Puasa juga dapat dijadikan momentum pembersihan jiwa. Usai berpuasa sebulan lamanya karena dasar iman dan pengharapan akan pahala Allah, setiap muslim akan dibersihkan dirinya dari dosa sebagaimana hadits Nabi:
Artinya: ”Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharapkan pahala Allah niscaya Allah mengampuni dosanya yang telah lalu,” (Diriwayatkan oleh Ashabus Sunan dari Abu Hurairah).
Karenanya pasca puasa Ramadhan mari kita rawat jiwa yang bersih ini agar tetap berbungkai fitrah sejati, yakni selalu cenderung pada yang serba baik dan menjauh dari yang serba buruk sebagaimana Firman Allah SwT:
Artinya: ”Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya,” (Qs Asy-Syams: 7-10).
Kita selaku muslim kadang suka lalai dalam hidup. Qalbu yang semestinya dijaga agar tetap bersih dari segala benih dosa, dalam praktiknya kadang tergoda oleh hal-hal buruk dan nista. Iman yang semestinya dirawat, ternyata bukan kian meningkat, tetapi malah menurun karena menjauh dari kebaikan dan berbuat keburukan. Pasca puasa tidak jarang tabiat dusta, congkak, egois, tamak, pemarah, dan perangai buruk masih mewarnai sebagian hidup kita. Hendak berbuat kebaikan (ihsan) pun kadang terlalu banyak hitung-hitungannya, sehingga tidak menjadi kenyataan. Karenanya, di hari fitrah ini kita pupuk kembali jiwa yang bersih sehingga melahirkan perilaku uswah hasanah dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah!
Tujuan puasa ialah meraih takwa sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa,” (Qs Al-Baqarah [2]: 183).
Takwa menurut para ulama ialah “al-imtisalu al-awamiri wa ijtinabu al-nawahi wa al-itqu ‘an al-nari”, yakni menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, serta terhindar dari siksa neraka. Takwa merupakan puncak kualitas terbaik manusia, yang esensinya ialah insan beriman dan beramal kebajikan yang serba melampaui (Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 177).
Ketakwaan melahirkan sikap positif dalam hidup. Mereka yang bertakwa memiliki jiwa disiplin, tanggungjawab, taat aturan, suka bekerja keras, berani dalam kebenaran, rasa malu ketika salah, serta memiliki kehormatan diri yang tinggi selaku insan mulia. Orang bertakwa itu sabar, tawakal, dan penuh harapan kepada Allah manakala memperoleh ujian, musibah, dan hal yang tidak menyenangkan dalam hidup. Orang bertakwa itu cerdas, berilmu, produktif, dan gigih berikhtiar untuk meraih kemajuan selaku khalifah di muka bumi.
Orang bertakwa memiliki perisai diri yang kokoh. Mereka btidak akan korupsi, melakukan kekerasan, menyimpang, dan berbuat segala bentuk kerusakan di muka bumi. Mereka yang bertakwa tidak akan aji mumpung, tamak, serta menyia-nyiakan mandat rakyat. Mereka yang bertakwa selalu peka dan tidak buta-tuli terhadap derita orang lain. Mereka menjadi pribadi yang selalu waspada dan menjauhkan diri dari segala bentuk kemunkaran.
Jika puasa diproyeksikan untuk meraih derajat takwa, maka mari kita jadikan puasa sebagai mi’raj ruhaniah, yakni proses naik tangga ruhani ke puncak tertinggi kualitas manusia utama. Seluruh sikap hidup kita harus lebih baik dalam segala hal, kata sejalan tindakan, dan menjadi suri teladan.