Ketiga, ada pembacaan yang kritis bahwa skema Keistimewaan ini sebagai persoalan yang belum kelar, terutama menyangkut komunikasi elit Muhammadiyah dengan pemerintah DIY dimana masih kuat terkesan partai yang didukung warga Muhammadiyah tidak ‘sreg’ dengan keberadaan UUKY ini.
Warga Muhammadiyah mempunyai informasi cukup lengkap mengenai dinamika Istana sehingga ada kegalauan jika mendekat akan menjadi bagian dari persoalan dan bukan bagian dari solusi. Ketertutupan kraton dalam hal informasi publik juga menjadi faktor lain minimnya partisipasi Muhamadiyah. Sejatinya, jika suatu institusi dibiayai APBN, termasuk Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman diwajibkan memberikan akses kepada publik terkait progres kinerjanya.
Jika dicarikan kedekatan pemikiran dan agenda kerja antara pemerintah DI Yogyakarta dengan Muhammadiyah, maka dapat dilihat kemiripan dalam gerakan pencerahannya (renaissance) yang kini lebih populer dengan istilah Islam-Indonesia berkemajuan. Etos berkemajuan yang dirumuskan oleh Muhammadiyah dengan 9 jalan renaissance Yogyakarta mempunyai banyak sisi kemiripan. Jika berjalan beriringan, ada harapan lebih besar untuk membawa DIY keluar dari ketertinggalannya di bidang kesejahteraan. Sayangnya, Muhammadiyah sudah cukup jauh ditinggal dalam proses pembangunan DIY berbasis keistimewaan.