oleh: Sudarmoto Abdul Hakim, Wakil Ketua Majelis Dikti PP Muhammadiyah
Missi utama KH Dahlan yang sejak awal dan harus menjadi perhatian serius Muhammadiyyah dan seluruh anggota Persyarikatan saat ini adalah menegakkan tauhid yang murni. Ini pula yang untuk pertama kali diberi perhatian dan dilakukan oleh Nabi Muhammad. Menegakkan Tauhid.
Tauhid adalah fundamen dari bangunan keislaman dan bahkan peradaban manusia. Perbedaan mendasar peradaban umat Islam dengan peradaban masyarakat yang lain terletak pada fundamennya.
Baca juga: Tafsir Amali dan Gerakan Al Maun Dalam Kasus Drijowongso dan Siyono
Peradaban umat Islam adalah peradaban yang dibangun di atas landasan tauhid, sementara peradaban barat dibangun di atas fundamen sekularisme atau bahkan ateisme.
Tauhid berarti (1) meyakini atau mengimani dengan sungguh sungguh kepada Allah, Malaikat, Al-Qur’an, para Rasul, Hari Kiamat, Qadha dan Qadar.(2) bersyahadat yaitu berjanji, berkomitmen atau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu rasulullah yang dinyatakan secara verbal, diyakini benar-benar dan diwujudkan dalam kehidupan (3) mentaati seluruh aturan yang ditetapkan oleh Allah (Syariah).
Inilah yang dilakukan oleh KHA Dahlan mengikuti jejak (sunnah) Rasul Muhammad yaitu menegakkan Aqidah atau Tauhid yang murni. James L .Peacock memberikan gambaran tentang gerakan pemurnian Muhammadiyah ini dalam bukunya yang berjudul “Purifying the Faith.”
Istilah murni atau pure atau di sejumlah literatur menyebutnya “pristine Islam” (Islam murni, asli) menjadi pembahasan atau perdebatan. Terlepas dari perdebatan itu, tauhid sebagaimana yang dikembangkan oleh Muhammadiyah menegaskan bahwa Allah adalah titik sentral atau puncak kesadaran dan keimanan manusia.
Baca juga: Tauhid yang Pro-Kehidupan dan Pro-Kemajuan
Tidak seperti Paganisme yang memusatkan sistim kepercayaannya kepada alam, tauhid memusat kepada Allah tidak melalui perantara (mediator atau wasilah). Karena itu, sebagaimana kata Nurcholish Madjid, tauhid juga bermakna desakralisasi alam yaitu memandang bahwa alam itu tidak sakral sebagaimana yang dalam waktu yang panjang diyakini oleh banyak masyarakat.
Karena tidak sakral tapi profan, alam tidak boleh diperlakukan secara khusus dengan ritual-ritual tertentu sebagaimana masyarakat pagan lakukan. Sistem kepercayaan seperti ini adalah syirik. Allah lah yang sakral dan harus diperlakukan secara khusus dengan cara-cara yang juga khusus melalui apa yang kita sebut sebagai ibadah baik mahdhoh maupun ghoiru mahdhoh.
Baca juga: Ahli Ibadah juga Beribadah yang Benar
Tidak berlebihan juga untuk menegaskan bahwa tauhid itu juga berwatak liberatif atau membebaskan manusia dari belenggu sistim kepercayaan yang memusat kepada alam; membebaskan manusia dari pengaruh dan belenggu khurafat termasuk yang berbentuk ideologi-ideologi seperti sekularisme, ateisme, hedonisme, konsumerisme, materialisme, liberalisme dan lain lain yang memang bertentangan dengan prinsip Islam.
Ideologi-ideologi tersebut telah menempatkan dunia material sebagai puncak kesadaran tertinggi dan karena itu, hidup didedikasikan kepada pemenuhan hajat duniawi material. Implikasi dari ideologi-ideologi tersebut terhadap prilaku personal anggauta masyarakat, kebudayaan masyarakat dan juga sistim kekuasaan sangatlah nyata.
Secara personal misalnya anggota masyarakat sangatlah konsumtif, membiarkan dirinya untuk memenuhi dorongan hawa nafsu atau libidonya seperti hewan jinak dan hewan buas. Mengibaratkan dua golongan hewan ini maka ideologi duniawi di atas akan mendorong terciptanya kebiasaan personal dan kebudayaan masyarakat yang sangat konsumtif, pergaulan bebas dan seks bebas, mengabaikan keluhuran lembaga keluarga, bebas nilai, eksploitatif, koruptif, destruktif.
Baca juga: Ideologisasi Bagi Amal Usaha Muhammadiyah juga : AMM DIY Ngaji Tentang Api Ideologi Muhammadiyah
Sistem kekuasaan yang berada di bawah pengaruh ideologi di atas akan melanggengkan nepotisme, koruptif dan kecenderungan abuse of power yang cukup kuat. Menghalangi atau bahkan menyingkirkan sama sekali siapa saja yang diyakini akan mengganggu kepentingannya.
Kekuasaan seperti ini menjadi sangat anti kritik dan otoritarian dan karena itu berpotensi kuat melanggar kedaulatan banyak orang dan bahkan negara karena tidak ada keadilan hukum. Meraih kursi kekuasaan haruslah dilakukan dengan extra ordinary efforts, bisa money politics, fitnah, character assasination, menipu, membodohi dan bahkan menghancurkan.
Kekuasaan tidak dipandang sebagai alat untuk pengabdian atau pelayanan agar tercipta kemaslahatan umum. Kekuasaan adalah destinasi penting di mana seseorang atau sekelompok orang bisa menanamkan pengaruhnya secara publik, mengatur dan mengontrol banyak orang, mengeruk keuntungan-keuntungan ekonomi sebanyak-banyaknya dan kehormatan semu.
Misi liberatif tauhid ini tentu dimaksudkan agar terjadi transformasi yang sangat mendasar baik bagi seluruh anggauta masyarakat, kebudayaan masyarakat maupun dalam penyelenggaraan negara. Perbaikan dan perawatan secara menyeluruh dilakukan.
Inilah yang di Muhammadiyah disebut sebagai Tajdid (pembaruan) dan Tanwir (pencerahan) agar masyarakat bangsa benar-benar berkemajuan dan tercerahkan.
Berkemajuan berarti berorientasi ke depan dengan visi yang kuat dan manjangkau, menempatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni sebagai instrumen penting, kompetitif. Mencerahkan dalam arti menebarkan dan memperkokoh nilai-nilai luhur sebagai bagian yang tak terpisahkan dari visi Tajdid.
Baca juga: Hajriyanto Y Tohari : Berkemajuan Harus juga Noordjannah Djohantini ; Perempuan Berkemajuan Membangun Kemandirian Umat dan Bangsa
Jadi, alam pikiran yang dikembangkan Muhammadiyah sangatlah jelas arahnya. Jika meringkas dari dokumen-dokumen ideologis Muhammadiyah, maka bisa dikemukakan beberapa hal yang menjadi domain atau spirit utama gerakan Muhammadiyah yaitu: Kemurnian Tauhid; Islam transformatif liberatif dan berkemajuan; mencerahkan; Humanis dalam pengertian pembelaan terhadap kedaulatan, derajat dan martabat kemanusiaan yang tinggi; nasionalis dalam pengertian bahwa Indonesia adalah Darul Ahdi wa Syahadah.
Dalam konteks yang terakhir ini, Muhammadiyah berkeyakinan bahwa demokrasi adalah pilihan yang tepat untuk membangun kemaslahatan umum. Akan tetapi demokrasi yang benar-benar mengacu kepada sila pertama dari Pancasila.
Ini demokrasi yang genuin Indonesia, bukan demokrasi cangkokan dari masyarakat dan bangsa yang sekular atau ateis karena disamping tidak akan memberikan jalan lapang bagi kehidupan secara umum, juga justru akan menimbulkan masalah dan bertentangan dengan prinsip ajaran agama, Wallahu a’lam bis shawab.