JAKARTA, suaramuhammadiyah.id-Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan bahwa KH Ahmad Dahlan merupakan sosok yang sangat toleran, terbuka, dan membenci sikap fanatisme buta. Hal itu dikatakan Dahnil di sela-sela acara Konvensi Antikorupsi, di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng, Jakarta, Minggu (19/6).
“Kyai Dahlan memiliki pemikiran yang terbuka, frame yang digunakan itu adalah kemanusiaan. Oleh sebab itu, anak-anak muda harus memahami, apapun agama yang mereka anut, Indonesia memiliki karakter yang khas, yaitu keberagaman,” tutur Dahnil.
Dalam sejarah, Kyai Dahlan merupakan sosok yang selalu berpegang teguh pada prinsip namun berpikiran terbuka dan mengajarkan bahwa hidup harus bermanfaat untuk seluruh umat manusia. Dengan keterbukaannya, Kyai Dahlan bekerjasama dengan non-muslim dalam mendirikan RS PKU Muhammadiyah pertama kalinya. Dengan keterbukaannya pula. Kyai Dahlan mendirikan sekolah yang mengawinkan antara sistem pendidikan modern ala Belanda dan pendidikan tradisional ala pesantren.
“Seperti yang pernah dibilang oleh Kyai Ahmad Dahlan, orang yang fanatik itu pasti orang bodoh. Kalau anak muda banyak baca sejarah, maka praktik intoleransi tidak akan punya tempat di Indonesia. Leluhur kita, tokoh-tokoh masyarakat zaman dulu itu tidak mewariskan intoleransi, yang mereka wariskan adalah toleransi,” ujar Dahnil.
Dahnil menilai, maraknya persoalan intoleransi belakangan ini muncul karena rendahnya literasi sejarah anak-anak muda terhadap tokoh bangsanya sendiri. Minimnya pengetahuan sejarah dianggap melemahkan pemaknaan toleransi dalam konteks keindonesiaan.
Menurut Dahnil, pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang toleran dan menghargai keberagaman. “Pada dasarnya, secara genetika Indonesia itu sangat toleran. Contohnya, ketika dulu agama Hindu masuk ke Indonesia, kemudian masuk agama Buddha dan Kristen, lalu Islam. Itu sebenarnya menunjukkan secara budaya, orang Indonesia relatif terbuka,” ujarnya.
Dahnil mengatakan, jika mengacu pada fakta sejarah, seharusnya generasi muda saat ini dapat memahami bahwa Indonesia dibangun atas kesadaran akan keberagaman. Kesadaran itu, secara jelas terwujud dalam beberapa peristiwa bersejarah yang menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ia menyebutkan, beberapa peristiwa seperti Sumpah Pemuda dan Kebangkitan Nasional merupakan simbol pengakuan atas keberagaman. “Negeri ini dibangun atas kesadaran kolektif bahwa kita beragam. Peristiwa seperti Sumpah Pemuda dan Kebangkitan Nasional oleh Boedi Oetomo merupakan simbolisasi pengakuan terhadap keberagaman. Jika ada pihak yang bertindak mengancam keberagaman itu sama dengan merusak Indonesia,” ungkap Dahnil Anzar (Ribas).