Melawan Kecenderungan Disfungsi Negara

Melawan Kecenderungan Disfungsi Negara

Oleh: Mustofa W Hasyim

Dalam konteks kehidupan, pasar memang diakui harus ada. Tetapi pasar harus tunduk dengan maksud Tuhan (ada moralitas dan keadilan ekonomi), harus tunduk kepada kekuasaan sebagai pusat munculnya kebijakan atau aturan. Dan semua itu harus mengandaikan dan ditujukan kepada kedamaian, kemakmuran dan kesejateraan rakyat. Ini semua dapat kita bayangkan kalau kita mau dan mampu menafsirkan konsep kosmologi kekuadaan Jawa_Islam secara baru dan fungsional. Sesuingguhnya para pendiri republik Indonesia juga telah mengambil spirit itu, buktinya, tujuan dari dibentjuknya Negara Republik Indoensia ada empat.

Menurut Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, tujuan Negara Republik Indoensia ada empat. Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keeempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian  abadi, dan keadilan ssoaial.

Semua konsep yang mengatur kekuasaan di atas terasa indah. Demikian juga tujuan dari negara kita. Akan tetapi dalam kenyataan sekarang telah terjadi reduksi yang luar bniasa penting Pertama hilangnya atau pudarnya spiritualitas, yang ini artinya menghilangksn jejakl kekuasaan Tuhan dalam cara kita sekarang mengatur negara. Negara sekarang cenderung diatur tanpa moralitas, nilai dan spirit yang diajarkan Tuhan. Kemudian tinggallah tiga hal yang hadir dalam dinamika politik kekuasan itu. Pertama negara, kedua masyarakat, ketiga pasar.

Segitiga kekuasaan tanpa kehadrian Tuhan ini kemudian berjalan timpang. Relasinya tidak seimbang. Sekarang muncul kecenreungan dimana pasar menjadi dominan. Negara menjadi sekadar instrumen untuk mengesahkan kehendak pasar. Kemudian masyarakat atau rakyat atau publik diposisiikan hanya sebagai konsumen dari pasar.

Jadi yang terjadi sekarang adalah, pasar menindas negara dan menindas rakyat sekaligus. Pasar menjadi panglima kekuasaan dalam negara kita. Oleh karena itu negara mengarah pada kecenderungan disfungsi. Artinya negara tidak tampak hadir sebagai negara yang sungguh-sungguh. Dermikian juga rakyat. Rakyat pun mengalamai disfugnsi, tidak hadir sebagai rakyat tenanan, atau hadir sebagai masyarakat yang sesungguhnya.

Saya ingat, menjelang pemilihan Presiden ada suara yang sanfter dimediakan, bahwa yang perlu kita pilih adalah Presdien yang pro pasar, presiden yang disetujui dan menghasilkan sentimen positif bagi pasar. Jadi bukan presiden yang pro rakyat atau pro negara. Itulah masalahnya. Padahal kalau dilihat secara hakekat, pasar, lebih-lebih pasar bebas itu tidak membebaskan rakyat dari kemiskinan dan keterbelakangan dan kebodohan. Pasar bebas itu jusru menjajah negara dan rakyat kita sehingga kondisinya menjadi seperti sekarang ini.

Kalau kia ingin dalam benegeraa, berbangsa dan bermasyarakat dapat diwarnai oleh apik karepe, apik carane dan apik dadine, maka kecenderungan disfungsi negara dan disfungi rkakyat harus dilawan. Caranya kita harus memperkuat negara dan memperkuat rakyat dan memanggil Tuhan kembali dengan cara memfungsikan ajaranNya. Spirit ketuhanan sebagaimana tercantum dalam sila pertama Pancasila perlu kita fungsikan untuk memberi arah,visi, moralitas bertindak dan merumuskan kembali orientasi kebangsaan, orientasi kenegaraan dan orientasi kemasyarakatan kita.

Kita tentu tidak mau terus menerus berada di hilir dan di muara sejarah. Kita akan capek kalau setiap hari menerima pengaduan akan ketidakberesan negeri ini. Kita letih dan sering frustrasi kalau setiap hari melihat dan teracuni oleh sampah-sampah politik, sampah ekonomi, sampah kebudayaan dan sampah sosial. Mari, kita mulai bergerak menuju ke arah hulu kehidupan ,menuju ke arah akar masalah dan menuju ke sumber yang jernih dari kesadaran kita.

Exit mobile version