Oleh: Isngadi Marwah Atmadja
Semua pasti sudah mengenal Jendral Sudirman. Perintis Tentara Nasional Indonesia. Panglima besar tentara Republik Indonesia yang ditakuti sekaligus disegani seluruh lawan-lawannya. Lawan di meja politik maupun lawan di medan tempur bersenjata.
Namun, sangat sedikit yang mengetahui kalau Jendral Sudirman mempunyai jiwa kepemimpinan yang luar biasa seperti itu karena beliau ditempa di kepanduan Hizbul Wathan Muhammadiyah.
Pada zamannya, Kepanduan Hizbul Wathan Muhamadiyah (HW) memang pernah menjadi lembaga perkaderan ummat yang luar biasa. Namun, seiring berlalunya masa dan kebijakan tidak bijak pemerintah pada tahun 1961, yang melebur semua gerakan kepanduan dalam satu wadah tunggal, pamor HW ikut padam.
18 November 1999 M Pimpinan Pusat Muhammadiyah kembali membangkitkan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW), kemudian dipertegas dengan keluarnya surat keputusan pada tanggal 1 Dzulhijjah 1423 H/ 2 Pebruari 2003.
Tentu saja, tujuan PP Muhammadiyah membangkitkan kembali HW itu bukan sekedar menuruti romantisme masa lalu. Tapi dengan satu harapan yang pasti. Masa gemilang itu bisa kembali dijelang.
HW bisa kembali menjadi wadah perkaderan yang efektif bagi Muhammadiyah. HW bisa kembali melahirkan Jendral Sudirman-Jendral Sudirman baru bagi Republik yang sedang galau berkelanjutan ini.
Menyimak Pidato Ketua Kwartir Pusat Hizbul Wathan, Uun Harun Syamsuddin saat pembukaan Mukatamar ke-3 HW, di Stadion Sriwedari Surakarta, 13 Juli 2016 siang tadi, harapan itu terasa semakin dekat.
Setidaknya sudah ada tekad yang semakin jelas, untuk menegaskan HW sebagai salah satu wadah kader yang efektif bagi persyarikatan Muhammadiyah. Tentu saja HW yang dimaksud dalam konteks Muktamar kali ini adalah HW yang sekarang. HW yang akan segera kembali gemilang. Bukan HW yang pernah gemilang.
Walau begitu, tausiah, Ahmad Dahlan Rais saat pembukaan juga harus dicatat. Siang tadi, Ketua PP Muhammadiyah ini menyatakan “Muktamar ini selain sebagai ajang pembangkit semangat kader HW, juga sebagai ajang regenerasi kader-kader HW”.
Ya. Kata kunci dalam tausiah Dahlan Rais adalah regenerasi kader HW. Menurut Dahlan Rais, regenerasi yang dimaksud bukan berarti secara keseluruhan dikuasai gologan muda, melainkan lebih jumlah pemudanya lebih banyak. Karena hanya dengan adanya regenerasi ini sajalah HW akan semakin bangkit dan hidup dalam memajukan persyarikatan.
Tausiah Dahlan Rais ini perlu diberi garis bawah secara seksama oleh para peserta Muktamar HW. Jangan sampai HW hanya dikenal sebagai organisasi para orang tua yang masih bersemangat muda. Orang tua bersemangat muda yang memandang dunia seperti zaman ketika para orang tua itu masih muda. Namun gagal memahami dunia anak muda zaman sekarang.
HW era sekarang harus kembali bisa menarik bahkan merebut perhatian anak-anak muda era sekarang. Anak-anak muda yang tidak bisa lagi kagum apabila cuma dipameri cara bertahan hidup di hutan selama saru harui berbekal satu bungkus korek api. Anak muda yang tidak lagi takjub dengan suara genderang yang ditabuh berkeling kampung.
Saya percaya HW era sekarang pasti sudah menyiapkan semua ide dan seperangkat strategi mutakhir yang bisa membuat takjub yang menyenangkan, menggembirakan dan mencerdaskan anak-anak muda zaman sekarang. Sehingga anak-anak muda bisa pergi ke latihan HW dengan gembira. Bahkan andai dilarang mereka akan nekad berangkat datang ke latihan HW.
Karena mereka tahu setiap datang ke latihan HW, mereka tidak hanya akan diajari cara bertepuk tangan tapi meraka akan mendapatkan panduan cara melihat dan menaklukan dunia yang baru.
Melihat gemuruh dan semangat para aktivis HW era sekarang, masa keemasan HW tampaknya bukan merupakan hal yang mustahil untuk dikembalikan.
Selamat bermuktamar, semoga HW bisa membuat sinar Muhammadiyah kian terang gemilang.