampaikan Amien Rais diatas, saya kira perlu menjadi bahan renungan dan bahan kajian bagi apara aktifis AMM disemua ingkatan.***