Muhammed Edwars, Pengajar di Wheelers Hill Secondary College Australia
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ -وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ – وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا -يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا -يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ، اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Qalallahu Ta’ala
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ – مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُواْ الصَّلوةَ وَلاَ تَكُونُواْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ – مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعاً كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama [Allah]; [tetaplah atas] fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. Tidak ada perubahan pada fithrah Allah. [Itulah] agama yang lurus; [1] tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (30) dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, (31) yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka [2] dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (32) (Qs Ar Ruum 30-32).
Seiring tenggelamnya matahari Ramadhan di ufuk Barat kemarin malam, cakrawala digetarkan oleh lantunan pujian kebesaran dan kemuliaan Allah yang keluar dari bibir-bibir orang yang beriman di seluruh penjuru dunia. Setiap jiwa yang berserah diri kepada Allah menyuarakan luapan kemenangan setelah berpuasa sebulan penuh dengan menyebut asma Allah: Allahu akbar, Allahu akbar, walHamdulillahi katsiran, wa subhanallahi bukratan wa ashiylan
Tapi sungguh ironis sekali ketika kita layangkan pandangan ke arah mana saja di permukaan bumi ini dan melihat realita keadaan umat Islam di Palestina, Syria, Yaman, Afrika, Eropa, Amerika, India, Burma bahkan di negeri yang kita cintai ini; Umat Islam dalam keadaan terpuruk. Diperlakukan semena-mena ketika menjadi minoritas, tidak berdaya ketika menjadi mayoritas. Tanah, harta dan kemerdekaannya dirampok, nyawa dan kehormatannya tiada berharga. Yang lebih menyedihkan lagi, ketika melawan menentang kezhaliman dan ketidak-adilan yang ditimpakan, seluruh dunia menuding dan mengecam mereka sebagai orang yang biadab dan cinta kekerasan. Jangankan mengangkat senjata mempertahankan hak dan kehormatan diri, shalat, berpakaian Muslim atau bahkan sekedar memanjangkan jenggot cukup jadi alasan untuk dicurigai sebagai seseorang yang radikal, teroris, terkebelakang dan panggilan-panggilan yang menghinakan lainnya.
Lihatlah di tanah air kita ini, jumlah umat Muslim yang mayoritas tidak menjadikan kita kekuatan politik dan ekonomi yang berarti. Terlepas dari kebenaran beritanya, hati ini seperti disayat ketika mendengar setiap tahun paling tidak dua juta kehilangan hidayah, nikmat terbesar yang lebih berharga bahkan dari nikmat hidup itu sendiri. Betapa mirisnya melihat seorang non-muslim keluar masuk masjid dan pesantren dielu-elukan dan mendapat penghormatan yang biasanya hanya diberikan kepada ulama dan kiai-kiai.
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Kaum Muslimin sidang jamaah Ied yang dirahmati Allah,
‘Izzah, kemuliaan atau kehormatan, adalah sesuatu yang bersumber dari Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Yunus ayat ke 65:
…. وَلاَ يَحْزُنكَ قَوْلُهُمْ إِنَّ الْعِزَّةَ للَّهِ جَمِيعاً
Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah.
Bahkan dalam ayat 180-182 surat Ash Shaaffaat, ayat yang sering kita gunakan sebagai penutup do’a, juga disebut:
سُبْحَـنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَـمٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ للَّهِ رَبّ الْعَـلَمِينَ
Maha Suci Tuhanmu, Pemilik ‘izzah, terlepas dari apa yang mereka katakan. (180) Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. (181) Dan segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam. (182)
Jadi Allah adalah pemilik dan sumber dari segala kemuliaan dan kehormatan atau ‘izzah. ‘Izzah ini kemudian Allah berikan kepada orang-orang pilihan yang dekat kepadaNya seperti para nabi dan Rasul, dan orang-orang yang beriman. Allah berfirman:
وَلِلَّهِ الْوَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَـكِنَّ الْمُنَـفِقِينَ لاَ يَعْلَمُونَعِزَّةُ
Padahal ‘izzah itu hanyalah milik Allah, dan (diberikanNya) kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. (Q.s Al Munafiqun (63:8)
Suhail Bin Amr, juru runding Quraisy yang datang ke Madinah dan mengamati bagaimana para Sahabat radhiallahu ‘anhum memperlakukan Nabi Muhammad SAW, bercerita sekembalinya ke Makkah:
“Aku sudah mengunjungi Kisra di Persia, Najasyi di Abysinia dan Kaisar di Romawi. Tapi Aku tidak pernah melihat dalam hidupku pemimpin yang begitu dicintai, dipatuhi dan dimuliakan oleh pengikutnya sebagaimana Muhammad SAW. Aku melihat hal yang sungguh luarbiasa; Muhammad SAW berwudu dan para Sahabat bergegas untuk mendapatkan air yang menetes dari tubuh Rasulullah. Kalian boleh mencoba melakukan apa saja, tapi orang-orang ini tidak pernah menyerahkan pemimpinnya, mereka akan menyerahkan nyawa mereka dan mengorbankan apa saja untuk mempertahankan Rasulullah SAW!
Begitulah Allah memberikan kemuliaan kepada RasulNya. Kemuliaan itu juga diberikan pada para sahabat Rsulullah dan orang-orang beriman generasi awal sampai Islam berkuasa dan menjadi adidaya selama lebih dari 700 tahun.
Lalu mengapa Allah mencabut kemuliaan itu dari kita dan menimpakan kehinaan kepada umat sekarang ini?
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Kaum Muslimin sidang jamaah Ied yang dirahmati Allah
Renungkanlah sepotong penggalan sejarah yang penuh ibrah ini:
Pada tahun 367 Kalender Masehi atau tahun ke 15 Hijriah, Al Quds atau Jerusalem sudah dikepung oleh pasukan Khalid Bin Walid dan Amr Bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma. Uskup Agung Sophronius yang juga penguasa kota Al Quds pada waktu itu mengatakan bahwa dia bersedia menyerahkan kota itu ke tangan kaum Muslimin dengan syarat Khalifah sendiri harus datang ke Al Quds untuk menerima pengambil-alihan kota suci itu. Setelah berunding, akhirnya Khalifah Umar Bin Khattab menyetujui datang sendiri menerima penyerahan kota Al Quds. Tapi Beliau radhiallahu ‘anhu tidak datang dengan kendaraan kebesaran dan dikawal oleh ribuan pasukan kehormatan, melainkan hanya ditemani oleh seorang sahabat Abu Ubaidah ‘Amar Bin Jarah dan seekor unta. Berikut sebagaimana dikutip dari kitab Al Mustadrak ‘ala As Sahihain:
Tariq Bin Shihab menceritakan: Umar Bin Khattab ra. Berangkat menuju Syria bersama Abu Ubaidah ra. (Sebelum memasuki kota Al Quds) mereka harus menyeberangi sebuah sungai. Maka Umar ra, turun dari untanya, membuka sandalnya dan menyempangkannya di bahunya. Lalu Beliau siap-siap menuntun untanya menyebrangi sungai itu. (Melihat ini) Abu Ubaidah berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apa yang anda lakukan? Anda membuka sandal anda and menyempangkannya di bahu anda dan menuntun sendiri unta anda menyebrangi sungai. Saya khawatir ini tidak pantas untuk seorang pemimpin seperti anda dan akan menyulitkan saya untuk membuat penduduk negeri ini memuliakan anda.” Khalifah Umar sangat terkejut mendengar saran dari salah satu sahabat sudah mendapat jaminan syurga dari Rasulullah ini dan menjawab. “Aku tidak mengira perkataan ini datang darimu, wahai Abu Ubaidah. Aku akan menjadikan ini peringatan bagi umat nabi Muhammad SAW:
إِنَّا كُنَّا أَذَلَّ قَوْمٍ فَأَعَزَّنَا اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ فَمَهْمَا نَطْلُبُ الْعِزَّةَ بِغَيْرِ مَا أَعَزَّنَا اللَّهُ بِهِ أَذَلَّنَا اللَّه
Sungguh, kita dahulu orang yang hina, lalu Allah memuliakan kita dengan Islam. Maka kalau kita mencari kemuliaan selain dari Islam, maka Allah akan menghinakan kita.”
Subhanallah, melihat kesederhanaan Khalifah Umar Bin Khattab yang memakai pakaian yang sangat sederhana dan penuh tambalan dan hanya didampingi seorang sahabat dan seekor unta, bukan hanya Uskup Sophronius yang terpesona, bahkan seluruh penduduk Al Quds yang sudah terbiasa dengan kemegahan dan atribut kebesaran penguasa Persia dan Romawi menitikan air mata. Mereka tidak mengira seorang khalifah yang begitu luas kekuasaannya tampil di hadapan mereka dengan begitu bersahaja tanpa embel-embel kebesaran, mereka langsung jatuh cinta dan dengan ikhlas menyerahkan kekuasaan kota Al Quds kepada Umar Bin Khattab Radhiallahu ‘anhu.
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Kaum Muslimin sidang jamaah Ied yang dirahmati Allah,
Sebagaimana Amirul Mukminin Umar Bin Khattab sudah memperingatkan kita lebih dari 1400 tahun yang lalu, kehinaan yang ditimpakan Allah kepada umat ini adalah karena kita mencari kemuliaan dengan menjauh dan meninggalkan sumber kemuliaan sejati, yaitu Allah, Rabbul Izzah.
Dengan sendirinya, satu-satunya jalan untuk kembali kepada kemuliaan itu adalah dengan mencari kemuliaan itu dari pemilik dan sumber kemuliaan itu sendiri dengan mengamalkan dan berpegang teguh kepada ajaran Islam:
Qalallahu Ta’aala:
…..مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعاً إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّـلِحُ يَرْفَعُهُ
Barangsiapa yang mencari kemuliaan, maka milik Allah-lah semua kemuliaan itu. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. (Qs Fatir 35:10)
Ramadhan yang baru saja kita lewati pada hakekatnya dalah sarana pelatihan untuk mendidik kita mendekatkan diri kita kepada Allah dengan mengamalkan dan menjalankan syariat Islam.
Ramadhan mengajarkan kita untuk menjadi Muslim yang kaffah, Muslim yang purna, full time Muslim! Ramadhan melatih kita ber-Islam 24 jam sehari tujuh hari seminggu dalam seluruh aspek kehidupan kita. Kita tidak menjadi Muslim hanya ketika shalat, setelah shalat kita tidak menanggalkan pakaian iman dan ketaqwaan kita. Setelah shalat kita tetap terus mengingat Allah dengan memperhatikan hukum-hukumNya; kita kerjakan apa-apa yang suruhNya dan kita tinggalkan apa-apa yang dilarangNya dalam segala aspek kehidupan. Kita berpegang teguh pada ajaran agama Islam tidak hanya dalam aspek pribadi, tapi juga dalam hubungan kita dengan keluarga kita – mendidik anak, di tempat kerja, melakukan muamalah, menjaga lingkungan sampai dalam kehidupan bernegara.
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs Al Baqarah: 208)
Syaitan dan para pengikutnya senantiasa berusaha memperdaya kita untuk menjadi Muslim yang separuh hati, Muslim yang setengah-setengah. Lihatlah orang-orang yang mengaku beragama Islam tapi tidak menjalankan syari’at Islam dalam kehidupannya kecuali sedikit saja atau tidak sama sekali. Lihatlah saudara-saudara kita yang terperdaya lebih memilih berhukum kepada hukum-hukum buatan manusia dari pada berhukum kepada hukum Allah.
Lihatlah orang-orang yang rela mengorbankan prinsip-prinsip agama Islam, menghalalkan yang haram, mempelintir ayat-ayat Allah, demi untuk mendapatkan sponsor, jabatan, popularitas atau kekayaan dunia.
Lihatlah orang-orang yang mengaku beriman tapi lebih mengutamakan berwala’ kepada orang-orang yang di dada mereka tidak ada keimanan sedikitpun daripada berwala’ kepada saudara-saudara seiman kita. Padahal Allah sudah memperingatkan:
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَـفِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ العِزَّةَ للَّهِ جَمِيعاً
[yaitu] orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi auliya’ (pemimpin, teman, penolong) dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari ‘izzah di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua ‘izzah kepunyaan Allah. (An Nisa’139)
Ramadhan melatih kita untuk konsekuen dengan keIslaman kita, menjadi Muslim sejati, Muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Perhatikanlah ayat-ayat tentang ‘izzah atau kemuliaan dalam Al Qur’an; Allah memberi kemuliaan kepada orang-orang yang beriman, mukmin sejati.
Janji Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada orang yang beriman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِخَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan mengganti (keadaan) mereka, setelah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [Qs An-Nur : 55]
Di surat Al A’raf ayat 96 Allah juga berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْالَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Kalau seandainya penduduk-penduduk negeri tersebut mau beriman dan bertaqwa kepada Allah maka pasti Kami akan bukakan untuk mereka pintu-pintu barakah dari langit dan bumi.
Singkatnya: Fitrah Islam adalah kemuliaan. Kehinaan dan kemunduran yang dialami umat Islam pada hari ini bukanlah fitrah agama ini. Kita kehilangan fitrah kemuliaan karena kita meninggalkan nilai-nilai dan ajaran agama Islam. Kalau kita hendak meraih kembali kemuliaan untuk umat ini, maka tidak ada cara lain: kita harus menjalani kehidupan kita setiap detik, setiap menit, setiap jam setiap hari dengan berpegang teguh kepada nilai dan sikap keimanan dan ketaqwaan dalam segala aspek kehidupan.
Kita menjadi Muslim tidak hanya ketika melakukan ibadah ritual seperti shalat dan puasa Ramadhan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah tetap menjadi pakaian kita dan menerangi sanubari kita selepas shalat dan puasa, baik itu di dalam kehidupan berkeluarga, di tempat kerja, dalam kehidupan sosial dan aspek kehidupan lainnya. Dengan cara ini, in sha Allah, bi iznillah, kemuliaan dan kehormatan akan di kemballikan Allah kepada Umat nabi Muhammad Shalallahu ‘alayhi wassalam.
Selanjutnya, marilah kita akhiri ibadah idul fitri kita pagin ini dengan berdoa kepada Allah SwT, semoga Allah mengabulkan doa kita semua Aamiin
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
رَبَّنَا آتِنَا فيِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فيِ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَ سَلاَمٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ، وَ الحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِينَ.