Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa Lillahilhamd!
Sidang ‘Id yang berbahagia!
Tapi dunia bukanlah surga. Sekalipun banyak lembaga-lembaga Islam dinamai dengan Darussalam, dan sehari-hari umat Islam dianjurkan untuk menebarkan salam dengan ucapan Assalamu ‘Alaikum warahmatullahi wabarakatuh, bahkan shalat pun diakhiri dengan salam mulia ini, tetapi kedamaian yang sejati tidak akan didapat di dunia ini.
Di samping ada manusia yang beriman, ada pula yang kufur. Di samping ada yang menginginkan dan berupaya terus menerus untuk mewujudkan kedamaian dan perdamaian, tetap ada saja yang berbuat sebaliknya. Oleh sebab itu, untuk menjaga tegaknya kedamaian di dalam kehidupan di dunia ini, diperlukan tindakan-tindakan yang selintas sepertinya berlawanan dengan perdamaian.
Kedamaian harus ditegakkan dengan aturan hukum yang mengikat, lengkap dengan sanksi-sanksinya, tidak cukup hanya dengan himbauan moral semata.
Untuk tindak kejahatan yang bertentangan dan merusak kedamaian hidup bermasyarakat, baik yang menyangkut harta, nyawa, kesucian keturunan, kebebasan berpikir dan lebih-lebih lagi kehormatan agama, ditetapkanlah sanksi-sanksi yang dilaksanakan di dunia, di samping dosa di akhirat nanti (jika tidak bertobat).
Dalam perspektif inilah kita melihat hukum Islam terhadap pencurian, penipuan, perampokan, penganiayaan, pembunuhan, perzinaan, peminum khamar dan sejenisnya, dan lebih-lebih lagi hukuman bagi orang yang mempermainkan agama (murtad) atau menghalangi orang lain menjalankan ajaran agamanya.
Sekalipun dibenarkan ada sanksi-sanksi untuk tindak pidana yang merusak kedamaian hidup bermasarakat, tetapi Islam tidak membenarkan tindakan anarkis. Otoritas pelaksanaan hukum, termasuk eksekusi tidak pernah diberikan kepada perorangan, kelompok atau pihak-pihak lain di luar penguasa yang sah.
Tindakan sebagian anggota masyarakat, sekali pun atas nama agama, yang melakukan perusakan tempat-tempat maksiat, merajam pezina, membunuh pencopet dan maling yang ketangkap, adalah tindakan anarkis yang tidak dibenarkan oleh Islam. Sekalipun misalnya, perbuatan tersebut hanya sebagai reaksi, atau akibat kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap aparat penegak hukum, tetap saja tidak dibenarkan, karena kesalahan pihak lain tidak membenarkan kesalahan yang kita lakukan.
Pemaksaan kehendak, intimidasi, teror, walaupun dengan tujuan yang baik atau atas nama agama dan kemanusiaan, tetap tidak dibenarkan, karena dalam Islam tujuan tidak menghalalkan cara. Al-ghâyah lâ tubarriru al-wasîlah. Di samping niat (tujuan), proses yang sesuai dengan ajaran Islam adalah hal yang sangat penting.
Penilaian tidak diberikan oleh Allah berdasarkan hasil, tetapi berdasarkan proses. Selama seorang Muslim tetap konsisten dengan proses yang benar, tidak bertentangan dengan syari’ah Islam sekalipun secara lahiriah, materi, tidak berhasil, dia akan tetap mendapatkan ganjaran di sisi Allah SwT. Tidak demikian sebaliknya, sekalipun secara lahiriah duniawiyah mendapatkan hasil yang gemilang, tetapi dicapai dengan cara yang salah, amalnya tidak ada artinya di sisi Allah, bahkan dia akan mendaptkan dosa dari penyimpangan yang telah dia lakukan.
Terorisme, misalnya, jika dilakukan untuk dan atas nama agama sekalipun, tidak pernah dibenarkan oleh Islam.Tetapi terorisme juga tidak boleh dihentikan dengan terorisme, sekalipun atas nama negara.
Teroris harus dihukum setelah dibuktikan di pengadilan yang jujur dan terbuka bahwa dia memang teroris.
Jangan sampai menghukum orang yang tidak bersalah sebagai kambing hitam karena ketidakmampuan kita mencari teroris yang sebenarnya, atau karena ada agenda yang tersembunyi yang ingin dicapai. Menghentikan terorisme tidak dapat hanya secara parsial dan sporadis, tetapi harus secara menyeluruh dengan menghentikan segala penyebabnya.
Terorisme muncul antara lain karena ketidakadilan, ketidakberadayaan menghadapi kesewenangan dan kezaliman sebuah kekuasaan. Terorisme bisa muncul sebagai reaksi terhadap teror negara terhadap kemanusiaan. Oleh sebab itu, untuk mengakhiri terorisme, akhirilah terorisme negara. To end terorism, end state terorism, itu kata para ahli.