Membaca Kembali Kosmologi Kekuasaan Jawa-Islam

Oleh: Mustofa W Hasyim

Yang saya sampaikan adalah catatan mengenai adanya kekacauan nilai- kekacauan aturan dan kekacauan perilaku. Perilaku aparat negara yang bertindak ora apik sehingga jadinya juga ora apik.Ini mengingatkan saya pada filsafat hidup atau pandangan hidup orang Jawa bahwa dalam hidup itu kudu apik karepe, apik carane sehingga akan muncul apa yang disebut sebagai apik dadine. Kita akan mencoba melacak kenapa di negara kita sekarang banyak hal yang dapat dikategorikan sebagai ora apik karepe, ora apik carane sehingga yang muncul adalah ora apik dadine.

Marilah kita mencari rujukan awal dari semua itu. Yaitu aturan hidup yang mengatur kehidupan. Orang Jawa bilang desa mawa cara, negara mawa tata. Maksudnya, orang desa mengatur hidupnya berdasar siklus upacara adat dan semacamnya. Sedang orang kota atau wong negara mengatur hidupnya dengan tata laksana, dengan manajemen, dengan sistem, dengan aturan baku. Sehingga maksud baik (apik karepe) dapat dirancang, cara bekerja yang baik (apik carane) dan akhirnya target yang baik (apik dadine) dapat dicapai.

Lantas bagaimana orang kota atau wong negara mengatur hidupnya? Kita ingat kalau Kraton Yogyakarta sebagai pewaris kerajaan Mataram Islam mewariskan kosmologi kekuasan yang unik, lengkap dan bisa menjadi identitas keistimewaan. Kraton Yogyakarta mengatur kehidupan bernegara, kehidupan bermsyarakat, dan kehidupan berkeluarga sampai dengan kehidupan  individu dengan menggunakan konsep catur sagatra tunggal, bukan konsep trias politika.

Dalam konsep catur sagatra tunggal ini negara memang harus ada. Ini dilambangkan dengan bangunan Kraton. Tetapi dalam kosmologi kekuasan Jawa-Islam, kekuasaan Kraton (negara/state) tidak tunggal, tetapi bersinergi  dengan kekuasaan rakyat (people, public, soceaty) dan ini dilambangkan dengan Alun-alun. Juga kraton bersinergi  dengan kekuasanTuhan yang dilaambangkan dengan Masjid Gede. Kekuasaan politik Kraton pun dalam kosnep kosmologi kekuasaan Jawa sudah mmengandaikan perlunya bersinergi dengan pasar yang dilambangkan dengan Pasar Beringharjo. Jadi ada segiempat relasi kekuasaan yang indah yang  bisa mengatur kehidupan ini. Kekuasaan Tuhan menjadi sumber nilai, spirit atau rujukan dari apik karepe, kekuasaan kraton menjadi sumber nilai, nilai dan rujukan bagaimana mengatur kehidupan lewat kebijakan politik (menjdi rujukan apik carane), sedang kekuasaan sosial dan ekonomi menjadi sumber nilai, spirit dan rujukan dari apik dadine. jadi rukun dan damai lewat pemahaman pergaualan yang terbuka sebagaimana dilambangkan Alun-alun, dan dadi makmur dan  sejahtera harus mempergnakan pasar atau mekanisme ekonomi dan perdagangan.

Exit mobile version