“Pertemuan Kewajiban Pertama, Uang Kemudian”
Mozaik Ramadhan 4: Nyak Arief Fadhilah Syah
Memang Ramadhan 1437 H tahun ini terasa agak berbeda. Muhammadiyah Aceh tampak begitu semarak dengan berbagai kegiatan. Lazismu Aceh menggebrak dengan 350 paket sembako bantuan untuk fakir miskinnya. Semua itu hasil penggalangan dari keluarga besar dan simpatisan Muhammdiyah. Pemuda Muhammadiyah Aceh pun seperti tidak ingin kalah, mereka meracik berbagai kegiatan ramadhan, dimulai dari kegiatan pra Ramadhan. Ortom Muhammadiyah yang bersimbol bunga melatih merekah itu melaksanakan gotongroyong membersihkan kompleks rumah penyantun Muhammadiyah, mereka mengecat ulang musallah Muhammadiyah.
Kegiatan seperti ini memang kelihatan sederhana, namun mampu membangkitkan ingatan para anggota Muhammadiyah pada era dimana digitalisasi dan modernisasi Muhammadiyah belum menjadi trade mark gerakan. Anggota dan pengurus Muhammadiyah masih mengandalkan “pertemuan kewajiban pertama, uang kemudian”. Slogan itu tergantung di dinding sekretariat Muhammadiyah Aceh. Sekarang tak tampak lagi, mulai pergi bersama terkikisnya semangat gotong royong dan kebersamaan.
Pemuda Muhammadiyah Aceh tiba-tiba saja menghentak membangun warga kota Banda Aceh dan sekitarnya dari demam piala EUFA Euro 2016. Mereka mengetuk jiwa sosial masyarakat kota dengan membagi paket ifthar untuk 2500 paket berbuka dan makan kepada fakir miskin, anak yatim, pengemis, pemulung, tukang becak dan kaum rentan perkotaan lainnya. Bahkan polisi yang berpeluh mengatur lalu lintas kota banda Aceh pun kebagian. Tampak kader-kader ortom Muhammadiyah di berbagai sudut kota Banda Aceh berdiri dan membagi paket ifthor. Jika dinilai dana gerakan syiar Ramadhan Muhammadiyah tahun ini melalui Lazismu dan AMM Aceh total berjumlah 130 juta rupiah
Situasi gemah ripah kegiatan Muhammadiyah di bulan Ramadhan 2016 ini pada akhirnya kembali membenarkan slogan Muhammadiyah yang kokoh tergantung di kantor Muhammadiyah Aceh dulu, “pertemuan kewajiban pertama, uang kemudian”. Semua kegiatan Muhammadiyah Aceh dimulai dengan kas panitia “nol”. Mereka mulai membangun kesadaran bahwa willingness kader, anggota dan pengurus Muhammadiyah adalah “aset kualitatif” yang dapat dikapitalisasikan menjadi modal.
Jadi teringat saat pertemuan rapat terakhir panitia Kemah Ramadhan, Taufiq melaporkan kondisi keuangan panitia. “Rp. 3.270.000,00 ?, bagaimana mungkin melaksanakan kegiatan sebesar Kemah Ramadhan ini ?”. Mungkin begitulah suara batin anggota panitia bila ingin dicetuskan.
Hanya kelihatan Ustadz Aslamnur, ketua Muhammadiyah Aceh bersikap tenang “Bismillah insyaa Allah kita mampu melaksanakan acara kita dengan baik”. Dia memberikan pernyataannya menyemangati panitia. Lalu tampak Ketua Muhammadiyah itu mengutak-katik handphone, menghubungi seseorang. Tidak terdengar apa persisnya yang dibicarakan oleh ketua Muhammadiyah Aceh itu, namun pasti dia sedang menggunakan “kekuatan khusus”, jaringan personal yang dimilikinya. Memang sudah sepatutnya demikian, seorang ketua selalu memiliki “cara-cara khusus” dalam situasi darurat menyelesaikan berbagai problem organisasi.
“Sebenarnya ketua bukan seseorang yang hebat melebihi kemampuan terhebat para pengurus dan anggotanya, dia hanya seseorang yang memiliki magnit menggerakan para pengurus dan anggotanya yang hebat-hebat itu”. Ini adalah pembelajaran kepemimpinan yang terinspirasi dari pernyataan Djazman Alkindi, salah seorang pendiri IMM.
Dalam suatu diskusi larut malam di rumah Kaliurang Yogyakarta 21 tahun yang silam saat beliau masih hidup. Ketika itu DPD IMM Jawa Tengah sedang dalam perjalanan Konsolidasi ke Cabang-cabang IMM dan menyempati bersilaturahim dengan Mantar Rektor UMS itu.
“Anda itu seorang pemimpin…! Ingatlah pemimpin adalah mereka yang memiliki energi lebih untuk dibagikan kepada jiwa-jiwa bawahannya yang lelah, jiwa-jiwa pengikutnya yang jenuh; saat mereka melihat kehidupan hari esok dengan rasa takut, maka saat itulah anda bangkit, memotivasi semua aspek kehidupan dengan cinta dan kepedulian yang tulus”
Begitulah aura ketulusan dan tekat Ketua Muhammadiyah Aceh dalam mendorong agar kegiatan Kemah Ramadhan tahun ini terlaksana. Ust. Sultan pun menyatakan siap membawa kader-kader Muhammadiyah kota Banda Aceh, lengkap dengan tim medisnya. Bahkan Ust. Hermansyah sebagai imam training menyatakan kesediannya hadir satu hari sebelum pelaksanaan training.
“Saya akan mendampingi Ketua Panitia mempersiapkan kegiatan disana”. Pernyataan beliau disambut senyum dan antusias semua panitia.
Betapa luar biasanya mereka pada akhirnya, saat keesok hari Taufiq dan ust. Hermansyah mengendarai motor menuju Arul Kumer, menggilas aspal dan jalan berkelok, melewati gunung, lembah, ngarai dan membunuh rasa dingin dan pekat malam. Ya… mereka telah membuktikan bahwa tak butuh lagi alasan, tak butuh lagi banyak pertimbangan untung dan rugi, pamrih dan prasangka, apa lagi keterpaksaan berkhidmat bagi Muhammadiyah.
oooOooo
Tamu undangan mulai berdatangan. Suasana arena pembukaan kini tampak gebyar. Taufiq dan kawan-kawan telah menyulap halaman masjid menjadi arena pembukaan hajatan yang lebih dari pantas. Ranting Muhammadiyah Alur Kumer laksana sedang mengadakan pengajian akbar, atau semacam kegiatan Musyda Muhammadiyah.
Hari ini Alur Kumer kedatangan tamu dari ibukota kabupaten. Kabarnya Bupati dan Muspida plus sedang dalam perjalanan menuju ke lokasi pembukaan. Semua kesibukan panitia sekarang terfokus menerima tamu dan mengatur dimana mereka duduk. Serombongan ibu-ibu Aisyiyah berpakaian hijau keemas-emasan tampak begitu menyolok, mereka begitu kompak dengan pakaian seragamnya.
Diantara keramaian itu kelihatan Budi Ardiansyah, Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Aceh. Dia sedang dibuat sibuk oleh Raisya, bocah sulungnya itu asyik membidik berbagai momen dengan android abinya. Lagaknya seperti fotografer yang ditugaskan suatu agensi, Raisya sibuk hilir mudik dengan cukup PD. Sikap dan gaya jenaka Raisya menarik perhatian khalayah yang hadir, tak kecuali Fatih dan Fatan, mereka berdua terkekeh melihat gaya Raisya.
Sementara Bro Marley, Wakil Ketua Buruh, Tani dan Nelayan PW Pemuda Muhammadiyah yang ikut dalam rombongan bergerak lincah mendatangi teman-teman panitia. Seperti seseorang yang telah lama tidak bertemu, tampak dia tidak hanya menyalami mereka satu demi satu, melainkan memeluk erat Sudarliadi, Taufiq, Imam, Iqbal dan yang lainnya.
Dia termangu-mangu kagum dengan hasil kerja Taufiq CS, “bila Muhammadiyah berjalan seiring selangkah dengan kader mudanya, maka akan tampak besutan kegiatan Muhammadiyah begitu berenergi”, Bro Marley berguman dalam hati.
Dia begitu ingin cetusan hatinya itu tidak hanya sekedar guman lirih yang mengetuk jiwa bermuhammadiyahnya saja. Rasanya dia ingin meneriakkan agar semua pengurus dan segenap kader Muhammadiyah sadar, betapa KH Ahmad Dahlan pun dalam gerakannya sangat mengandalkan pemuda.
Sudah tidak zamannya lagi saling sikut, yang tua penuh streotype dan tidak memberikan kepercayaan kepada yang muda. Yang muda selalu merasakan yang tua kurang mendukung dan apresiasi terhadap kiprah mereka. Padahal mereka selalu ingin menunjukkan jika mereka pantas diandalkan.
Bro Marley menebarkan pandangannya, dia mencari dimana bang Nyak Arief duduk. Dia mendengar bang Nyak Arief Master of Training dalam Kemah Ramadhan ini. Mudah-mudahan dia masih sempat menitipkan bingkisan keresahan hatinya ini kepada bang Nyak Arief, karena seusai pembukaan Kemah Ramadhan, dia akan mendampingi bung Budi mengawal Musyda Pemuda Muhammadiyah Takengon.
Tiba-tiba seluruh yang hadir berdiri, semua pandangan tertuju kepada iring-iringan mobil rombongan Bupati Aceh Tengah, memasuki arena pembukaan Kemah Ramadhan. Tampak Ketua Muhammadiyah Aceh bergerak menyongsong pak Nazaruddin, Bupati Aceh Tengah. Kelihatan sekali suasana akrab yang tidak dibuat-buat ketika ust. Aslamnur dan pak Nazar bersalaman dan saling rangkul. Pak Bupati menyalami semua yang menghampirinya dengan senyum dan keraramahan. Taufiq pun tampak begitu sumbringah, dia pasti merasakan sangat berbahagia, karena pak Bupati menepati janjinya.
Di sela-sela suasana yang tiba-tiba menjadi begitu semarak, Nyak Arief menggandeng kedua puteranya menghampiri Bupati. Dia memang sudah berjanji kepada Fatih dan Fatan untuk mengabulkan keinginan mereka, bersalaman dengan pak Nazar. Tentu dalam pikiran anak-anak seusia mereka bersalaman dengan orang nomor 1 di Aceh Tengah merupakan pengalaman yang paling menarik. Mereka akan bercerita kepada Nyak Fathun adik mereka betapa gagahnya Bupati Aceh Tengah itu.
Akhirnya keinginan mereka terwujud. Bupati mengelus lembut kepala Fatih dan Fatan, suatu sikap yang simpati yang memang sudah sepantasnya dilakukan seorang dewasa kepada setiap anak. Saat giliran Bupati menyalami Nyak Arief, dia sedikit kaget dan mungkin tidak menyangka akan bertemu kembali di arena Kemah Ramadhan. Terasa genggaman salam itu begitu erat, dan Nyak Arief membalas dengan senyum, seakan ingin mengatakan:
“selamat datang di arena kemah Ramadhan Muhammadiyah, rasakan sensasi dakwah Muhammadiyah, tentu tastenya sangat berbeda dengan atsmorfir politik dan pilkada”
oooOooo
“Kegiatan Ramadhan ini digagas sebagai bentuk kesadaran Muhammadiyah tentang pentingnya mempersiapkan sumber daya kader yang siap mengembangkan dakwah Muhammadiyah di Aceh, khususnya di Aceh Tengah. Mengapa kami memilih Alur Kumer sebagai pusat kegiatan tahun ini, tidak lain karena dakwah sesungguhnya ada pada akar rumput ummat. Pada Cabang dan Rantinglah, pembinaan ummat diproyeksikan menjadi kekuatan dakwah yang sesungguhnya.
“Di samping itu, sudah saatnya umat Islam mengembangkan syiar dakwah Islam dari masjid, karena secara historis masjid memiliki peran penting dalam dakwah Rasulullah. Inilah konsep dakwah Muhammadiyah, membangun peradaban Islam dari masjid untuk ummat.. Mari kita kembali ke masjid dan mengembangkan sayap dakwah Muhammadiyah di sana”.
“Perlu kami sampaikan kepada bapak Bupati, bahwa kegiatan ini dapat terlaksana karena adanya dukungan dari semua pihak, termasuk karena berkenannya bapak Bupati membantu dan memperlancar kegiatan ini. Untuk semua itu kami hanya mempu mengucapkan terimakasih banyak, semoga selalu ada kebaikan dan apa saja yang dicita-citakan bapak Bupati dalam memimpin negeri ini terkabul adanya”.
“Muhammadiyah tidak melaksanakan kegiatan ini dengan modal materi yang besar, satu-satunya modal Muhammadiyah adalah keinginan, tekat yang kuat serta bantuan warga, simpatisan dan mereka yang peduli dengan dakwah Muhammadiyah”
Demikianlah beberapa hal yang disampaikan Taufiq dalam kata sambutan yang penuh semangat itu. Dia tidak sekedar sebagai Ketua Panitia yang menyampaikan laporan pembukaan dengan berbagai kata dan ucapan selamat. Taufiq berubah seperti seseorang yang sedang berorasi, menyampaikan ide dan pemikirannya berapi-api. Dia seperti seseorang yang sedang membakar emosi para hadirin, bagaimana memperjuagkan dan berkhidmat kepada dakwah Muhammadiyah.
Acara pembukaan berjalan dengan sukses, ringkas dan padat. Bapak Bupati pun menghentak alam pikiran warga Muhammadiyah yang hadir. Dia menyampaikan pidato pembukaan dengan nada tenang, tanpa konsep seperti layaknya para elit pemerintah kebanyakan.
Memang pada saat awal Pak Nazar berada di podium, dia menolak map konsep pidato yang disodorkan oleh ajudan. Dia memilih berbicara lepas, menyampaikan kiprah dan dakwah Muhammadiyah dalam bermitra dengan Pemerintah selama ini. Yang mengejutkan khalayak yang hadir ketika dia menyampaikan locus kerja sama yang dapat dilakukan majelis dan lembaga-lembaga yang ada di Muhammadiyah dengan Pemerintah. Dia juga menyampaikan harapannya terhadap Pemuda Muhammadiyah, IMM, IPM, NA, Tapak Suci Putera Muhammadiyah, Hisbul Wathan dan Aisyiyah agar terus semakin baik berkiprah di tengah-tengah masyarakat, khususnya Aceh Tengah.
“Pak Nazar sangat mengenal Muhammadiyah, layaknya seorang kader Muhammadiyah”, lirih suara Saidi berbisik. Nyak Arief menatap Saidi, dia seperti ingin menyelami apa yang ingin sebenarnya dikatakan Saidi. Apakah Saidi ingin mengatakan “masih ada di lingkungan Muhammadiyah, pengurus dan pimpinan amal usaha tidak mengenal majelis dan lembaga-lembaga di Muhammadiyah, bahkan bertanya penuh heran “ortom itu apa ya ?”
“Pak Bupati gagah ya yanda ?” . Tiba-taba Fatan berbisik di kuping ayahnya.
“Siapa gagah dibandingkan yanda ?” tanya Saidi mencandai Fatih.
“Gagah yanda dong”. Fatih cepat menjawab mendahului adiknya.
“Kenapa bilang gagah yanda ?”. Saidi mencerca Fatih dengan pertanyaan menggugat.
“Karena yanda ayah kami”, serobot Fatan cepat.
“Itu berarti tidak obyektif”
“Obyektif itu apa yanda ?”. Tanya Fatih sambil mendongokkan kepalanya.
“Akh… Saidi salah ngomong ni”, batin Nyak Arief dalam hati. Sambil menggaruk pelipis kirinya yang tiba-tiba jadi begitu gatal.
“Obyektif itu boleh Fatih pahami saja dulu sebagai “apa yang sebenarnya yang kelihatan”. Nyak Arief memberi jawaban sederhana agar Fatih dan Fatan faham.
“Jadi yang kelihatan itu Pak Bupati yang gagah dibandingkan yanda, maka jawablah pak Bupati”.
“Lihat itu jaz hitamnya, kopiah, sepatu dan dia dikawal oleh banyak orang”. Nyak Arief menegaskan, dia ingin pembicaraan ini segera berakhir.
“Yanda juga pernah dulu kek gitu waktu menjadi Ketua Panwaslu Aceh, polisi lagi yang kawal yanda”. Rupanya Fatih tidak puas.
“Fatih, yanda tahu Fatih sayang yanda, terimakasih nak ya, tapi…”. Belum sempat Nyak Arief melanjutkan omongannya, Fatan tiba-tiba memotong omongan ayahnya.
“Yanda, pokoknya bagi kami yanda yang hebat”
“Ya sudah, nanti kita lanjut lagi omongan tentang itu, oke ?”. Dia yakin Fatih dan Fatan saat ini tidak mungkin menerima apa pun alasannya. Dia tidak ingin perbincangan mereka didengar oleh banyak orang, lagi pula dipikir-pikir tidak perlu pun memangkas rasa kebanggaan seorang anak kepada ayahnya.
Tiba-tiba terdengar bisikan Saidi halus, dia merapatkan bibirnya di telinga kanan Nyak Arief.
“Lucu kali abang ini, mana boleh menghapus rasa kagum seorang anak kepada ayahnya”. Nyak Arief menatap Saidi dengan senyum tersimpul tipis di bibirnya.
“Abang tidak bermaksud begitu”, Nyak Arief membalas bisikan Saidi.
“Aku juga kagum sama abang lho”. Tampak Saidi tersenyum-senyum menggoda.
“Aduh bang”. Saidi meringis sakit, karena perutnya ditonjok Nyak Arief. Beberapa pasang mata menatap mereka, namun hanya sekilas saja. Mereka semua sedang terkesima mendengar uraian tausiyah dari Ketua Muhammadiyah Aceh yang ringkas dan menarik.
Hari ini kelurga besar Muhammadiyah Aceh dipersuguhkan dengan Taufiq yang penuh bersemangat, Pak Nazar yang sederhana dan sangat piawai membaca dan mengupas ayat “waltakum minkum ummatan yad’una ila al-kair….dst” serta tausiyah Ketua Muhammadiyah Aceh yang lugas dan menggigit.
“Bang, hari ini aku senang”. Saidi membuyarkan lamunan Nyak arief dengan pernyataannya.
“Oh ya, senang kenapa die ?”
“Tidak ada segarispun kerut di kening Taufiq masalah pendanaan kegiatan ini, atau belum kali bang ya ?”
“Entahlah die, abang kurang tahu persis”
“Apa Taufiq sedang menjadi aktor, menyembunyikan keresahannya ?”
“Hahaha, kalau itu sebaiknya kamu tanya Taufiq saja”
“Menurut abang ?”
“Saidi, abang percaya di Muhammadiyah ini “pertemuan kewajiban pertama, uang kemudian”
“Maksud abang, dana tidak menjadi problem kita lagi?”
“Bukan begitu, tapi dapat kita selesaikan, asalkan kita mau berembuk, bermusyawarah menyelesaikannya”
“Eppps tunggu bang, bukankah itu ungkapan yang pernah tertulis di dinding kantor Muhammadiyah Aceh dulu ?”
“Iya, memang kenapa ?”
“Gini bang, kalau kegiatan Arul Kumer ini membuktikan itu semua, bagaimana menurut abang kalau tulisan itu kita pangpang di Muhammadiyah lagi”
“Hahahahha, boleh juga idenya”
“Kita ajak Taufiq, pasti dia mau”
“Kenapa harus ajak Taufiq ?”
“Dia Ketua Panitia Arul Kumer ini, dan dia aktor utama lho bang”
“Iya, kamu sutradaranya, dia”.
Saidi menggaruk-garuk kepalanya yang tiba-tiba gatal sembari berujar “pertemuan kewajiban pertama, uang kemudian”