Khutbah Id Yunahar Ilyas: Agar Aman dan Damai Kembali Hadir

Khutbah Id Yunahar Ilyas: Agar Aman dan Damai Kembali Hadir

OLEH; PROF DR H YUNAHAR ILYAS, Lc., M.Ag

Bapak-bapak, Ibu-ibu, Saudara-saudari kaum Muslimin dan Muslimat sidang ‘Idul Fitri yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita senantiasa bersyukur ke hadhirat Allah SwT yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk melaksanakan ibadah ‘Idul Fitri 1437 H pada pagi yang berbahagia ini. Semoga semua amal ibadah kita dapat diterima oleh Allah Yang Maha Kuasa dan dibalasi-Nya dengan pahala yang berlipat ganda.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah kepada Nabi Besar Muhammad Saw, yang telah berjuang menyampaikan risalah Islamiyah sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Begitu juga untuk keluarga dan sahabat-sahabat beliau serta siapa saja yang mengikuti sunnahnya dengan penuh keimanan dan keikhlasan sampai Hari Akhir nanti.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahilhamd.
Pagi ini umat Islam, di mana-mana,  di seantero bumi Allah ini sama-sama bergembira menyambut kedatangan ‘Idul Fitri. Tua muda, besar kecil, laki-laki perempuan, sama-sama mengumandangkan kalimat-kalimat suci dengan penuh semangat dan kegembiraan.

Allahu Akbar, Allah Maha Besar, lebih besar dari segala-galanya. Semua kekuatan, semua kekuasaan jadi kecil tanpa arti apabila dibandingkan dengan kekuasaan Allah Yang Maha Agung.

Islam telah mengajarkan takbir kepada kita. Saat adzan kita mengucapkan takbir, membesarkan nama Alah. Saat iqamah kita mengucapkan takbir. Saat hendak memulai shalat kita mengucapkan takbir. Saat bayi dilahirkan kita mengucapkan takbir di telinganya. Saat menyembelih hewan kita mengucapkan takbir. Saat terjun di medan laga kita mengucapkan takbir. Pada hari ‘Id seperti saat ini kita mengucapkan takbir keras-keras. Membesarkan asma Allah Yang Maha Agung. Allah Yang Maha Pengasih.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illallah, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd.
La Ilaha Illallah, tiada Tuhan Yang disembah melainkan Engkau ya Allah, seluruh hidup kami, lahir batin, hanyalah dalam rangka beribadah kepada-Mu semata. Seluruh yang kami rasakan, yang kami pikirkan, yang kami ucapkan dan yang kami lakukan, hanyalah semata-mata untuk mencari ridha-Mu ya Allah.
Alhamdulillah, segala puja puji hanya dipersembahkan kepada-Mu ya Allah. Tidak ada yang berhak dipuji selain Engkau, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya.

Sidang ‘Id yang berbahagia!
Pada hari ‘Idul Fitri ini kita bergembira, seperti gembiranya orang yang sedang berbuka puasa, dan kita sedang menunggu kegembiraan yang lebih besar lagi, yaitu saat bersua dengan Allah SwT. Rasulullah saw bersabda:

“Orang yang berpuasa itu memiliki dua kegembiraan, yaitu saat berbuka puasa dia bergembira dengan makanannya, dan jika bersua Rabbnya dia bergembira dengan puasanya” (H.R. Bukhari Muslim)

Kegembiraan orang yang berpuasa saat berbuka merupakan kegembiraan yang alami, karena dia mendapatkan kebebasannya kembali dari apa yang tadinya dilarang. Kegembiraan berbuka puasa juga merupakan kegembiraan yang relijius, karena dia berhasil menyelesaikan ibadah puasanya.
Sebulan lamanya kita berjuang melawan hawa nafsu kita sendiri. Sekarang apakah kita termasuk orang-orang yang kembali dari medan juang dengan kemenangan, sehingga pantas menerima ucapan “minal ‘aidin wal faizin”?

Tentu tidak mudah menjawabnya. Kita perlu meninjau dan mengoreksi diri kita masing-masing, apakah ibadah puasa sudah betul-betul kita kerjakan dengan iman dan ihtisaban atau kita hanya termasuk orang-orang yang hanya berpayah-payah menahan lapar dan haus tanpa arti yang bermakna.
Rasulullah saw sudah menjanjikan, siapa yang puasa bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisaban akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Dalam hadits lain dikatakan oleh beliau, siapa yang mendirikan malam Ramadhan dengan iman dan ihtisaban diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Dengan arti kata, kalau kita berhasil mencapai seperti yang dijanjikan oleh Rasulullah saw tersebut, tentu pada hari ini kita bebas dari segala macam dosa.
Kembali seperti seorang bayi yang baru dilahirkan ke dunia. Bersih, Suci, Fitrah. Itulah sebabnya Hari Raya ini dinamai ‘Idul Fithri, artinya kembali ke fitrah.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahilhamd.
Setelah kembali ke fithrah, kembali suci seperti hari pertama dilahirkan oleh ibu, maka marilah mencoba mengamati dan merenungkan dengan hati yang suci dan pikiran yang jernih, keadaan bangsa Indonesia, khususnya umat Islam setelah dilanda oleh berbagai macam krisis belakangan ini. Bermacam-macam krisis mendera kita berkepanjangan. Mulai dari krisis politik, krisis hukum, krisis kepercayaan sampai kepada krisis moral, juga krisis rasa aman. Juga krisis di lapangan olah raga. Bangsa ini terasa semakin miskin prestasi, namun selalu suka bertikai.
Semua krisis itu membuat bangsa kita terpuruk, tidak dapat menegakkan kepala sebagai khaira ummah, sekalipun mayoritas bangsa Indonesia adalah kaum Muslimin.


Sekarang ini bangsa kita tidak lagi hidup dengan tenang, rukun, aman, makmur. Beberapa fenomena suram dan kelam dapat kita saksikan di tengah-tengah masyarakat. Mari kita daftar beberapa fenomena suram berikut ini: Sesama anggota masyarakat tidak lagi saling menolong. Yang pintar tidak mengajari yang bodoh. Yang kaya tidak membantu yang miskin. Yang kuat tidak menolong yang lemah. Yang miskin, lemah dan bodoh tidak lagi mendo’akan yang kaya, kuat dan pintar. Kesalahfahaman sudah sulit dijernihkan. Konflik tidak segera dapat diatasi. Yang bengkok tidak gampang diluruskan, yang kusut tidak mudah diselesaikan.
Partai-partai politik banyak yang pecah, ormas banyak yang membelah diri, induk olahraga sepakbola yang pada awal dibentuk di Indonesia adalah dengan semangat untuk mempersatukan bangsa, saat ini malah menjadi sarana untuk saling bertikai. Elitenya bertikai suporternya tawuran di lapangan. Tidak ada prestasi yang bisa dibanggakan.
Bangsa ini seperti sedang kena penyakit sosial. Marah lebih didahulukan daripada maaf. Kebencian mengalahkan rasa sayang. Rasa aman berubah menjadi ketakutan, kemakmuran berganti dengan kemelaratan. Kecurigaan, kesalahfahaman, kebencian berkembang menjadi konflik berkepanjangan dan permusuhan.
Apalagi belakangan ini, saat dunia barat sedang memproklamirkan perang dengan teroris. Yang karena memang ada yang kesalahkaprahan penduduk dunia barat dalam melihat Islam, stigma teroris selalu dialamatkan kepada sebagian umat Islam, bahkan oleh pihak-pihak tertentu dialamatkan juga kepada Islam itu sendiri.
Sekalipun umat Islam di mana-mana di seluruh dunia sudah mengutuk teror yang biadab yang tidak mengenal belas kasih itu, dan sekalipun keterlibatan umat Islam dalam peristiswa itu tidak pernah dibuktikan dengan jelas, tetapi stigma teroris dan suka kekerasan tetap dialamatkan kepada umat Islam.
Apalagi saat ini Eropa dan dunia barat sedang resah akibat adanya banjir pengungsi dari negara-negara timur tengah yang notabenenya mayoritasnya beragama Islam. Krisis dan perang saudara di Libia, Irak, Yaman, Mesir, dan terutama Suriah telah memaksa sebagian besar rakyat di negara-negara itu mengungsi mencari tempat yang aman.
Dan sebagain besar dari mereka mencari tempat aman itu di dataran Eropa yang secara kultur dan agama cukup berbeda. Sehingga kerawanan sosial bisa terjadi di sana, apalagi juga ada pihak ketiga yang terus mengail di air keruh. Memperburuk citra Islam di mata dunia.
Masyarakat dunia saat ini dapat dikatakan juga sedang mengalami krisis rasa aman dan damai. Hal ini dapat kita lihat dan kita rasakan sendiri saat di bandara-bandara international (kadang juga di bandara domestik). Pemeriksaan yang dilakukan oleh para petugas keamanan terasa sangat berlebihan dan kadang sangat merepotkan dan menjengkelkan. Pemeriksaan yang berlebihan itu adalah untuk menebus dan menghadirkan rasa aman.
Bahkan di beberapa negara, orang yang mempunyai ciri-ciri tertentu dan nama-nama tertentu, yang identik dengan Islam mendapatkan pengawasan dan tindakan yang berlebihan.
Belum lagi tindak kekerasan yang terjadi di tengah-tengah dan oleh anggota masyarakat kita sendiri. Tawuran, pembunuhan, penjarahan, bahkan pemerkosaan yang luar biasa sadis telah menjadi suatu peristiwa biasa karena sangat seringnya hal itu terjadi.
Alhasil, sekarang ini kita paling merasakan telah hilangnya rasa aman dan kedamaian di negara kita, padahal mayoritas kita adalah kaum Muslimin yang sudah tentu memahami dengan baik bahwa Islam adalah agama yang paling di depan mengajarkan kedamaian.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa Lillahilhamd! Sidang ‘Id yang berbahagia!
Damai, perdamaian atau kedamaian dalam bahasa Al-Qur’an disebut dengan as-salam. Kata ini terulang dalam Kitab Suci Al-Qur’an sebagai 42 kali. Islam sebagai nama agama Allah pun berasal dari akar kata yang sama dengan as-salâm. Islam di samping berarti tunduk, patuh, menyerah dan pasrah, juga berarti mencari salam, berdamai dan mencari kedamaian, baik kedamaian di dunia maupun di akhirat. Islam mengajarkan sikap berdamai dan mencari kedamaian melalui sikap menyerah, pasrah dan tunduk pada Allah secara tulus.
Sikap menyerah, tunduk dan pasrah bukan hanya pilihan hidup yang benar untuk manusia, tetapi juga merupakan pola wujud (mode of existence) seluruh alam raya beserta isinya. Karena itu jika manusia diseru untuk memilih sikap hidup tunduk, menyerah dan pasrah kepada Tuhan, yaitu untuk berislam, maka tidak lain ialah seruan agar manusia mengikuti pola hidup yang sama dengan pola wujud alam raya. Yang dihasilkan oleh sikap itu tidak saja kedamaian dengan Tuhan sendiri, dan sesama manusia, tetapi juga dengan sesama makhluk, sesama isi seluruh alam raya, dan jagad raya itu sendiri. (Islam Agama Peradaban 1995:261)
Kedamaian sejati dan abadi hanya ada di surga, oleh sebab itu Allah SwT menyebut surga dengan istilah Darussalam, yang secara harfiah berarti negeri kedamaian. Allah berfirman

“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (Qs Yunus [10]: 25)

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran. Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang bersedia merenungkan. Bagi mereka ini adalah Darussalam di sisi Tuhan mereka, dan Dia adalah Pelindung mereka berkenaan dengan segala sesuatu yang mereka kerjakan. ” (Qs Al-An’am [6]:125-127)

Digambarkan oleh Al-Qur’an bahwa penghuni surga nanti memberikan salam penghormatan dengan kata salam sebagaimana yang dapat kita baca dalam Surat Yunus ayat 9-10:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan. Doa mereka di dalamnya ialah: “Subhanakallahumma”, dan salam penghormatan mereka ialah: “Salam”. Dan penutup do`a mereka ialah: “Alhamdulillaahi Rabbil `aalamin.” (Qs Yunus [10]: 9-10)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa Lillahilhamd!
Sidang ‘Id yang berbahagia!
Tapi dunia bukanlah surga. Sekalipun banyak lembaga-lembaga Islam dinamai dengan Darussalam, dan sehari-hari umat Islam dianjurkan untuk menebarkan salam dengan ucapan Assalamu ‘Alaikum warahmatullahi wabarakatuh, bahkan shalat pun diakhiri dengan salam mulia ini, tetapi kedamaian yang sejati tidak akan didapat di dunia ini.
Di samping ada manusia yang beriman, ada pula yang kufur. Di samping ada yang menginginkan dan berupaya terus menerus untuk mewujudkan kedamaian dan perdamaian, tetap ada saja yang berbuat sebaliknya. Oleh sebab itu, untuk menjaga tegaknya kedamaian di dalam kehidupan di dunia ini, diperlukan tindakan-tindakan yang selintas sepertinya berlawanan dengan perdamaian.
Kedamaian harus ditegakkan dengan aturan hukum yang mengikat, lengkap dengan sanksi-sanksinya, tidak cukup hanya dengan himbauan moral semata.
Untuk tindak kejahatan yang bertentangan dan merusak kedamaian hidup bermasyarakat, baik yang menyangkut harta, nyawa, kesucian keturunan, kebebasan berpikir dan lebih-lebih lagi kehormatan agama, ditetapkanlah sanksi-sanksi yang dilaksanakan di dunia, di samping dosa di akhirat nanti (jika tidak bertobat).
Dalam perspektif inilah kita melihat hukum Islam terhadap pencurian, penipuan, perampokan, penganiayaan, pembunuhan, perzinaan, peminum khamar dan sejenisnya, dan lebih-lebih lagi hukuman bagi orang yang mempermainkan agama (murtad) atau menghalangi orang lain menjalankan ajaran agamanya.
Sekalipun dibenarkan ada sanksi-sanksi untuk tindak pidana yang merusak kedamaian hidup bermasarakat, tetapi Islam tidak membenarkan tindakan anarkis. Otoritas pelaksanaan hukum, termasuk eksekusi tidak pernah diberikan kepada perorangan, kelompok atau pihak-pihak lain di luar penguasa yang sah.
Tindakan sebagian anggota masyarakat, sekali pun atas nama agama, yang melakukan perusakan tempat-tempat maksiat, merajam pezina, membunuh pencopet dan maling yang ketangkap, adalah tindakan anarkis yang tidak dibenarkan oleh Islam. Sekalipun misalnya, perbuatan tersebut hanya sebagai reaksi, atau akibat kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap aparat penegak hukum, tetap saja tidak dibenarkan, karena kesalahan pihak lain tidak membenarkan kesalahan yang kita lakukan.
Pemaksaan kehendak, intimidasi, teror, walaupun dengan tujuan yang baik atau atas nama agama dan kemanusiaan, tetap tidak dibenarkan, karena dalam Islam tujuan tidak menghalalkan cara. Al-ghâyah lâ tubarriru al-wasîlah. Di samping niat (tujuan), proses yang sesuai dengan ajaran Islam adalah hal yang sangat penting.
Penilaian tidak diberikan oleh Allah berdasarkan hasil, tetapi berdasarkan proses. Selama seorang Muslim tetap konsisten dengan proses yang benar, tidak bertentangan dengan syari’ah Islam sekalipun secara lahiriah, materi, tidak berhasil, dia akan tetap mendapatkan ganjaran di sisi Allah SwT. Tidak demikian sebaliknya, sekalipun secara lahiriah duniawiyah mendapatkan hasil yang gemilang, tetapi dicapai dengan cara yang salah, amalnya tidak ada artinya di sisi Allah, bahkan dia akan mendaptkan dosa dari penyimpangan yang telah dia lakukan.
Terorisme, misalnya, jika dilakukan untuk dan atas nama agama sekalipun, tidak pernah dibenarkan oleh Islam.Tetapi terorisme juga tidak boleh dihentikan dengan terorisme, sekalipun atas nama negara.
Teroris harus dihukum setelah dibuktikan di pengadilan yang jujur dan terbuka bahwa dia memang teroris.
Jangan sampai menghukum orang yang tidak bersalah sebagai kambing hitam karena ketidakmampuan kita mencari teroris yang sebenarnya, atau karena ada agenda yang tersembunyi yang ingin dicapai. Menghentikan terorisme tidak dapat hanya secara parsial dan sporadis, tetapi harus secara menyeluruh dengan menghentikan segala penyebabnya.
Terorisme muncul antara lain karena ketidakadilan, ketidakberadayaan menghadapi kesewenangan dan kezaliman sebuah kekuasaan. Terorisme bisa muncul sebagai reaksi terhadap teror negara terhadap kemanusiaan. Oleh sebab itu, untuk mengakhiri terorisme, akhirilah terorisme negara. To end terorism, end state terorism, itu kata para ahli.

Sidang ‘Id yang berbahagia!
Seperti telah disebutkan sebelumnya, pada dasarnya Islam menginginkan kedamaian dan perdamaian, tetapi untuk alasan tertentu perangpun diizinkan. Pertama, perang diizinkan untuk membela diri. Apabila umat Islam dianiaya, diusir dari negeri mereka sendiri atau diserang oleh musuh. Allah berfirman:

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Qs Al-Hajj [22]: 39-40).

Kedua, untuk menjamin kebebasan beragama. Islam memang tidak membenarkan pemaksaan untuk masuk agama, tetapi juga tidak membenarkan pemaksanan untuk tidak beragama. Semua kekuatan yang menghalang-halangi kebebasan beragama, dan menghalang-halangi umat Islam dalam menjalankan ajaran agamanya boleh diperangi.
Al-Qur’an menyebut tindakan menghalangi kebebasan beragama itu dengan fitnah yang harus diperangi. Allah berfirman:

“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Qs Al-Anfal [8]: 39)

Dalam berperang setiap Muslim harus selalu menunjukkan akhlak yang tinggi karena perang dalam Islam mempunyai tujuan mulia untuk menegakkan keadilan, membela kebenaran dan menjamin kebebasan beragama. Tujuan yang mulia itu harus dilaksanakan dengan cara yang mulia pula. Oleh sebab itu Islam memberikan rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh setiap pasukan Muslim dalam perang.

Dengan memahami Surat Al-Baqarah ayat 191-193 para mufassir menjalankan rambu-rambu tersebut: (1) Tidak boleh melakukan tindakan yang melampau batas seperti bertindak kejam dan sadis; (2) Tidak boleh membunuh orang-orang yang lemah seperti anak-anak, orang-orang tua, kaum perempuan, orang-orang yang sedang sakit, orang-orang yang tidak turut berperang, musuh-musuh yang menyerah dan lain-lain; (3) Tidak boleh merusak tanam-tanaman, hewan ternak, rumah-rumah penduduk, bangunan umum dan lain-lain yang tidak ada hubungan langsung dengan peperangan; (4) Tidak boleh beperang disekitar Masjid Haram, kecuali kalau pihak musuh memerangi kaum Muslimin di tempat suci tersebut; (5) Tidak boleh menyerang jika pihak musuh sudah menghentikan peperangan; dan (6) Mengadakan perdamaian yang didasarkan kepada ketentuan-ketentuan yang wajar dan adil dan menghentikan permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang masih membangkang.

Mari kita lihat peperangan modern yang dilakukan oleh umat manusia sekarang ini, apakah sudah sesuai dengan etika perang menurut Al-Qur’an. Betapa banyak jatuh korban sipil di dalam perang yang sekarang ada Irak, Suriah, ataupun Yaman. Juga di bagian bumi lainnya yang dilakukan oleh pihak yang mengaku memimpin peradaban dunia ataupun oleh mereka yang mengaku beragama Islam dan oleh kelompok Islam.

Begitulah konsep damai, perdamaian dan kedamaian dalam idealitasnya seperti yang dituntunkan oleh Al-Qur’an, tinggal bagaimana kita sebagai pemeluk Islam membuktikannya kepada dunia, bahwa kita umat Islam mencintai kedamaian. Tidak hanya umat Islam, seluruh warga dunia tentu merindukan kedamaian walaupun tidak secara absolut di atas permukaan bumi ini.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahilhamd.
Sebagai orang yang beragama, semua harus optimis bahwa bangsa Indonesia dan masyarakat dunia ini akan kembali mendapatkan rasa aman. Kita tidak boleh bersedih apalagi berputus asa.
Akhirnya, marilah kita bermunajat ke hadirat Allah SwT, memohon ampun dosa dan memohon kekuatan lahir dan batin bagi keselamatan hidup kita di dunia dan akhirat:

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami  dan dosa-dosa kedua orang tua kami serta rahmatilah mereka sebagaimana mereka telah membimbing kami sejak kecil. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dan dosa-dosa orang-orang yang beriman kepadaMu, laki-laki dan perempuan, baik yang masih ada maupun yang telah tiada.
Ya Allah, terimalah segala amal ibadah kami pada Bulan Ramadhan. Berilah kami kemampuan untuk memaknainya dan kemampuan mengamalkan makna-makna itu dalam kehidupan nyata pada masa akan tiba.
Ya Allah, berilah kami kekuatan lahir dan batin untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Berilah kami kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada atas bimbingan wahyu-Mu.
Ya Allah, limpahkanlah atas kami ketetapan hati untuk bangkit dari keterpurukan. Berilah kami hikmah kebijaksanaan untuk menggalang kebersamaan untuk mewujudkan Indonesia berkemajuan.•

————————————————–

Prof Dr H Yunahar Ilyas, Lc, MAg, Ketua PP Muhammadiyah, Wakil Ketua Umum MUI

Exit mobile version