Cahaya Cinta di Arul Kumer

Cahaya Cinta di Arul Kumer

Mozaik Ramadhan Oleh: Nyak Arief Fadhillah Syah

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (An-Nisa’ ayat 9)

 

“Sekarang saya lagi di Alur Kumer bang, koordinasi persiapan dengan panitia lokal”

“Sama siapa Fiq perginya ?”

“Topik sama Ustad Mawardi bang”

“Ok Fiq, abang minta maaf tidak bisa ikut bersama, karena masih di Medan, ngurusin kuliyah”

“Gak apa-apa bang, insyaa Allah dapat diatasi, sejauh ini sambutan panitia lokal sangat positif menyambut rencana kegiatan kita”

“Oh ya fiq, mudah-mudahan Rabu depan saat koordinasi di Banda Aceh nanti abang sudah kembali, rencana induk trainingnya telah abang email ya”

“iya bang, terimakasih”

 

Lalu setelah saling mengucapkan salam pembicaraan melalui hand phone selular itu berakhir. Memang persiapan kegiatan training di Alur Kumer Aceh Tengah menjadi salah satu kegiatan utama dalam Ramadhan tahun ini.

 

Awalnya Ketua Muhammadiyah Aceh mengundang Nyak Arief, Taufiq, Ust. Hermansyah dan beberapa kader. Dalam rapat kecil ba’da shalat asar, beliau menyampaikan rencana dan keinginanannya.

“Untuk Ramadhan ini, saya sangat berkeinginan dapat terselenggara training

 

Darul Arqam sebagaimana yang pernah dahulu kita laksanakan, saat itu Nyak Arief sebagai Ketua MPK PW Muhammadiyah Aceh.

“Nyak Arief tentu masih ingat saat kita buat training serupa di Abdya dan Aceh Selatan”

“Iya ketua”

“Namun kali ini saya berkeinginan training yang kita buat itu memiliki nuansa yang berbeda”.

“Kita tidak hanya melaksanakan training, namun bagaimana nuansa kebersamaan dan silaturahmi bermuhammadiyah itu lebih hidup”

“Saya ingin kegiatan training dilaksanakan tidak di gedung pertemuan atau hotel, tapi dilaksanakan di masjid, penuh kesederhanaan dan kita buka dapur umum, kita masak sendiri semua kebutuhan berbuka dan sahur”

“Ok, sekarang saya minta pandangan dari kalian semua”

“Saya setuju Ketua”. Taufiq menyampaikan pendapatnya.

“Menurut saya, Muhammadiyah perlu mengubah orientasi kegiatan-kegiatannya. Jika kita dapat mendisain kegiatan yang lebih sederhana dan menarik, insyaa Allah kegiatan Muhammadiyah akan lebih fokus pada pencapaian tujuannya” “Ya itulah yang saya maksud”. Ust. Aslamnur menegaskan persetujuannya terhadap pandangan Taufiq.

 

“Bagaimana Ust. Hermansyah ?”. Tiba-tiba Ketua meminta pendapat Ust. Hermansyah, Ketua Majelis Tablig PW Muhammadiyah Aceh.

 

“Begini, saya ingin mengusulkan agar kegiatan yang akan kita laksanakan nanti dapat menjawab beberapa hal yang menjadi masalah dan konsen kita, misalnya sangat penting menggagas sebuah training yang memberikan perspektif baru tentang dakwah dan tugas mubalig Muhammadiyah”

“Wah, Ust. Hermansyah mulai bersemangat, saya senang sekali kalau melihat Ust. Herman terbakar spiritnya, bagaimana Nyak Arief ?”.

Ketua Muhammadiyah Aceh mencandai ustad Herman.

 

Semua tahu, tidak mudah membuat Ustad Herman berminat pada suatu hal, tetapi bukan berarti dia bersikap cuek dengan kegiatan-kegiatan Muhammadiyah. Begitulah Ustad Herman, dia salah satu kader Muhammadiyah tulen yang pembawaannya cool dan disenangi oleh banyak sahabat-sahabatnya.

 

“Menurut saya, training Ramadhan ini dapat kita disain memenuhi tiga domain, yaitu MPK, Tabligh dan LPCR. “Jika kita persiapkan dengan baik, ini menjadi khazanah kreatif bagi model pelatihan di Muhammadiyah”

“Saya setuju dengan pendapat Nyak Arief, maka nanti dalam hal konsep trainingnya, saya minta Nyak Arief membuat drafnya terlebih dahulu, lalu kita diskusikan bersama”

 

Mendengar pernyataan Ketua Muhammadiyah, tampak Nyak Arief seperti baru menyadari bahwa siapa saja yang berpendapat akan mempertanggungjawabkan pendapatkan dengan tugas yang akan diterimanya.

 

“Baiklah jika demikian, kita sepakati dan tentukan kepanitiannya dulu”.

“Setiap Wakil Ketua yang membidangi majelis menjadi SC, termasuk ketua majelisnya.

“Lalu siapa yang bersedia menjadi Ketua Panitia ?”

 

Semua mata memandang kepada Taufiq Riswan sekretaris LPCR, kader Muda Muhammadiyah yang baru saja terpilih menjadi Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Banda Aceh. Rapatpun akhirnya memutuskan Taufiq sebagai ketua panitia.

 

“Baik, untuk Master of Training, saya memutuskan Nyak Arief, bagaimana setuju ?” Tampaknya Ketua Muhammadiyah Aceh mengambil jalan pintas, mengajukan calon Master agar segera mendapatkan respon. Peserta rapat kecil sore itupun berkoor tanda setuju.

 

Nyak Arief tampak terdiam, sepertinya dia berada dalam situasi sulit antara menerima atau menolak. “Ini program pertama Muhammadiyah setelah Musywil beberapa bulan yang lalu”, batinnya. Sementara saat ini dia sedang disibukkan dengan pelatihan Puspelkessos di 23 kabupaten kota, “aduh bagaimana ini”, dia kembali membatin dalam hati.

 

Perlahan-lahan dia tertunduk dalam, tiba-tiba saja ingatannya membuncah haru pada seraut wajah almarhum Abah. Setiap Ramadhan tiba, abah pasti menjadi orang pertama yang menginisiasi kegiatan seperti ini, abah selalu siap kemana saja kegiatan Muhammadiyah di bulan Ramadhan, meski usia dan kondisi kesehatannya terganggu. Abah pasti begitu bersemangat, dia tampak muda dari usianya dan semua penyakit di tubuh tua itu terbang raib begitu saja. “Subhanallah, dia begitu malu dengan semua ini”.

 

Tetapi menjadi Master sebuah training bukanlah pekerjaan mudah, karena menyangkut bagaimana keberhasilan suatu training itu dapat dicapai. Hal yang tersulit adalah mengubah kultur di Muhammadiyah, bahwa pelatihan itu bukan sekedar parade penyampaian materi oleh narasumber, tetapi bagaimana menstrukturkan materi dengan pendekatan dan ragam metode dan tehnik pelatihan, sehingga in put, proses dan out put training dapat terintegrasi sebagai suatu pemahaman yang utuh dalam sistim perkaderan Muhammadiyah.

oooOooo

“Yanda, boleh Fatih ikut ke Takengon bersama yanda”

“Takengon itu jauh nak”

“Fatih janji gak nakal dan patuh”

“Iya yanda, Fatan janji gak buat susah yanda”

“Kata yanda, kita ini kan satu tim Ramadhan, mana buktinya !”

 

Nyak Arief mulai repot dengan permintaan kedua anaknya. Dia melihat kedua puteranya itu begitu berhasrat pergi ke Takengon

 

“Dengar ya nak, Takengon itu dataran tinggi di Aceh, disana sangat dingin dan akan menempuh 8 jam perjalanan darat”. Dari Kota Tekengon harus menempuh 1 jam lamanya baru tiba di gampong Arul Kumer. Gampong Arul Kumer terletak di kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah

 

“Yanda kan sudah janji, jika nilai rapor kami baik akan bawa kemana saja Yanda pergi Ramadhan ini”. Fatih mulai menagih janji. “Wah ini tidak pernah terpikirkan olehnya, karena pergi ke Takengon tidak ada dalam perencanaan” batin Nyak Arief dalam hati.

 

“Rief, kamu ingat saat kecil dulu, kemana saja Abah pergi berdakwah, dia selalu mengajak engkau, mengapa kamu tidak melakukan hal serupa ?”. Tiba-tiba Umi nimbrung pembicaraan, membuat Nyak Arief tersudut.

“Itulah namanya kaderisasi Rief, untuk apa kamu menjadi Master dalam perkaderan Muhammadiyah jika kamu mengabaikan perkaderan untuk anakmu sendiri !”. Nyak Arief semakin terpojok dengan pernyataan Umi.

 

“Begini Umi, Arief sudah janji berangkat bersama mobil Ketua Muhammadiyah pukul 09.00 WIB nanti, tidak mungkinkan Arief bawa Fatih dan Fatan. “Arief aja numpang dan tentu ada beberapa orang lain”. “Dan satu lagi, Arief disana mengelola training, bukan main-main, tentu repot nantinya”

“Fatih janji gak membuat repot yanda”

 

“Fatan juga janji, ayolah yanda, kami ikut…” Kedua mata bocah itu mulai menggantung kristal putih, berharap sangat ayahnya mengabulkan permintaan mereka. Sepertinya sebentar lagi Fatih dan Fatan akan menggunakan jurus menangisnya.

“Baiklah, tapi kita buat pernjanjian dulu”

“Horee, terimakasih yanda”, tiba-tiba Fatan menghambur dalam pelukan ayahnya sembari berkata “apa saja aturannya kami patuh”. Tampak Fatan begitu yakin dan kedua matanya berbinar, tanda betapa senang dirinya mendengar keputusan ayah.

 

Sementara Fatih mengusap wajahnya, “akhirnya doa Fatih dikabulkan Allah”.

Nyak Arief merasa geli sendiri melihat tingkah kedua puteranya itu. Mungkin begitulah dia saat masih kecil dulu, merengek minta ikut kemana Abah pergi”, batinnya dalam hati.

 

Tiba-tiba saja ingatannya melayang pada suatu waktu dimana dia ditinggalkan Abah. Dia menangis sejadi-jadinya, bergulingan di tanah hingga tertidur lelah karena menangis. Ya, salah dirinya sendiri, dia asyik bermain guli hingga ketika pulang ke rumah, abahnya telah pergi. Nyak Arief jadi tersenyum sendiri, betapa dia lebih kolokan saat kecil dulu ketimbang kedua puteranya.

 

Oppps…saatnya menghubungi Ketua Muhammadiyah Aceh.

“Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikum salam wr.wb, kami sudah dekat dengan simpang BPKP “. Terdengar jawaban Ust. Aslam di hand phone.

“Begini Ustaz, ada sedikit perubahan, saya harus menyelesaikan beberapa hal dahulu di kampus, lalu baru bisa berangkat.

“Maaf ustad, ijin saya berangkat ke Takengon setelah urusan selesai, insyaa Allah dengan Saidi sekitar pukul 12.00 WIB”. Karena perubahan ini, saya harus ke kampus terlebih dahulu mengambil honor mengajar bulan Mei untuk bekal ke Takengon.

“Oh begitu, dengan apa berangkatnya ?”

“Mobil ustadz”

“Baiklah, kita bertemu di Takengon ya”

ooOoo

 

Tepat pukul 12.30, Avanza G BK 1672 KU membawa Saidi, Nyak Arief dan kedua puteranya menuju Alur Kumer Takengon. Perjalanan ini seperti mengulang kembali berbagai musafir bersama Saidi. Di belakang stir, Nyak Arief melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang sambil mendiskusikan banyak hal dengan Saidi, sekali-kali dia melayani celotehan kedua puteranya tersebut.

 

“Yanda, training itu apa ya ?, dari tadi Fatih dengar yanda sebut itu di rumah Umi”

“Training itu bahasa Inggris nak, artinya pelatihan.

“Untuk apa pelatihan itu yanda ?”. Tiba-tiba Fatan ikut juga bertanya.

“Pelatihan itu sebenarnya sama dengan belajar di sekolah, ada pelajarannya, ada gurunya, juga ada yang belajar”.

“Hanya saja waktunya lebih singkat, dan bertujuan untuk melatih orang agar pintar dan terlatih”.

“Mereka yang ditraining sudah ada pengetahuan dan ilmu perlu dilatih lagi agar semakin tajam ilmunya”, sambung Saidi meramaikan perbincangan kami.

“Sama seperti kami latihan silat Tapak Suci ya yanda”

“Ya sama, jika kalian sudah bisa beberapa jurus, lalu terus dilatih maka gerakannya semakin mantap, sempurna dan indah”.

“Yanda sih sibuk terus, gak sempat ngantarin kami latihan tapak suci, maka gerakan tendangan ikan terbang Fatih tidak sekokoh bang Fahrul”.

 

Ini protes yang telah sekian kali didengar Nyak Arief, dia sadar kesibukan kadang membuat dia mengecewakan anak-anaknya.

 

“Oke yanda minta maaf, entar sesampai di Alur Kumer, yanda ajarin kalian beberapa gerakan langkah dan sikap”

“Kenapa gak jurus baru atau kembang silat saja yanda”

“Hey… jangan remehkan langkah maju, mundur, menyamping dan beberapa sikap Tapak Suci”.

“Bila dilakukan dengan sempurna, maka dapat membuat langkah dan gerak lawan buntu alias terkunci, dan dia tidak bisa mengembangkan permainan silatnya”

“Horee, Fatan mau yanda”

“Epsss, jangan girang dulu, kalian berdua masih ingat kontrak training kita bertiga ?”

“Ingat yanda”. Keduanya menjawab serempak.

“Ayo apa ?’

“Setor hafalan al-Quran setiap sore menimal 3 ayat”. Terdengar Fatih menjawab dengan tegas.

“Lalu …”

“Tahsin al-Quran setiap ba’da shubuh”. Kini gilran Fatan yang menjawab sambil cengar-cengir.

“Lalu apa lagi”

“Berbudi pekerti dan tidak mengeluh, iya kan yanda ?”. Fatan menyebutkan perjanjian mereka yang terakhir, sambil mengkedip-kedipkan matanya. Fatan memang suka bercanda, dia selalu bisa membuat suasana menjadi cair dan penuh tawa.

“Baguslah jika kalian masih ingat”

“Ingat dong, kami ini kan kader, ya kan dek ?. Fatan mengangguk tanda setuju dengan abangnya. Nyak Arief tersenyum simpul melihat kedua puteranya itu. Ada getar sangat halus beresonansi di lubuk hati yang paling dalam, hingga dia munajatkan doa sirriyah kepada Allah.

“Ya Allah berikan kekuatan kepada hamba dalam mendidik anak-anak hamba ini. Jadikan mereka anak yang shaleh yang berguna bagi agamaMu dan gerakan, panjangkan umur mereka, muliakan hidup mereka dan perjalankan mereka kepada naungan cinta dan ridha Mu”

“Sekarang dengar ya baik-baik, training di Takengon ini pesertanya adalah Pimpinan Muhammadiyah, mereka akan dilatih bagaimana mengembangkan dakwah Islam dan menghidupkan Cabang dan Ranting Muhammadiyah”

“O”. Fatih dan Fatan hampir serempak membulatkan mulutnya menyerupai huruf O.

“Kami boleh ikut mendengarnya yanda”

“Boleh saja, asal jangan buat keributan”

“Siap yanda”

“Memang saat ini, semua ormas Islam harus concern melaksanakan peningkatan pengurus dan anggotanya”. “Karena semakin cerdas pengurus dan anggota suatu organisasi akan semakin baik kiprah dan kontribusi mereka untuk umat”. Tiba-tiba saja Saidi berbicara lepas, sementara pandangannya tetap menatap lurus ke depan.

“Ya benar Saidi, SDM pimpinan yang berkualitas suatu hal yang urgen dalam suatu organisasi, mereka paham betul visi dan misi organisasi”

“Tidak cukup itu bang, pimpinan organisasi harus punya kemampuan memahami persoalan sosial, budaya dan politik yang sedang berkembang”

“Iya, abang setuju”

“Saya kadang-kadang tidak habis pikir, mengapa antar ormas Islam atau elemen-elemen Islam di masyarakat saling menuding dan bertengkar hanya karena persoalan yang sepele dan bukan masalah yang utama dalam Islam, bahkan mereka tidak dapat kompak dalam mengembangkan dakwah”

“Kamu benar Saidi, Li maza Ta akhara al-muslimun ?, mengapa kaum muslimin itu terbelakang dan tidak maju peradabannya ?

“Salah satu penyebabnya karena ummat Islam tidak bisa bersatu, menjalin silaturrahmi dan bekerja sama mengembangkan dakwah Islam. Akhirnya orang-orang yang tidak suka dengan syariat Islam sangat mudah melemparkan isu untuk melemahkan kita”

“Saidi, peningkatan kapasitas kualitas pimpinan dan anggota Muhammadiyah itu sesuatu yang niscaya harus kita lakukan, bukan karena kita merasa adanya krisis kader”. Kita harus ingat, pada hakikatnya paradigma pengkaderan Muhammadiyah dibangun atas dasar kesadaran perlunya terus melanjutkan visi dan misi organisasi. Oleh karena itu inisiasi kegiatan pengkaderan itu tidak boleh bersifat reaktif terhadap masalah dan problem, tapi dilaksanakan atas dasar kesadaran untuk mempersiapkan organisasi agar semakin baik menjalankan visi dan misinya di masa yang akan datang”

“Saya setuju tu bang, cara pandang kita jangan seperti orang yang kagetan melihat hujan, lalu bingung dan baru berpikir betapa pentingnya payung, betulkan bang ?”

“Iya benar sekali perumpamaan kamu itu, masih ada dalam kalangan Muhammadiyah yang mempersepsikan pengkaderan seperti itu, dan selalu mengatakan kita krisis kader, lalu tiba-tiba secara spontan menyimpulkan kita butuh pengkaderan untuk menjawab ini semua. Pengkaderan itu bukan produk, melainkan proses yang dilakukan secara terus menerus sebagai jawaban bahwa organisasi selalu membutuhkan SDM yang handal untuk melanjutkan visi dan misi gerakannya, termasuk estafeta kepemimpinan itu adalah sunnahtullah”

“Apa ada korelasinya dengan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 9 bang ?”.

Lalu Saidi membaca ayat tersebut dengan fasih lengkap dengan artinya”

“Wah, hebat kamu Saidi”

“Ah…masak membaca an-Nisa’ ayat 9 saja abang bilang hebat”

“Lalu bagaimana pendapat kamu dengan ayat tersebut Saidi Sulfa

“Menurut saya, kita harus membudayakan “iqra”, mempersiapkan agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah setelah kita”

“Ya memang demikianlah semestinya. Kita khawatir meninggalkan dibelakang hari anak-anak yang lemah”. “Ayat ini memang sepintas terkait dengan lemah secara ekonomi dan kesejahteraan, tetapi ingat ilmu dan pengetahuan akan mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahtaraan umat”

“Lalu dua anak abang di belakang yang sedang pulas tidur ikut bersama kita masih tetap dalam bingkai pemahaman ini ?

“Hahahaha, ya Saidi, mereka sekarang sedang berproses menjadi kader, mudah mudahan abang dapat melakukan apa yang pernah dilakukan Abah dulu”

“Iya bang, saya juga punya 4 orang kader di rumah. “Rausan sama seperti Fatih dan Fatan, dia juga punya cita-cita menjadi imam masjid Taqwa seperti ayah abang.

“Wah hebat….. akan banyak nanti imam masjid Taqwa. Ada Radif, Nafis, Ziyad, Hirzi, ada anak Hiskil, anak Dantoro, anak Musliadi, anak Yudhi, anak Budi dan banyak lagi anak-anak sahabat kita yang lain.

Hahahahaha, kami tertawa bersama-sama, sebuah tertawa yang seolah meringankan beban tugas yang dahsyat, mengiringi kaki-kaki kecil berproses menjadi kader Muhammadiyah. Semoga….

 

Exit mobile version